Penerapan PPKM Darurat membuat rencana pembelajaran tatap muka terbatas tertunda. Terbatasnya wilayah-wilayah yang masuk zona aman dan vaksinasi guru yang belum mencapai target menjadi tantangan tersendiri. OlehMB DEWI PANCAWATI Opsi pembelajaran tatap muka terbatas masih menghadapi kendala. Terbatasnya wilayah-wilayah yang masuk zona aman dan vaksinasi guru yang belum mencapai target menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, kesiapan sekolah menyediakan sarana prasarana penunjang protokol kesehatan yang memadai juga masih menjadi pekerjaan rumah. Tahun Ajaran Baru 2021/2022 yang dimulai 12 Juli 2021 mestinya menjadi awal dimulainya tatanan “normal baru” dalam dunia pendidikan, setelah satu tahun lebih menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat pandemi. Empat menteri (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri), kembali mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) untuk keempat kalinya pada Maret 2021 guna menyesuaikan kebijakan nasional dengan perkembangan penanganan pandemi. Sebelumnya, dengan pertimbangan untuk mengurangi risiko semakin melebarnya “Learning Loss” akibat PJJ dan juga sudah dilaksanakannya vaksinasi untuk guru, maka SKB empat menteri tersebut mewajibkan satuan pendidikan untuk memberikan opsi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas pada tahun ajaran baru dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Jika sudah memenuhi persyaratan, seperti guru sudah divaksin, daftar periksa sudah terpenuhi, dan tentu saja sudah mendapat ijin dari orangtua, PTM Terbatas bisa dijalankan bertahap, bahkan sebelum tahun ajaran baru dimulai. Namun, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat khususnya Jawa dan Bali yang dikeluarkan pemerintah akibat semakin melonjaknya kasus konfirmasi positif Covid-19, membuat kebijakan dalam sektor pendidikan ini pun terimbas. Salah satu ketentuan PPKM Darurat antara lain mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah (secara daring). Dengan demikian, sekolah-sekolah di Jawa dan Bali praktis tidak bisa menjalankan PTM Terbatas seperti yang sudah dipersiapkan, paling tidak selama PPKM Darurat berlangsung sepanjang 3 - 20 Juli 2021. Itu pun kondisinya masih dinamis melihat hasil evaluasi pelaksanaan PPKM Darurat setelah 20 Juli nanti. Zona Aman Terbatas Survei yang dilakukan Kemendikbudristek sampai dengan 27 Juni 2021 mendapat gambaran, sekitar 33,98 persen dari 202.142 satuan pendidikan yang menjadi responden mulai jenjang PAUD hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sudah menjalankan PTM. Sementara masih ada 66,02 persen yang belum membuka sekolah untuk kegiatan belajar mengajar. Tahun Ajaran Baru 2021/2022 seyogyanya akan menjadi awal semakin banyak sekolah yang membuka kembali PTM meskipun terbatas, misalnya jumlah siswa maksimal 50 persen, durasi jam pelajaran hanya sekitar 2 jam, serta tetap menjalankan PJJ (blended learning). Namun kerinduan siswa untuk bertemu kembali dengan guru dan teman-temannya terkendala adanya PPKM Darurat. Bagaimanapun, kesehatan dan keselamatan siswa dan guru harus menjadi prioritas mengingat kasus konfirmasi positif Covid-19 pada anak juga semakin meningkat. Meskipun demikian, kebijakan PPKM Darurat bagi Pulau Jawa dan Bali ini tidak menutup kemungkinan bagi daerah lain untuk tetap menjalankan PTM Terbatas pada tahun ajaran baru 2021/2022. Untuk itu, pemerintah tidak menunda atau membatalkan SKB empat menteri tersebut, tetapi menyesuaikan dengan kondisi perkembangan Covid-19 di wilayah masing-masing. Paling tidak bisa dilihat dari zona risiko wilayah bersangkutan. Tidak bisa disamaratakan untuk semua wilayah. Berdasarkan data laman Covid19.go.id, peta sebaran risiko pada 4 Juli 2021 menunjukkan, dari 27 provinsi (385 kabupaten/kota) yang tidak terdampak aturan PPKM Darurat, hanya ada 5 provinsi dengan beberapa kabupaten/kota masuk dalam zona hijau (zona aman). Diantaranya Provinsi Sumatera Utara (7 kab/kota), Nusa Tenggara Timur (2), Maluku (2), Papua (4), dan Papua Barat (1). Daerah-daerah itulah yang aman untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah. Beberapa diantaranya adalah daerah 3T (Terluar, Terpencil, dan Tertinggal) yang sangat terkendala dalam proses pembelajaran jarak jauh selama pandemi. Selebihnya adalah kabupaten/kota yang masuk dalam zona