Aceh Utara-Timur Dilanda Banjir BANDA ACEH, KOMPAS — Kawasan utara-timur Provinsi Aceh di- landa banjir sejak Kamis (30/12/2021). Ribuan rumah warga terendam banjir dan se- bagian warga mengungsi. Banjir juga mengakibatkan dua anak meninggal. Daerah yang dilanda banjir adalah Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang. Sebagian banjir telah surut, tetapi masih ada potensi banjir susulan jika hujan terus mengguyur. Jumlah desa yang terendam banjir di empat kabupaten/kota itu sebanyak 148 desa. Desa-de- sa itu tersebar di Aceh Utara sebanyak 45 desa, Aceh Timur 68 desa, Aceh Tamiang 19 desa, dan Langsa 16 desa. Kepala Badan Penanggulang- an Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara Murzani, Minggu (2/1/2022), mengatakan, hujan deras sejak Sabtu menyebabkan Krueng (Sungai) Peuto, Krueng Keureuto, dan Krueng Pirak meluap. Beberapa titik tanggul jebol karena tidak sanggup me- nahan derasnya arus. ”Akibat jebolnya tanggul su- ngai, permukiman penduduk sepanjang aliran sungai itu terendam. Selain rumah, per- sawahan dan perkebunan juga terendam,” kata Murzani. Hingga Minggu sore, banjir masih menggenangi Kabupaten Aceh Utara, bahkan semakin meluas. Kota Lhoksukon, ibu kota kabupaten,tidak luput dari genangan banjir. Warga kini mengungsi ke rumah kerabat atau meuna- sah/balai desa. Logistik untuk pengungsi sejak kemarin mulai disalurkan. Di Aceh Utara, anak berusia 12 tahun meninggal di Desa Meuriah, Kecamatan Matang Kuli. Korban yang saat itu sedang bermain air terseret arus. Dengan demikian, jumlah korban karena banjir menjadi dua orang. Sebelumnya, bocah 8 tahun di Aceh Timur juga me- ninggal terseret arus banjir. Di Aceh Timur, Sabtu (1/1/2022), banjir melanda 68 desa. Aktivitas warga lumpuh. Namun, sejak Minggu, banjir mulai surut. Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Aceh Amarullah menga- takan, dari 14 kecamatan yang dilanda banjir, tiga kecamatan masih tergenang. ”Banjir di Ke- camatan Pante Bidari, Simpang Jernih, dan Peurlak Barat be- lum surut,” katanya. Di Aceh Timur, jumlah peng- ungsi pada Sabtu lalu sebanyak 8.310 jiwa. Sebagian warga telah kembali ke permukiman untuk membersihkan rumah ma- sing-masing. Meski demikian, petugas dan perlengkapan penyelamatan masih disiagakan di lokasi ban- jir. Amarullah mengatakan, ke- selamatan para korban menjadi prioritas. Sementara itu, di Aceh Ta- miang dan Langsa, banjir mulai surut. Namun, petugas mem- buka dapur umum. Langganan banjir Dosen Kebencanaan Univer- sitas Syiah Kuala, Nazli Ismail, menuturkan, bagi warga wila- yah utara-timur Aceh, banjir menjadi bencana langganan se- tiap tahun. Warga mulai ber- adaptasi dengan banjir sehingga terlihat semakin tangguh. Namun, Nazli justru menilai upaya mitigasi pemerintah sa- ngat lemah. ”Sudah saatnya mitigasi bencana banjir jadi pri- oritas. Kesalahan penggunaan lahan di hulu semakin mem- perburuk kondisi,” katanya. Banjir tidak bisa dipandang sebagai bencana biasa. Sebab, dampak dan kerugian yang di- timbulkan sangat besar. Di sisi lain, banjir bisa diatasi dengan menangani penyebabnya. Berdasarkan kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh tahun 2020, nilai kerugian karena bencana hid- rometeorologi di Aceh menca- pai kurang lebih Rp 1 triliun. Kerugian mulai dari keru- sakan infrastruktur publik dan harta benda, hingga hilangnya potensi pendapatan warga. Terlepas dari tingginya curah hujan atau fenomena alam se- perti La Nina, pemulihan kon- disi lingkungan memang tidak terlihat nyata di lapangan. Hu- jan lebih sering dijadikan kam- bing hitam bencana. (AIN)