Sejumlah kendala masih terjadi saat pelaksanaan PPKM darurat Jawa-Bali yang berlangsung selama satu pekan ini. Melihat kendala yang ada, diperlukan upaya ekstra secara lebih tegas dan konsisten untuk mencapai target. Oleh DEBORA LAKSMI INDRASWARI Sepekan penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat Jawa-Bali, lonjakan kasus korona dan kematian pasien Covid-19 masih terus terjadi. Masih banyaknya pelanggaran disiplin kesehatan dan belum terpenuhinya target pengetesan dari pemerintah menjadi ujian keseriusan dalam menjalankan PPKM darurat. Merespons lonjakan kasus Covid-19, pemerintah telah menerapkan PPKM darurat untuk wilayah Jawa-Bali mulai 3 Juli sampai 20 Juli 2021. Sebanyak 122 kabupaten dan kota di wilayah ini harus membatasi kegiatan masyarakat lebih ketat dibandingkan kebijakan pembatasan sebelumnya. Tujuannya, untuk menekan laju penularan di Jawa-Bali yang menjadi episentrum lonjakan kasus. Namun, kasus Covid-19 tidak langsung berkurang pada sepekan berlakunya PPKM. Hingga hari ketujuh penerapan kebijakan ini, kasus Covid-19 terus meningkat. Bahkan, pada 8 Juli 2021, penambahan kasus harian menjadi yang tertinggi sepanjang pandemi di Indonesia. Situasi ini dapat dipahami sebagai hasil dari pelacakan dan tes Covid-19 yang lebih banyak dilakukan. Jumlah kasus baru pada Jumat (9/7/2021) mencapai 38.124 kasus. Dari jumlah tersebut, 30.424 kasus atau 79,8 persennya berasal dari Jawa-Bali. Jika dilihat dari trennya selama tujuh hari berlakunya PPKM darurat, belum ada tanda-tanda penurunan kasus Covid-19. Secara nasional, pada periode 3-9 Juli 2021, rata-rata penambahan kasus mencapai 32.400 per hari. Serupa dengan kondisi nasional, di wilayah Jawa dan Bali terdapat rata-rata 25.900 kasus baru per hari. Angka ini meningkat 38 persen dibandingkan pekan lalu dengan rata-rata 18.800 kasus per hari. Rata-rata kasus meninggal dalam sehari juga meningkat sebesar 62 persen dibandingkan pekan sebelumnya, dari 370 kasus per hari menjadi 597 kasus per hari pada 9 Juli 2021. Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, terdapat dua provinsi yang mengalami lonjakan kasus lebih dari 50 persen, yaitu Bali dan Jawa Timur. Kenaikan rata-rata kasus baru per hari di Bali mencapai 64 persen dibandingkan sepekan sebelumnya. Pada 3 Juli 2021, rata-rata kasus harian di ”Pulau Dewata” adalah 253 kasus. Sementara saat ini, rata-rata kasus baru dalam sepekan mencapai 458 kasus per hari. Sementara peningkatan kasus harian di Jawa Timur sebesar 54 persen dibandingkan minggu lalu. Rata-rata kasus per hari naik dari 1.209 kasus menjadi 1.984 kasus. Melihat tren kenaikan kasusnya, lonjakan penularan Covid-19 diperkirakan masih akan terus terjadi. Tes dan pelacakan Perkiraan tersebut sangat mungkin terjadi mengingat upaya tes dan pelacakan sedang ditingkatkan. Dalam situasi seperti saat ini, peningkatan tes dan pelacakan diperlukan agar dapat mengetahui kondisi pandemi yang sesungguhnya. Karena itu, tes dan pelacakan turut menjadi bagian dari strategi PPKM darurat. Menteri Kesehatan menyebutkan, target tes Covid-19 ditingkatkan dari 100.000 per hari menjadi 400.000-500.000 per hari mengikuti standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO menginstruksikan tes Covid-19 dilakukan minimal untuk setiap satu dari 1.000 penduduk di suatu wilayah. Standar ini digunakan saat positivity rate (rasio kepositifan) di bawah 5 persen. Jika situasi bertambah buruk, yaitu rasio kepositifan mingguan lebih dari 5 persen dan kurang dari 15 persen, setidaknya lima dari 1.000 penduduk dites setiap minggunya. Kemudian, jika rasio kepositifan mingguan mencapai 15-24 persen, setidaknya 10 dari 1.000 penduduk dites setiap minggu. Lebih dari itu, sebanyak 15 per 1.000 orang harus dites setiap minggu. Sayangnya, hingga 9 Juli 2021, jumlah orang yang dites baru 142.005 orang. Jika dihitung, rasio jumlah orang dites per minggu hanya 3 per 1.000 orang. Memang jumlah ini meningkat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, angka ini masih jauh dari target rencana pemerintah ataupun standar WHO.   