kuning (risiko penyebaran Covid-19 rendah). Di wilayah ini masih dimungkinkan untuk memberikan opsi pembukaan kembali sekolah. Namun, ada 47 kabupaten/kota di 6 provinsi di luar Jawa dan Bali yang tidak memiliki daerah masuk kategori zona kuning maupun hijau, sehingga PTM Terbatas belum bisa dijalankan. Keenam provinsi tersebut adalah Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Gorontalo. Sementara 15 Kabupaten/Kota (Kota Medan, Batam, Tanjung Pinang, Padang, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Bandar Lampung, Pontianak, Singkawang, Balikpapan, Bontang, Mataram, Manokwari, Sorong, dan Kabupaten Berau) yang terkena aturan PPKM Darurat pada 12-20 Juli 2021, sudah pasti tidak bisa menjalankan PTM Terbatas. Dengan demikian, dari 385 kabupaten/kota di luar Jawa dan Bali, hanya 122 (31,69 persen) saja yang bisa menjalankan PTM Terbatas. Dan hanya di provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua yang lebih dari separuh wilayahnya bisa melaksanakan PTM Terbatas. Dari data tersebut, terlihat untuk melakukan PTM Terbatas pun masih terbatas daerah-daerah yang bisa menjalankannya. Namun kondisi persebaran risiko Covid-19 ini masih dinamis. Diharapkan semakin banyak daerah yang masuk zona kuning, bahkan hijau agar semakin banyak yang bisa membuka sekolah kembali. Vaksinasi Guru Belum Tuntas Selain zona risiko penyebaran Covid-19 di daerah, vaksinasi guru menjadi salah satu pendorong dibukanya kembali sekolah untuk kegiatan belajar mengajar di tengah “kenormalan baru” akibat pandemi. Salah satu syarat untuk bisa melakukan PTM Terbatas adalah guru dan tenaga kependidikan dalam sekolah tersebut sudah menerima vaksin Covid-19 lengkap. Pemerintah pun berupaya mengejar target 5,6 juta guru dan tenaga kependidikan selesai di vaksin pada Bulan Juni. Namun, sampai dengan 10 Juli 2021 pk.12.00, Kementerian Kesehatan mencatat baru 38 persen (2.135.295) pendidik dan tenaga kependidikan yang menerima vaksinasi dosis 1 dan 27 persen (1.519.266) yang sudah menerima vaksin lengkap (dosis 2). Hanya DKI Jakarta dan DI Yogyakarta saja yang lebih separuh tenaga pendidiknya sudah divaksin Covid-19 lengkap. Sementara Aceh menjadi daerah dengan cakupan vaksinasi guru terendah, bahkan belum mencapai 1 persen (0,37 persen). Belum tuntasnya vaksinasi pada guru sebagai salah satu kelompok yang diprioritaskan ini antara lain disebabkan masih terbatasnya ketersediaan vaksin di luar Jawa. Upaya untuk mendorong pembelajaran tatap muka agar kembali bisa dijalankan terus dilakukan dengan melindungi guru dan siswa dari paparan Covid-19. Terbaru adalah program vaksinasi pada anak usia 12-17 tahun sedang masif digalakkan. Akselerasi vaksinasi pada anak ini mendapat respon positif dari masyarakat, selain agar kekebalan kelompok anak segera terbentuk, anak-anak dan orangtua juga merasa aman jika kembali belajar di sekolah. Data Kementerian Kesehatan mencatat, dalam 10 hari sejak dimulai pada 1 Juli 2021 sudah ada 119.198 anak/remaja 12-17 tahun yang menerima vaksin Covid-19. Hal ini tentu menjadi berita yang menggembirakan karena anak juga termasuk kelompok yang rentan terhadap paparan Covid-19. Data Satgas Nasional Covid-19 menyebutkan, sebanyak 3,31 persen kasus positif adalah kelompok anak usia 13-18 tahun. Kerentanan anak di lingkungan pendidikan juga tergambar dari munculnya kluster sekolah di sejumlah daerah dimana siswa dan guru terpapar virus korona sementara pembelajaran tatap muka belum sepenuhnya dijalankan. Selain masih terbatasnya daerah yang aman dan cakupan vaksinasi guru untuk menggelar PTM Terbatas, hal penting lainnya yang harus dipenuhi adalah pengisian daftar periksa. Terkait kesiapan sekolah mengisi daftar periksa ini, ketersediaan sarana prasarana penunjang protokol kesehatan di sekolah terlihat baru sekitar 50 persen sekolah yang siap dengan toilet, tempat cuci tangan dengan sabun, dan ketersediaan disinfektan. Kedisiplinan sekolah untuk mengisi daftar periksa dan menyediakan sarana prasarana kesehatan yang memadai ini juga menjadi catatan penting. Semua pihak (pemerintah daerah, institusi pendidikan, guru, orangtua, dan siswa) harus siap dan berperan aktif untuk mendukung kenormalan baru dunia pendidikan agar bisa menjalankan PTM Terbatas dengan tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan warga sekolah. (LITBANG KOMPAS)