Oleh AGUSTINA PURWANTI Kegairahan masyarakat berburu produk susu kemasan di masa pandemi menjadi momentum untuk meningkatkan konsumsi susu. Selama ini, konsumsi susu di Indonesia tergolong rendah dibanding negara lain. Besaran pengeluarannya pun hanya separuh dari belanja untuk rokok dan tembakau. Beberapa waktu terakhir, muncul fenomena masyarakat berburu susu kemasan tertentu lantaran dipercaya berkhasiat menangkal virus korona penyebab Covid-19. Sebagian masyarakat berbondong-bondong menuju supermarket, minimarket, hingga warung-warung kecil untuk mendapatkan susu itu. Fenomena itu bahkan viral dan menjadi trending di Twitter pada 3 Juli 2021 saat masyarakat berebut membeli susu kemasan kaleng di sebuah minimarket. Tingginya permintaan berujung pada melonjaknya harga susu kemasan ini. Pada situasi normal, harganya kurang dari Rp 10.000 per kaleng. Namun, berdasarkan pemantauan di sejumlah lokapasar, hingga Rabu (7/7/2021), harganya mencapai dua kali lipat, Rp 13.000 hingga 20.000 per kaleng. Tidak hanya harga yang merangkak naik, ketersediaannya pun mulai terbatas. Ike Erlinawati (25), warga Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mengaku kesulitan mencari susu yang tengah viral tersebut. Ike menyebut membutuhkan susu kaleng itu sebagai penguat menjelang vaksinasi Covid-19 keesokan harinya. Merespons fenomena ini, pihak produsen susu menyatakan akan berupaya menjaga tingkat produksi agar permintaan yang tinggi dapat diimbangi dengan ketersediaan produk yang memadai. Meski demikian, sejatinya upaya meningkatkan kekebalan tubuh tidak hanya dipenuhi oleh susu kemasan tersebut. Susu segar lainnya memiliki kandungan serupa. Susu merupakan salah satu komponen makanan bergizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), susu mengandung protein, vitamin A, vitamin B12, dan mineral lain. Kandungan itu disebut mampu meningkatkan imunitas tubuh dan bermanfaat bagi kesehatan. Tak mengherankan, masyarakat berburu susu kemasan dengan dalih meningkatkan daya tahan tubuh. Hal tersebut dilakukan di tengah kepanikan warga akibat melonjaknya jumlah kasus harian Covid-19. Pada Kamis (15/7/2021), ada 56.757 kasus baru Covid-19 di Indonesia. Jumlah itu meningkat tajam dibandingkan dengan jumlah kasus baru pada 2 Juli yang mencapai 25.830.     Konsumsi meningkat Sebelum kemunculan fenomena susu kemasan tersebut, konsumsi susu di Indonesia sudah tercatat meningkat di awal pandemi, tecermin dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Maret 2020. Dalam laporan yang disusun Badan Pusat Statistik itu disebutkan, rata-rata konsumsi kalori kelompok telur dan susu pada Maret 2020 sebesar 60,62 kilokalori (Kkal) per kapita sehari. Dibandingkan dengan setahun sebelumnya, angka itu naik 0,70 persen. Meski minim, hal itu lebih baik ketimbang konsumsi sayur-sayuran (minus 1,28 persen) dan buah-buahan (minus 3,41 persen). Rata-rata konsumsi proteinnya pun meningkat. Tahun 2019, rata-rata konsumsi protein dari telur dan susu 3,42 gram per kapita sehari. Namun, tahun 2020, pada awal masa pandemi, konsumsinya naik menjadi 3,47 gram per kapita sehari. Dalam ilmu gizi, kalori merupakan energi yang diperoleh dari makanan dan minuman serta penggunaan energi dalam aktivitas fisik. Adapun protein merupakan kunci nutrisi penting yang berguna untuk membentuk sel-sel baru dalam tubuh. Protein juga memengaruhi kerja