Menurut WHO, per 9 Juli 2021 seharusnya Indonesia melakukan tes terhadap 581.500 penduduk per hari. Hal ini didasarkan pada standar WHO, yaitu pengetesan 15 per 1.000 penduduk per minggu jika rasio kepositifan mencapai 25 persen atau lebih. Kondisinya saat ini rasio kepositifan mingguan Indonesia mencapai 26,9 persen. Dengan demikian, dibutuhkan empat kali lipat tes Covid-19 di masyarakat. Dengan jumlah tes Covid-19 saat ini, gambaran situasi pandemi di Indonesia belum benar-benar jelas. Jika tes terus ditingkatkan seusai standar WHO, seharusnya kasus Covid-19 yang terdeteksi jauh lebih banyak. Karena itu, perkiraan itu perlu dihadapi dengan menyediakan lebih banyak ruang dan layanan perawatan. Sebab, saat ini saja ruang perawatan penuh karena pasien membeludak. Per 5 Juli, angka keterpakaian tempat tidur (BOR) rumah sakit rujukan di enam provinsi di Jawa sudah melebihi standar 70 persen. Keenam provinsi itu adalah Banten (91,63 persen), Jawa Barat (89,99 persen), DI Yogyakarta (89,48 persen), DKI Jakarta (87,51 persen), Jawa Tengah (86,66 persen), dan Jawa Timur (81,58 persen). Tidak hanya kekurangan tempat perawatan, kelangkaan oksigen dan obat-obatan juga harus dihadapi akibat lonjakan kasus. Sejumlah rumah sakit, seperti di Rembang dan Solo, Jawa Tengah, masih melaporkan adanya krisis oksigen. Hal yang sama terjadi di RS Wisma Atlet. Meskipun kapasitas oksigen sentral dan tabung oksigen terus ditambah, RS Wisma Atlet masih terus membutuhkan pasokan karena semakin banyak pasien kritis yang membutuhkan. Pelanggaran Hal lain yang menjadi kendala pelaksanaan PPKM darurat setelah seminggu berlaku adalah banyaknya pelanggaran oleh masyarakat. Hal ini ditemukan oleh pihak pemerintah daerah yang melakukan sidak dan pengawasan di wilayahnya. Dalam operasi yustisi yang dilakukan satgas penegakan hukum DKI Jakarta pada Senin (5/7/2021), ditemukan pelanggaran oleh 103 perusahaan. Perusahaan-perusahaan non-esensial itu masih mewajibkan karyawannya bekerja dari kantor. Selain perusahaan, pelanggaran juga banyak terjadi di rumah makan dan kafe. Aturan PPKM darurat menyebutkan, rumah makan tidak diperbolehkan membuka layanan makan di tempat. Sanksi telah diberikan berupa penyegelan atau penutupan usaha, denda, hingga sanksi pidana. Hal ini sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat, yaitu pemberian sanksi administratif hingga penutupan usaha. Masih dibukanya sektor non-esensial ini menyebabkan pembatasan mobilitas masyarakat menjadi kurang optimal. Dengan situasi ini, penurunan mobilitas masyarakat kurang dari 30 persen. Jika memperhitungkan ancaman varian Delta yang lebih ganas, penurunan mobilitas harus ditingkatkan menjadi 50 persen. Melihat kendala-kendala penerapan PPKM darurat yang berlangsung selama satu pekan ini, diperlukan upaya ekstra secara lebih tegas dan konsisten. Tidak hanya untuk tes dan pelacakan serta penindakan pelanggaran, tetapi juga untuk layanan perawatan di fasilitas kesehatan, penyediaan oksigen dan obat-obatan, dan isolasi mandiri. Upaya tersebut termasuk memastikan percepatan vaksinasi tetap terlaksana. Apalagi, hingga saat ini baru 35,8 juta orang yang mendapat vaksinasi pertama dan 14,9 juta orang yang menerima vaksinasi kedua. Capaian ini masih jauh dari target vaksinasi, yaitu 181,55 juta orang. Selain itu, dukungan anggaran juga harus menjadi prioritas pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk realokasi untuk bantuan sosial; penambahan layanan kesehatan, ruang perawatan, dan ruang isolasi; penambahan jumlah ambulans; serta jaminan ketersediaan obat dan oksigen medis yang semakin susah didapatkan seiring lonjakan kasus korona. Kehadiran pemerintah untuk mengatasi problem-problem darurat yang dirasakan masyarakat saat ini dapat menambah tumbuhnya kepercayaan masyarakat untuk mengikuti disiplin protokol kesehatan. Laporan Monitoring Kepatuhan Protokol Kesehatan per 4 Juli 2021 menunjukkan naiknya partisipasi warga dalam mencegah penularan virus kroona. Meski demikian, masih ada 10,7 persen warga yang tidak memakai masker di lokasi kerumunan serta 12,3 persen masyarakat yang tidak menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Untuk mencapai tujuan PPKM darurat, dibutuhkan kerja sama semua pihak, yaitu pemerintah pusat dan daerah, swasta, serta masyarakat. Tanpa partisipasi dan kesatuan tujuan untuk mengatasi pandemi, PPKM darurat tidak akan berjalan maksimal. Apalagi, tidak tertutup kemungkinan kebijakan ini diperpanjang mengingat laju penularan yang masih tinggi dan banyaknya pelanggaran di masyarakat. (LITBANG KOMPAS)