Vaksin Merah Putih yang dikembangkan Universitas Airlangga dan PT Biotis telah masuk pada uji praklinis fase kedua. Diharapkan, vaksin ini bisa diproduksi pada semester pertama tahun 2022. Oleh DEONISIA ARLINTA   JAKARTA, KOMPAS — Vaksin Merah Putih yang dikembangkan Universitas Airlangga bersama dengan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia telah masuk pada uji praklinik tahap kedua. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan dengan platform inaktif ini ditargetkan bisa diproduksi massal pada awal 2022. Ketua Peneliti Vaksin Merah Putih dari Universitas Airlangga (Unair) Fedik Abdul Rantam mengatakan, uji praklinik tahap pertama pada pengembangan vaksin Covid-19 dengan platform inaktif (inactivated virus) ini menunjukkan hasil yang menjanjikan. Itu menyangkut pada aspek imunogenisitas (kemampuan untuk memicu respons imun tubuh), keamanan, dan toksisitas.  ”Dari semua pengujian pada praklinik fase satu menunjukkan hasil yang menjanjikan. Sementara ini pengujian praklinik fase kedua masih berjalan. Namun, hasil respons imun, mulai dari fisik sampai fisiologis dari makaka (monyet) yang menjadi subjek penelitian, menunjukkan tren yang lebih baik,” ujarnya dalam konferensi pers Penyerahan Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) kepada PT Biotis di Jakarta, Rabu (18/8/2021). CPOB diperlukan sebagai bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi syarat dari Badan POM dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat, termasuk vaksin. CPOB merupakan cara pembuatan obat yang memastikan mutu dari obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Fedik menyampaikan, dukungan fasilitas laboratorium BSL-3 (Biosafety level 3) yang sebelumnya sempat terkendala kini telah tersedia dengan baik. Karena itu, proses uji praklinik fase kedua yang sedang berjalan saat ini diharapkan bisa lebih baik. Ia menambahkan, proses pengembangan vaksin Covid-19 sudah mempertimbangkan adanya varian dari virus SARS-CoV-2, khususnya varian Delta. Dari hasil sementara, kemampuan netralisasi dari vaksin terhadap varian Delta masih baik.  Direktur Utama PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia FX Sudirman menuturkan, percepatan dalam pengembangan vaksin Covid-19 buatan dalam negeri terus diupayakan, tetapi tetap mengedepankan syarat dan standar yang ditentukan. Diharapkan, keberadaan vaksin ini dapat melengkapi kebutuhan vaksin di Indonesia dan dunia. ”Kami harap bisa memproduksi vaksin Merah Putih ini dalam skala besar pada semester pertama tahun 2022. Tentu ini dengan pendampingan, pengawasan, dan dukungan yang sangat kuat dari Badan POM,” ujarnya. Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan, pendampingan terus dilakukan dalam proses pengembangan vaksin Merah Putih. Pengembangan vaksin yang dilakukan oleh Unair dan PT Biotis telah melalui sejumlah proses, mulai dari proses fill and finish vaksin Covid-19 sampai diberikannya sertifikat CPOB. Secara paralel, proses pembuatan drug substance (kandungan obat) dengan persiapan upstream dan downstream juga dilakukan. Ia menuturkan, dari enam kandidat vaksin Merah Putih yang dikembangkan di Indonesia, vaksin dari Unair dan PT Biotis menunjukkan progres yang paling terdepan. Apabila uji praklinik sudah selesai dijalankan, pelaksanaan uji klinik pada manusia diharapkan bisa segera dimulai. Badan POM akan membantu memfasilitasi pengembangan vaksin Merah Putih, terutama dalam pengawalan regulasi. Hal ini diperlukan agar seluruh proses pengujian sesuai dengan standar internasional yang terkait dengan aspek mutu, keamanan, dan khasiat. Sekalipun percepatan dilakukan, kaidah-kaidah pengembangan obat dan vaksin tetap harus ditegakkan. ”Berbagai percepatan tahapan dan simplifikasi kita lakukan, tetapi keamanan, mutu, dan khasiat tidak bisa kita pertaruhkan,” ucapnya. Penny menyampaikan, dengan diberikannya sertifikat CPOB kepada PT Biotis ini sekaligus menjadi penanda bahwa PT Biotis menjadi produsen vaksin swasta pertama di Indonesia. Selama ini, produksi vaksin dalam negeri hanya dilakukan oleh PT Biofarma yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN). ”Semoga ini menjadi inspirasi untuk perusahaan farmasi swasta lainnya untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam penelitian serta kemandirian dalam kebutuhan obat dan vaksin,” tuturnya.