enzim, hormon, dan kekebalan tubuh. Secara global, penjualan produk susu dunia meningkat pada 2020. Dalam laporan tahunan yang disusun Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), perdagangan susu internasional di masa pandemi meningkat 1,2 persen. Peningkatan didorong oleh beberapa negara Asia dan Timur Tengah. Tren peningkatan konsumsi susu saat pandemi juga terjadi di Amerika Serikat. Bahkan, hasil survei yang dilakukan oleh McKinsey menunjukkan, 70 persen responden akan mempertahankan pola tersebut meski pandemi telah usai. Di Indonesia, kenaikan konsumsi susu turut berdampak pada peningkatan tren penjualan susu. Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan di Pasuruan, Jawa Timur, misalnya, mencatat kenaikan produksi susu sapi 35 persen di tengah pandemi. Geliat industri susu juga tampak dari dibukanya pabrik baru PT Frisian Flag, salah satu produsen olahan susu terbesar di Indonesia. Nilai investasi proyek yang diresmikan pada 9 Maret 2021 itu Rp 3,8 triliun. Meski demikian, sosialisasi dan kampanye pentingnya konsumsi susu pada masyarakat masih perlu dilakukan. Penyebabnya, tingkat konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan data BPS, konsumsi susu oleh masyarakat Indonesia 16,23 kg per kapita per tahun pada 2019. Adapun tahun 2016 tingkat konsumsi susu di negara ASEAN lainnya lebih dari 20 kg per kapita per tahun. Outlook Susu 2016 yang disusun Kementerian Pertanian menyebutkan, tingkat konsumsi susu di Thailand dan Myanmar 22,9 dan 27,5 kg per kapita per tahun. Bahkan, di Malaysia mencapai 37,3 kg per kapita per tahun, dua kali lipat konsumsi susu di Indonesia. Konsumsi itu termasuk produk olahan yang mengandung susu. Di tingkat global, India merupakan negara dengan konsumsi susu cair tertinggi. Kontribusinya 32,20 persen dari total konsumsi susu cair di seluruh dunia tahun 2012-2016. Amerika Serikat dan China menduduki posisi kedua dan ketiga dengan kontribusi 15,30 persen dan 8,36 persen dari total konsumsi susu cair dunia. Adapun konsumsi susu di Indonesia didominasi oleh susu bubuk dan kental manis. Padahal, kandungan gula pada kental manis lebih dominan. Pengeluaran masyarakat Indonesia untuk produk susu juga masih minim. Susenas BPS Maret 2020 menunjukkan, rata-rata pengeluaran per kapita untuk telur dan susu hanya Rp 34.860 per bulan. Padahal, rata-rata total belanja masyarakat untuk makanan setiap bulan Rp 603.238. Dengan kata lain, hanya 5,8 persen yang digunakan untuk belanja telur dan susu. Ironisnya, alokasi belanja itu hanya separuh dari pengeluaran untuk rokok dan tembakau. Pada periode yang sama, rata-rata pengeluaran per kapita untuk rokok dan tembakau Rp 73.442 per bulan. Kontribusinya mencapai 12,2 persen dari total belanja masyarakat dan menduduki posisi kedua tertinggi setelah belanja untuk makanan dan minuman jadi. Pandemi Covid-19 yang tengah melanda menjadi momentum untuk mengatasi ketertinggalan tersebut. Fenomena viralnya pembelian susu di tengah lonjakan kasus korona jangan sampai berhenti pada latah sesaat. Sosialisasi pentingnya susu bagi kesehatan perlu terus dilakukan untuk mendorong konsumsi susu di Indonesia. Tingkat konsumsi susu yang minim dapat berdampak pada rendahnya kualitas gizi masyarakat yang berujung pada rendahnya indikator lain, seperti angka harapan hidup dan indeks kualitas pembangunan manusia. (LITBANG KOMPAS)