Harga minyak mentah dunia menunjukkan tren meningkat, sementara harga BBM dalam negeri tak berubah. Di tengah pandemi, menaikkan harga BBM sulit diterima masyarakat. Oleh MEDIANA JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memberi sinyal harga jual bahan bakar minyak, khususnya jenis solar bersubsidi dan premium, tidak berubah kendati harga minyak mentah dunia terus naik. Konsekuensinya adalah akan ada penambahan anggaran subsidi dan kompensasi terhadap PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha penyalur BBM. Mengutip Bloomberg, Senin (25/10/2021), harga minyak mentah jenis Brent 86,18 dollar AS per barel dan harga gas alam 5,56 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Soerjaningsih, harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi mengikuti pergerakan harga pasar. Hingga sekarang belum ada pembahasan di internal pemerintahan mengenai nasib harga solar bersubsidi dan premium. ”Penyesuaian harga BBM agar Pertamina tidak merugi akan segera dibahas, termasuk berapa kompensasi pemerintah ke Pertamina. Kenaikan harga BBM di masyarakat mungkin masih sulit diterima karena masyarakat mau pulih dari situasi pandemi Covid-19. Pemerintah kemungkinan akan mengalah agar tidak ada inflasi,” ujar Soerjaningsih dalam konferensi pers, Senin, di Jakarta. Pemerintah terus memantau pasokan dan distribusi BBM ke masyarakat. Menurut Soerjaningsih, pasca-pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), aktivitas ekonomi di masyarakat berangsur-angsur pulih sehingga konsumsi BBM berpotensi meningkat. Pertamina telah melapor ke pemerintah bahwa pasokan BBM masih aman. Sejak April 2016, harga jual premium sebesar Rp 6.450 per liter dan harga solar subsidi Rp 5.150 per liter. Sebelumnya, pemerintah sempat menetapkan batas atas dan batas bawah harga kedua jenis BBM tersebut dengan menyesuaikan pergerakan harga minyak mentah dunia. Terkait subsidi elpiji 3 kilogram, Soerjaningsih menegaskan, transformasi kebijakan subsidi elpiji berbasis penerima agar tepat sasaran sedang dibahas oleh tim lintas kementerian dan lembaga. Tim tersebut tengah menyusun konsep regulasi dan pelaksanaannya. Hasil diskusi dengan Badan Anggaran DPR sejauh ini adalah penyaluran elpiji bersubsidi berbasis penerima akan diimplementasikan secara bertahap dan berhati-hati. ”Kami tunggu keputusan kebijakannya dari Presiden,” kata Soerjaningsih. Secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan, harga minyak mentah dunia sekarang sudah melampaui asumsi harga minyak Indonesia (ICP) yang dalam APBN 2021 sekitar 45 dollar AS per barel ataupun asumsi tahun 2022 yang sebesar 61 dollar AS per barel. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya perlu mengantisipasi situasi semacam ini. Apabila pemerintah khawatir menaikkan harga BBM karena akan menahan pemulihan ekonomi, kata Abra, pemerintah harus memberikan dukungan kepada badan usaha, seperti Pertamina, selaku penyalur utama BBM dan elpiji di Indonesia. Bentuk dukungannya berupa pemberian kompensasi. Menurut Abra, situasi tren kenaikan harga minyak mentah dunia seperti sekarang menambah dilema bagi Pertamina. Pertama, sekitar 25 persen minyak mentah yang diolah di kilang Pertamina berasal dari impor. Kedua, selain mengimpor minyak mentah, Pertamina juga mengimpor BBM. ”Padahal, untuk impor minyak mentah, ongkosnya terhadap biaya pokok pengolahan (BPP) Pertamina sudah di atas 90 persen. Pertamina pun kalau harus menyesuaikan harga (BBM nonsubsidi) tidak fleksibel alias harus ada persetujuan pemerintah. Di tengah situasi sekarang, pemerintah perlu memberikan kompensasi ke Pertamina,” kata Abra. Harga batubara Secara terpisah, PT Bukit Asam Tbk membukukan pendapatan sebesar Rp 19,4 triliun pada triwulan III-2021 atau naik 51 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp 12,8 triliun. Adapun laba bersih Bukit Asam mencapai Rp 4,8 triliun pada triwulan III-2021 atau naik 176 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, yaitu Rp 1,7 triliun. Kenaikan tersebut lantaran lonjakan harga batubara sepanjang tahun ini. Direktur Utama Bukit Asam Suryo Eko Hadianto dalam konferensi pers paparan kinerja, Senin, mengatakan, pencapaian kinerja positif tersebut dipengaruhi oleh tren pemulihan ekonomi global ataupun nasional yang mendorong naiknya permintaan batubara. Dampaknya, harga batubara sempat menyentuh level 203 dollar AS per ton pada 30 September 2021. Faktor lainnya adalah efisiensi operasional yang dilakukan perusahaan. Eko memperkirakan, hingga akhir 2021, harga batubara di tingkat global belum akan turun dari kisaran 200 dollar AS per ton. Mengenai produksi, sampai triwulan III-2021, total produksi batubara Bukit Asam mencapai 22,9 juta ton dari target sebesar 30 juta ton. Bukit Asam berharap bisa menambah porsi ekspor hingga akhir tahun ini.