[JAKARTA] Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Staf Partai Demokrat, Ippin Mamonto, Selasa (2/8). Ippin bakal diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pemulusan rencana proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang menjerat Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, I Putu Sudiartana sebagai tersangka. "Yang bersangkutan (Ippin) akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IPS (I Putu Sudiartana)," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati. Selain Ippin, untuk kepentingan penyidikan kasus ini, KPK juga bakal memeriksa Kasubag Perjalanan Dinas DN Satker Dewan DPR, Wasidi dan Kabid Pelaksanaan Jalan Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat, Indrajaya. Seperti halnya Ippin, Wasidi dan Indrajaya juga bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas Putu yang juga Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat. "Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk IPS," jelas Yuyuk. KPK hingga kini terus mendalami peran Putu terkait kasus ini. Diduga, terdapat pihak lain yang turut terlibat. Hal ini lantaran Putu diduga menerima suap memuluskan rencana proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat. Padahal, sebagai anggota Komisi III dari Dapil Bali, Putu tak memiliki keterkaitan dengan proyek tersebut. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Putu, dan staf khususnya bernama Novianti, serta seorang perantara bernama Suhemi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sementara pengusaha bernama Yogan Askan dan Kadis Prasarana Jalan dan Tata Ruang Pemukiman Sumatera Barat, Suprapto diterapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Putu disangka menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Yogan dan Suprapto untuk memuluskan rencana proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang menghabiskan anggaran Rp 300 miliar agar dapat didanai APBN-P 2016. Uang suap itu dikirim Yogan dan Suprapto melalui tiga rekening berbeda, salah satunya milik keponakan Putu yang bernama Ni Luh Sugiani dengan jumlah pengiriman masing-masing Rp 150 juta, Rp 300 juta, dan Rp 50 juta. Selain itu, saat menangkap Putu di rumah dinasnya di kawasan Ulujami, Jakarta Selatan, Tim Satgas KPK juga turut menyita uang sebesar 40.000 Dollar Singapura. Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Putu, Novianti, dan Suhemi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sementara Yogan dan Suprapto dijerat dengan Pasal 5 huruf a dan Pasal 13 Undang-undang Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. [F-5]