Perambah Hutan Menyandera Petugas Hutan Harapan di Jambi Dua petugas penjaga hutan di Kawasan Restorasi Ekosistem Hutan Harapan, Kabupaten Batanghari, Jambi, disandera perambah. Perambah dimodali untuk membuka kebun sawit. JAMBI, KOMPAS — Ulah perambah hutan Kawasan Restorasi Ekosistem Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan semakin tak terkendali. Sejumlah orang membakar pos-pos penjaga hutan dan menyandera dua petugas selama 14 jam sejak Kamis (17/6/2021) sore dengan meminta tebusan Rp 450 juta. Mereka akhirnya melepaskan kedua petugas tanpa tebusan pada Jumat pukul 05.30 setelah bernegosiasi dengan Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Batanghari Komisaris Abdul Roni dan anggota Polres Batanghari, yang tiba di lokasi pukul 03.00. Sampai Minggu (20/6/2021), polisi belum menahan seorang pun dari perambah hutan, pembakar pos jaga, dan penyandera petugas. ”Belum, belum,” jawab Kepala Polres Batanghari Ajun Komisaris Besar Heru Ekwanto saat ditanyakan apakah sudah ada pelaku yang ditahan. Saat ini, kata Heru, persoalan itu diteruskan kepada tim mediasi konflik Kabupaten Batanghari. Baca juga: Tantangan Konsesi Restorasi Ekosistem Biaya Tinggi dan Perambahan Hutan Harapan seluas sekitar 98.000 hektar merupakan areal hutan pertama yang ditetapkan pemerintah sebagai Restorasi Ekosistem. Kawasan itu merupakan satu-satunya hutan hujan dataran rendah tersisa yang kondisinya masih terbilang baik. Kawasan ini dihuni lebih kurang 200 keluarga suku Batin Sembilan. Selain itu, kawasan ini merupakan habitat alami bagi 307 spesies burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 spesies tanaman endemik.   KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Tim peneliti ikan dari Universitas Jambi mengumpulkan sampel ikan di perairan air tawar Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan, 3 April 2020. Sebanyak 26 spesies di antaranya berstatus langka dan kritis, seperti harimau sumatera, gajah sumatera, tapir, ungko, anjing hutan, trenggiling, dan rangkong, juga menempati hutan itu. Di samping itu, hidup 1.300 spesies tanaman, yang sebagian besar bermanfaat sebagai bahan makanan dan obat bagi komunitas adat setempat. Secara terpisah, Manajer Perlindungan Hutan Harapan TP Damanik menceritakan, tiga pos dirusak dan dibakar. Dua petugas yang disandera hingga kini masih trauma. ”Kami berharap aparat penegak hukum bertindak tegas menangani persoalan ini,” kata Damanik. Perambahan liar di kawasan hutan itu, lanjut Damanik, berlangsung terorganisasi. Pemodal mendatangkan warga dari luar daerah ke wilayah itu. Sebagian besar berasal dari Sumatera Utara. Pemodal juga memobilisasi pembukaan hutan untuk ditanami bibit sawit. Baca juga: Bisnis Restorasi Ekosistem Hutan Kian Menjanjikan Areal yang telah ditanami sawit dijual kepada pendatang senilai Rp 25 juta-Rp 30 juta per hektar. ”Keuntungan besar telah mereka raup sehingga para pemodal sering menggerakkan massa melakukan tindakan anarkistis agar perambahan dapat terus berjalan,” katanya. Ia menceritakan, dua pekan sebelumnya, perambah memaksa memasukkan alat berat untuk memperbaiki jalan menuju Kawasan hutan di Bungku, Kabupaten Batanghari. Hingga saat ini, sudah lebih dari 3.000 hektar hutan dirambah dalam modus jual beli kebun sawit.   KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Suasana salah satu danau di Hutan Harapan, Jambi, 3 April 2020. Upaya dialog melibatkan petugas Dinas Kehutanan Provinsi Jambi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak membuahkan hasil. Alat berat tetap beroperasi membuka akses demi memperluas perambahan dalam hutan negara itu. Membakar pos jaga Pada Kamis, sedikitnya 50 orang kembali mendatangi kamp-kamp jaga hutan, yakni Pos Simpang Macan, Pos Sungai Kandang, dan Pos 51. Seluruh pos dibakar dalam waktu berdekatan pada Kamis malam. Dua petugas jaga Pos Simpang Macan lantas disandera sejak pukul 16.30 hingga keesokan harinya, pukul 06.30. Para penyandera baru melepaskan dua petugas hutan setelah didatangi aparat Polres Batanghari dipimpin Komisaris Abdul Roni. ”Tuntutan uang tidak dapat dipenuhi,” kata Abdul.   KOMPAS/RHAMA PURNA JATI Sejumlah demonstran dari Koalisi Perusakan Hutan Sumatera Selatan-Jambi berunjuk rasa saat di depan Hotel Santika Palembang, Rabu (27/3/2019). Mereka menuntut agar jalan batubara tidak dibangun di dalam kawasan hutan harapan. Tampubolon, warga yang turut dalam aksi, menyatakan, pembakaran dan penyanderaan dilakukan sebagai bentuk protes terhadap perusahaan pemangku izin restorasi ekosistem. Masuknya alat berat ke dalam wilayah itu untuk memperbaiki jalan yang rusak. ”Kondisi jalan sudah hancur sepanjang 10 kilometer. Kami bermaksud memperbaiki tetapi dilarang petugas,” ujarnya. Dalam prosesnya, lanjut Tampubolon, ada petugas yang bersikap kasar terhadap warga. Sikap itu yang memicu kemarahan warga.