Desa masih diandalkan pemerintah untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19. Salah satu caranya adalah dengan merevitalisasi badan usaha milik desa yang mati suri akibat pandemi Covid-19. Oleh ARIS PRASETYO JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya merevitalisasi puluhan ribu badan usaha milik desa atau BUMDes yang tidak aktif lantaran terdampak pandemi Covid-19. Dari 37.286 BUMDes yang aktif sebelum pandemi Covid-19, saat ini tersisa 10.629 BUMDes yang masih bertransaksi. Besaran dana desa yang dipakai sebagai modal BUMDesa sampai saat ini sudah mencapai Rp 4,2 triliun. Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, revitalisasi BUMDes menjadi prioritas untuk pengentasan dampak pandemi Covid-19 di perdesaan. Upaya revitalisasi tersebut, antara lain, dengan pemberian nomor registrasi BUMDes yang diterbitkan Kementerian Desa PDTT serta pengawasan dan pendampingan BUMDes dalam hal pemasaran dan menggandeng pihak ketiga. ”BUMDes harus mengambil peran aktif dalam upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Langkah strategis kami adalah dengan menerbitkan nomor registrasi agar BUMDes semakin kredibel untuk mengajukan pembiayaan kepada lembaga jasa keuangan,” kata Abdul Halim, Rabu (8/7/2020). Dari catatan Kementerian Desa PDTT, saat ini ada 10.629 BUMDes yang sudah memiliki nomor registrasi. Sebanyak 8.300 BUMDes sedang dalam tahap verifikasi dan validasi. Pemerintah juga menggandeng pihak universitas ataupun pihak ketiga yang kompeten dalam hal pengembangan kapasitas pengelolaan badan usaha. ”Kami juga sudah meluncurkan aplikasi bernama pasar desa yang fungsinya menjembatani toko dan warung yang dikelola BUMDes dengan warga desa selaku konsumen,” ujar Abdul Halim. Dari 10.629 BUMDes yang aktif bertransaksi dan sudah memiliki nomor registrasi, total transaksinya di masa pandemi Covid-19 mencapai Rp 308 miliar. BUMDes tersebut tersebar di 368 kabupaten dan kota di 33 provinsi dengan nilai omzet mencapai Rp 938 miliar. BUMDes tersebut memiliki bidang usaha simpan pinjam, perdagangan, dan jasa yang melibatkan tenaga kerja sebanyak 58.000 orang. Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, Slamet Rosyadi, mengatakan, BUMDes bisa membantu pemulihan ekonomi perdesaan akibat pandemi Covid-19. Salah satunya adalah dengan cara penyediaan bahan kebutuhan pokok bagi warga. Beras atau telur yang bisa diproduksi di desa dapat disalurkan sebagai paket bantuan pemerintah untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 (www.kompas.id, 15/6/2020). ”BUMDes dapat bekerja sama dengan pemangku kepentingan dalam usaha mengurangi dampak pandemi Covid-19. Paket-paket bantuan sembako dari pemerintah bisa diambil dari produk yang dihasilkan BUMDes, seperti beras atau telur,” ujar Slamet. BLT dana desa Sampai 7 Juli 2020, pemerintah mencatat penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) yang dialokasikan dari dana desa sudah mencapai Rp 8,3 triliun. Jumlah keluarga penerima manfaat dari penyaluran BLT dana desa mencapai 7,7 juta keluarga. Mayoritas keluarga penerima manfaat adalah yang berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang mencapai 6,8 juta keluarga. ”Sementara dana desa yang dipakai untuk program padat karya tunai desa (PKTD) mencapai Rp 1,89 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 562.119 orang,” kata Abdul Halim. Abdul Halim menambahkan, pihaknya sudah menerbitkan regulasi untuk perpanjangan penyaluran BLT dana desa berikutnya, yakni untuk bulan Juli, Agustus, dan September 2020. Hanya saja, besaran BLT di periode perpanjangan ini Rp 300.000 atau separuh dari besaran periode pertama. Kebijakan perpanjangan penyaluran BLT dana desa tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Desa. Dengan perubahan nilai dana yang disalurkan, total anggaran BLT dana desa meningkat dari Rp 21,19 triliun menjadi Rp 31,79 triliun.