Pemerintah tidak bisa hanya bergantung pada industri dalam negeri. Meski industri tidak kesulitan memproduksi oksigen murni, ada kendala berupa keterbatasan tabung wadah oksigen yang mayoritas masih diimpor. OlehAGNES THEODORA & HENDRIYO WIDI Jakarta, Kompas -- Pemerintah akan mengimpor oksigen dalam berbagai bentuk untuk memenuhi kebutuhan medis dan penanganan Covid-19 yang melonjak hingga lima kali lipat. Meski sudah memaksimalkan produksi oksigen, industri gas dalam negeri belum tentu mampu mengimbangi permintaan yang diperkirakan akan terus naik.  Direktur Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Fridy Juwono, Senin (5/7/2021) mengatakan, beberapa produsen oksigen multinasional yang mempunyai pabrik di Malaysia dan Singapura akan menyuplai oksigen dari kapasitas menganggur (idle capacity) mereka, mengingat kondisi Covid-19 di kedua negara itu mulai melandai.   Pemerintah pun sedang berkoordinasi dengan para pelaku industri untuk mendata kapasitas oksigen yang bisa diimpor. Targetnya, impor oksigen sebanyak 100 ton per hari. “Mereka sudah komitmen mau membantu, tetapi masih mendata sumbernya. Bisa saja lebih dari 100 ton, bisa juga kurang,” kata Fridy saat dihubungi di Jakarta usai rapat dengan para produsen oksigen.  Karena lonjakan Covid-19 terus meninggi, kebutuhan oksigen nasional meningkat lima kali lipat, dari 400 ton per hari menjadi 2.000 ton per hari. Kementerian Kesehatan menargetkan, target suplai oksigen ke Jawa dan Bali harus mencapai 2.262 ton per hari.  Selama ini, industri dalam negeri memproduksi oksigen sebanyak 866 ribu ton per tahun dengan utilisasi industri 75 persen. Artinya, jumlah produksi riil oksigen adalah 640 ribu per tahun atau 1.753 ton per hari. Mayoritas oksigen sebanyak 458.588 ton digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri seperti baja, smelter nikel, petrokimia, dan lain-lain. Suplai oksigen ke rumah sakit biasanya hanya 181.312 ton per hari atau sekitar 495 ton per hari.   Kini, menyikapi kelangkaan oksigen di lapangan, utilitas industri digenjot hingga 100 persen. Produksi oksigen untuk industri pun wajib dialihkan 90 persen untuk kebutuhan medis. Dengan demikian, ada 575 ribu ton per tahun atau 1.575 ton per hari oksigen dalam negeri yang akan dialokasikan untuk medis.  Beberapa industri oksigen besar, seperti Samator Group, LINDE Indonesia, Petrokimia Gresik dan LINDE Indonesia, Air Products Indonesia, Air Liquide Indonesia, dan Iwatani Industrial Gas Indonesia, berkomitmen memasok oksigen medis di Pulau Jawa yang totalnya 1.315 ton per hari. Industri oksigen kecil juga akan dikerahkan untuk mengonversi produksi gas oksigen ke oksigen farmasi. Kendati demikian, untuk mengantisipasi kekurangan dari produksi dalam negeri, impor tetap akan dilakukan. Fridy mengatakan, sejauh ini, impor masih akan dilakukan secara business to business (B2B), mengingat produsen oksigen dalam negeri sudah mempunyai distributor yang memiliki stasiun pengisian oksigen sendiri. Beberapa perusahaan juga selama ini sudah rutin melakukan importasi. Namun, kalau prosesnya sulit atau lambat, pemerintah akan turun tangan untuk mengimpor. “Kami terus monitor, kalau diperlukan, pemerintah akan impor. Tentunya, setelah dihitung bersama industri berapa oksigen yang kita butuhkan,” katanya. Jenis oksigen yang akan diimpor antara lain, oksigen cair yang akan dikirim melalui tangki (iso tank), oksigen konsentrator, dan tabung oksigen sebagai wadah oksigen cair. Kemenperin telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan agar urusan impor bisa lancar dilakukan tanpa kendala teknis di lapangan.  “Kami minta agar clearance-nya bisa cepat. Seharusnya tidak ada masalah, karena oksigen ini kalau tidak salah bukan barang lartas (barang impor yang dilarang atau dibatasi),” kata Fridy.  Ia mengatakan, pemerintah masih akan mengoptimalkan oksigen hasil produksi dalam negeri, termasuk mengalokasikan stok oksigen dari daerah luar Jawa ke zona merah di Jawa. “Misalnya, stok dari Batam kita geser ke Jawa. Jadi, langkah impor itu yang terakhir,” katanya.  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan, impor dapat dilakukan untuk membeli oksigen konsentrator. Oksigen konsentrator adalah alat yang berfungsi menyediakan oksigen dengan cara memproses udara bebas di sekitarnya menjadi oksigen murni. Berbeda dengan tabung oksigen, oksigen konsentrator tidak perlu diisi ulang terus-menerus. Luhut berharap oksigen konsentrator bisa tersedia pada Selasa (6/7/2021) atau Rabu (7/7/2021). Ia menugaskan Kemenperin segera memastikan kapasitas dan sumber untuk oksigen impor serta memastikan kedatangan oksigen tersebut. Terkait kelancaran impor dan distribusi, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Kemendag dan pemangku kepentingan terkait berkomitmen untuk memperlancar distribusi obat-obatan dan alat kesehatan yang dibutuhkan selama penanganan Covid-19. Peredarannya juga akan diawasi agar tidak terhambat atau dimanfaatkan pihak-pihak tertentu. Kemendag juga akan memastikan impor-impor kebutuhan medis, termasuk oksigen konsentrator, untuk penanganan Covid-19 tidak terhambat baik di negara asal atau ketika sampai di Indonesia. “Khusus untuk oksigen, produk tersebut memang sudah masuk daftar barang impor yang dibutuhkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk penanganan Covid-19,” kata Lutfi. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menambahkan, pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan oksigen dari dalam negeri. Untuk oksigen konsentrator, Indonesia tengah menunggu bantuan dari Pemerintah Taiwan kurang lebih sebanyak 200 unit. Kemampuan produksi Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Hulu dan Petrokimia Achmad Widjaja mengatakan, pemerintah tidak bisa hanya bergantung pada produksi oksigen dari dalam negeri. Meskipun industri tidak kesulitan untuk memproduksi oksigen murni, tetapi kendalanya adalah keterbatasan tabung sebagai wadah menyimpan oksigen.  Produsen dalam negeri selama ini belum bisa membuat tabung oksigen sendiri dan masih bergantung pada tabung impor. Sementara, saat ini, mulai terjadi kelangkaan tabung oksigen karena stok yang ada tersebar dan menumpuk di rumah sakit dan masyarakat. Ia memperkirakan, tabung oksigen yang beredar di Indonesia berkisar tidak lebih dari 1 juta buah.  “Jadi, kalau sekarang produksi mau ditambah untuk medis, saya pikir mustahil tercukupi. Lebih baik impor dari negara lain yang produsennya banyak dan stoknya siap. Satu-satunya jalan adalah menyediakan tabung baru. Kalau oksigennya bukan masalah, bahannya kan tidak terhingga,” kata Achmad.  Menurutnya, saat ini, semua industri gas sudah maksimal mengalokasikan kapasitas produksinya untuk menyediakan oksigen medis. “Semua sudah full memikirkan oksigen untuk urusan medis, tidak ada lagi yang memikirkan gas nitrogen (untuk industri),” katanya.  Selain mengimpor tabung untuk menampung oksigen cair, ia mengusulkan pemerintah memperbanyak impor oksigen portabel yang bisa diakses dan digunakan masyarakat secara lebih fleksibel. Ia juga meminta pemerintah mengambil alih impor agar prosesnya lebih cepat. “Kalau pemerintah yang mengomando, segala jalur bisa dipakai asal terbuka, karena kondisinya sudah darurat,” katanya.