MANADO, KOMPAS — Selama empat bulan terakhir, 2.603 warga negara China masuk ke Indonesia lewat Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara. Mereka adalah tenaga kerja asing yang bekerja di sejumlah lokasi di Sulawesi dan Maluku Utara. Kantor Imigrasi Kelas I Manado mencatat kedatangan 2.603 warga negara China ke Indonesia selama Juni hingga September 2020 melalui Bandara Sam Ratulangi. Mereka dipastikan menggunakan visa izin tinggal terbatas (vitas), bukan visa wisata. Jumlah kedatangan warga negara China cenderung meningkat, dimulai dengan 261 orang pada Juni. Kedatangan berganda menjadi 541 orang pada Juli, 632 orang pada Agustus, dan 1.169 orang pada September. Kedatangan tenaga kerja asing (TKA) masih berlanjut pada Oktober, tetapi Kantor Imigrasi Manado belum merekapitulasi datanya. ”Warga negara China tersebut akan bekerja di proyek-proyek strategis nasional. Mereka datang untuk transit saja. Sejak pandemi Covid-19, pemerintah belum membuka pintu masuk untuk pariwisata,” kata Jeacky Gerung, Kepala Seksi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor Imigrasi Manado, di kantornya, Rabu (21/10/2020). Kepala Kantor Imigrasi Manado Arthur Mawikere mengatakan, para TKA tersebut datang dengan pesawat carter dari China untuk singgah di Manado selama maksimal dua hari. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan ke lokasi tambang dan smelter nikel di Morowali (Sulawesi Tengah), Konawe (Sulawesi Tenggara), dan Halmahera Selatan (Maluku Utara). Pada Juni dan Juli, kedatangan para TKA China di Sulawesi Tenggara setelah transit di Manado disambut penolakan dan demonstrasi masyarakat di Kendari. Para pengunjuk rasa kala itu menuduh 500 TKA China yang akan bekerja di PT VDNI dan PT OSS di Konawe itu hanya memiliki visa wisata, bukan vitas. Pada 26 September, 168 TKA China tiba di Manado dari Ningbo, China, dengan pesawat carter sebelum melanjutkan perjalanan ke tambang nikel PT Harita Group di Bacan, Halmahera Selatan, dengan pesawat Sriwijaya Air. Pada 6 Oktober, empat pesawat yang mengangkut TKA China meninggalkan Manado menuju Morowali untuk bekerja di tambang nikel PT Gunbuster Nickel Industry dengan pesawat Wings Air. Tidak ada kabar penolakan di kedua daerah itu. Terkait hal ini, Arthur mengatakan, tidak mungkin para TKA China diizinkan masuk jika tidak menggunakan vitas yang didapat dari Kedutaan Besar RI di negara asal. Manado pun dipilih sebagai tempat transit karena lokasinya yang strategis. ”Perjalanan dari China yang menuju Morowali, Konawe, dan Halmahera Selatan lebih efektif kalau transit di Manado daripada Jakarta. Mungkin itu alasan mereka masuk dari Manado. Kami dari Kantor Imigrasi Manado hanya menjalankan tugas,” kata Arthur. Meski tidak berstatus wisatawan, Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut mencatat para TKA itu sebagai wisatawan. Alhasil, berita resmi statistik BPS selama Juni, Juli, dan Agustus mencatat secara berturut kedatangan 264, 639, dan 912 wisatawan mancanegara (wisman) asal China. Jumlah itu timpang jika dibandingkan dengan kedatangan wisman di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, selama Juni-Agustus yang berturut hanya 10, 16, dan 12 orang. Padahal, Bali dikenal sebagai pintu masuk utama bagi wisman. Saya sendiri bertanya-tanya, aneh kalau dengar ada wisatawan China. Hal ini juga menimbulkan tanya di kalangan pengelola hotel di Manado. Ketua Asosiasi Manajer Umum Hotel Indonesia (IHGMA) Cabang Sulut dan Gorontalo I Putu Anom mengatakan, belum ada wisman asal China yang singgah di hotelnya, Sintesa Peninsula, sejak pandemi Covid-19 diumumkan di Sulut, Maret lalu. Beberapa hotel lain, seperti Aston Manado dan Swiss-Belhotel Maleosan Manado, pun demikian. ”Saya sendiri bertanya-tanya, aneh kalau dengar ada wisatawan China. Saya duga, ini TKA yang selama ini jadi sorotan karena mereka diduga masuk dengan visa wisata, bukan visa kerja. Seharusnya Kantor Imigrasi, Bea Cukai, dan BPS bisa koordinasi agar bisa memberikan informasi yang jelas untuk masyarakat,” kata Putu. Manajer Umum Hotel Best Western The Lagoon Manado Vino Taroreh juga menyatakan belum ada wisman asal China yang singgah di hotelnya. Pertengahan September lalu, sempat datang tawaran dari Lion Hotel Manado milik maskapai Lion Air untuk menyediakan kamar bagi kurang lebih 100 TKA yang transit, tetapi tidak terealisasi. ”Sekarang tamu kami kebanyakan wisatawan lokal. Kalaupun ada wisman, itu yang pelaku perjalanan individual, misalnya dari Amerika Serikat. Sekarang rata-rata okupansi kami hanya 30 persen,” kata Vino. Menanggapi ini, Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sulut Marthedi Tenggehi mengatakan, para TKA China memang dicatat sebagai wisman karena mereka berstatus transit di Manado. Mereka menginap di hotel hingga dua hari dan melakukan pembelanjaan di Manado. ”Kami catatnya berdasarkan paspor, bukan jenis visa,” katanya. Kepala Seksi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor Imigrasi Manado Jeacky Gerung mengatakan, kantor Imigrasi hanya mencatat kedatangan di pintu masuk. Adapun BPS dan pemerintah provinsi ataupun kabupaten/kota mencatat berdasarkan kunjungan di hotel-hotel. ”Bisa jadi ada warga negara asing yang sudah masuk lewat bandara lain, kemudian melakukan perjalanan domestik ke Sulut. Itu, kan, sudah tidak perlu dicatat lagi di Imigrasi, tetapi perlu dicatat sebagai kunjungan wisman,” kata Jeacky.