Sasaran Pendidikan. Pembelajaran ”Touch Inner”. Sasaran pendidikan seharusnya pada dimensi perilaku psikis/hati dan spiritual, bukan saja dimensi otak, sikap, dan psikomotor. Sebab, pendidikan merupakan pendelegasian secara bertahap perilaku kedewasaan. Oleh OONG KOMAR. Dilansir dari berbagai sumber bahwa kurikulum adalah seperangkat pedoman penyelenggaraan kegiatan pendidikan (tujuan, isi/bahan pelajaran, metode dan evaluasi) untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum yang berlaku saat ini merupakan alat yang menjadi arah dan memberikan pedoman pelaksanaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum memberikan tuntutan kepada lembaga pendidikan agar melahirkan keluaran (out-put) yang diprediksi mampu menjamin masa depan peserta didik dengan gambaran kondisi perubahan masyarakat pada beberapa tahun mendatang. Sekilas gambaran situasi tersebut masih jauh dari harapan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pertama, pemetaan mutu pendidikan menunjukkan mutu pendidikan belum merata. Gambaran data pelayanan pendidikan pun pada umumnya menunjukkan belum bermutu. Terutama mengenai berbagai faktor fasilitas mengajar, interaksi belajar, bahan belajar, dan suasana belajar, yang pada umumnya belum menunjukkan lingkungan bermutu.  Padahal, mutu pendidikan sangat ditentukan oleh lingkungan belajar yang bermutu. Kedua, ada satu dilema antara fakta keseharian dan esensi tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan jaman sekarang (Republika, 27/11/2019). Jika diamati, di satu sisi ada tiga aspek yang ingin dicapai dalam tujuan pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik terkait learning materials. Di sisi lain, ada tuntutan membangun karakter, akhlak, moral, sadar realitas, dan kreatifitas dalam diri peserta didik. Ketiga, kiranya urgen upaya analisis kebijakan pendidikan, terutama mengenai pendekatan rumusan capaian hasil belajar dan metodenya. Bagaimana mengubah capaian hasil belajar sasaran dimensi sentuhan otak dengan mencari dan menemukan pendekatan alternatif capaian hasil belajar sasaran dimensi sentuhan hati nurani manusia. Kegiatan pembelajaran tidak selalu harus melewati tahap yang berurutan, proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja tergantung kreasi tiap peserta didik. Selain itu, dilansir dari berbagai sumber, terdapat kritik terhadap pendekatan Taksonomi Bloom, terutama penggambaran piramidanya. Pentahapan tersebut cocok untuk proses pembelajaran yang terintegrasi, sedang higher level: analisis, evaluasi, dan mencipta bersifat setara. Kegiatan pembelajaran tidak selalu harus melewati tahap yang berurutan, proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja tergantung kreasi tiap peserta didik. Taksonomi Bloom dan kompetensi. Pengamatan sementara pendekatan Taksonomi Bloom bertolak dari analisis muara perilaku hasil belajar, yaitu identifikasi tujuan pendidikan berbentuk struktur hirarki kemampuan peserta didik mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Karena itu, penggunaan Taksonomi Bloom dalam rumusan tujuan pendidikan terdiri atas tiga domain, yaitu pengetahuan/kognisi, sikap/afeksi, dan keterampilan/psikomotorik. Setiap domain tersebut dielaborasi lagi ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarki yang menggambarkan piramida. Begitu pun dalam proses pembelajaran menggambarkan capaian hasil pembelajaran pada tiga domain tersebut. Yaitu, gambaran klasifikasi learning material berbentuk kemampuan bersifat operasionalisasi tingkah laku yang dapat dikerjakan dan diukur serta dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajar. Tiga domain tersebut, yang diperoleh setelah pengalaman pembelajaran, dipandang menggambarkan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Kemampuan tersebut menjadi penuntun kebutuhan peserta didik menguasai kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan standardisasi ketentuan performa kerja. Dimensi perilaku. Pendekatan pembelajaran touch inner bertolak dari analisis faktor pemicu perilaku hasil belajar. Faktor pemicu perilaku hewan berbeda dengan manusia. Untuk hewan, faktor pemicu perilakunya dikendalikan naluri. Untuk manusia, faktor pemicu perilakunya dikendalikan hati. Yaitu, dimensi anggota tubuh yang mampu menumbuh-kembangkan perilaku manusia seutuhnya. Sehingga pandangan tersebut menguatkan sasaran pendidikan seharusnya pada dimensi perilaku psikis/hati dan spiritual, dan bukan saja orientasi pada dimensi otak, sikap, dan psikomotor. Hati bagi manusia merupakan inti penggerak segala perilakunya. Setiap jenis makhluk (manusia dan hewan) memiliki dimensi perilaku. Dalam hal ini ada tiga dimensi perilaku, yaitu unorganis, yang berkenaan dengan sifat hukum kebendan, vegetatif, yang berkenaan dengan sifat tumbuh-mengembang, dan animal, yang berkenaan dengan sifat hewani. Pada hewan, selain memiliki fungsi naluri (insticntif), juga memiliki fungsi otak, perasaan, dan keterampilan. Sementara dimensi perilaku manusia selain tiga hal tersebut, juga dilengkapi dengan dimensi akal, yang berkenaan dengan sifat psikhis/hati; dan religi, yang berkenaan dengan sifat spiritual. Perbedaan antara perilaku hewan dan manusia terletak pada orientasi pemicu perilaku tersebut. Untuk hewan, pemicu perilakunya dikendalikan naluri, sedangkan untuk manusia pemicu perilakunya akal dan spiritual. Pembelajaran touch inner berpandangan bahwa pendidikan adalah upaya pendelegasian secara bertahap perilaku kedewasaan. Yaitu, melalui proses pembentukan hati nurani dan penentuan diri secara etis sesuai dengan hati nurani (Gunning & Kohnstamm). Capaian hasil belajar peserta didik berbentuk tahapan perilaku menuju kedewasaan, sejak perilaku toilet training hingga tahapan perilaku bertanggung jawab melaksanakan hidup dewasa atau kemandirian. Pengamatan sementara menunjukkan, capaian hasil belajar seolah tidak mengutamakan sasaran dimensi hati, tetapi mengutamakan sasaran pada dimensi pengetahuan/otak, sikap, dan psikomotorik. Karena itu, pembelajaran touch inner merupakan alternatif mengubah capaian hasil belajar sasaran dimensi sentuhan otak menjadi hasil belajar sasaran dimensi sentuhan hati nurani manusia. Oleh karena itu, implementasi touch inner dengan mempersiapkan pendidik dan kondisi lingkungan pendidikan. Pertama, menumbuhkan komitmen kemauan guru mengubah paradigma peran guru, dari kondisi saat ini yang dimaknai teaching as presenting information dan/atau teaching as transmitting information menjadi paradigma peran guru yang dimaknai teaching as encouraging active learning, bahkan ditingkatkan menuju teaching as developing a better person. Bahkan, tempat pembelajaran (sekolah) menjadi sarana pengkondisian suasana belajar inspiratif dan menyenangkan. Kedua, lembaga pendidikan guru pun harus mengubah pendekatan pendidikan calon guru, dari yang saat ini mendidik calon guru dengan mengutamakan kemampuan penguasaan bahan ajar (learning materials), diubah menjadi pendidikan calon guru yang berorientasi pembentukan kewibawaan dan watak profesionalisme guru. Oong Komar, Guru Besar Tetap UPI dalam Bidang Ilmu Pendidikan Luar Sekolah