Alarm Gempa dari Selat Sunda


Gempa bumi di Selat Sunda memicu
kerusakan bangunan dan dirasakan
hingga Jakarta. Hal ini membuktikan
zona tersebut aktif dan menjadi alarm
adanya ancaman gempa lebih besar.


JAKARTA, KOMPAS — Gempa ber-
kekuatan M 6,7 di Selat Sunda
pada Jumat (14/1/2022) pukul
16.05 menimbulkan kerusakan
dan dirasakan cukup kuat hing-
ga Jakarta. Padahal, potensi ke-
gempaan di kawasan ini bisa
mencapai M 8,8 yang diikuti
tsunami sehingga diperlukan
penguatan mitigasi ke depan.
Kepala Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) Dwikorita Karnawati
mengatakan, kerusakan ba-
ngunan akibat gempa ini terjadi
di Kabupaten Pandeglang, Ban-
ten. ”Kerusakan bangunan ter-
jadi di Kecamatan Munjul dan
KecamatanCimanggu, Kabupa-
ten Pandeglang,” ungkap Dwi-
korita, dalam keterangan pers.
Menurut data BMKG, epi-
sentrum gempa berada di 52
kilometer barat daya Sumur,
Banten. Hiposentrum gempa di
kedalaman 40 kilometer.
Gempa dirasakan cukup kuat
di sekitar lokasi pusat gempa
dengan intensitas VI-VII Mo-
dified Mercalli Intensity (MMI).
Gempa juga dirasakan di DKI
Jakarta pada intensitas III-IV
MMI dan Bandung, Jawa Barat,
dengan II-III MMI. Gempa ini
termasuk dangkal akibat  aktiitas subduksi lempeng.
Guncangan gempa juga di-
rasakan di Serang, Cilegon, Le-
bak, Jakarta, Bekasi, Bogor,
hingga Lampung.
Berdasarkan data Kepolisian
Daerah Banten, gempa meng-
akibatkan sejumlah orang ter-
luka serta 54 rumah dan 3 seko-
lah di Kabupaten Lebak rusak.
Guncangan gempa membuat
warga di Kecamatan Sumur
yang terdekat dengan pusat
gempa panik. Mereka berham-
buran ke luar rumah saat me-
rasakan gempa terjadi. Sumur
berada di ujung barat Pulau
Jawa, dan sebagian wilayahnya
masuk Taman Nasional Ujung
Kulon. ”Warga panik, keluar rumah. Ini saya baru selesai
membawa anak ke tempatlebih
aman,” kata Dayat, warga Desa
Sumur, Kecamatan Sumur.
Gubernur Banten Wahidin
Halim, dalam siaran pers,
mengatakan, Pemerintah Pro-
vinsi Banten menerjunkan tim
ke sejumlah lokasi terdampak
bencana gempa untuk meman-
tau dan mendata kerusakan ba-
ngunan akibat gempa. ”Masya-
rakat di lokasi bencana dia-
mankan di tempat-tempat eva-
kuasi,” ujarnya.
Gempa juga terasa di Lam-
pung. Sejumlah warga yang ber-
mukim di kawasan pesisir Lam-
pung panik dan berlari ke luar
rumah. ”Benda-benda yang
digantung dalam rumah, seperti
lampu, bergoyang-goyang dan
kaca bergetar,” kata Kusaeri
(40), warga Gudang Lelang, Ko-
ta Bandar Lampung.
Guncangan gempa juga
membuat pegawai negeri sipil
di lingkungan Pemerintah Pro-
vinsi DKI Jakarta di kompleks
Balai Kota berhamburan keluar.
Ada yang turun menggunakan
lift. Sebagian besar turun lewat
tangga darurat dari lantai 21.
”Kalau dengan lift, antre la-
ma. Kami yang muda-muda
memilih turun lewat tangga da-
rurat,” tutur Heru, pegawai ne-
geri sipil di Badan Kepegawaian
Daerah DKI Jakarta.
Kepala Bidang Mitigasi Gem-
pa Bumi dan Tsunami BMKG
Daryono mengutarakan, gun-
cangan gempa Selat Sunda tera-
sa kuat hingga Jakarta akibat
efek amplifikasi yang disebab-
kan kondisi tanah lunak dan
tebal di wilayah ini. ”Gempa ini
disebut intraslab earthquake
karena hiposentrum berada di
dalam lempeng Indo-Australia
yang menunjam ke bawah Selat
Sunda,” ujarnya.
Ciri gempa intraslab, yakni
mampu meradiasikan guncang-
an tanah lebih besar dan lebih
kuat dari gempa sekelasnya dari
sumber gempa lain. ”Gempa ini
mirip gempa M 6,1 di selatan
Jawa Timur pada 10 April 2021
yang merusak,” katanya.
Potensi gempa besar
Ahli gempa bumi yang juga
Dekan Fakultas Ilmu dan Tek-
nologi Kebumian Institut
Teknologi Bandung (ITB), Ir-
wan Meilano, mengatakan,
gempa bumi kali ini berada di
zona seismic gap atau wilayah
gempa aktif yang lama tak
mengalami gempa.
”Gempa ini membuktikan,
zona ini aktif,” ujarnya.
Potensi gempa bumi di ka-
wasan ini bisa jauh lebih besar
daripada yang terjadi sekarang.
”Berdasarkan Peta Sumber
GempaBumi Nasional 2017, po-
tensi gempa di segmen ini bisa
mencapai M 8,8,” katanya.
Iwan mengatakan, gempa se-
karang tak mengurangi energi
yang tersimpan di kawasan ini.
Bahkan, berpotensi meningkat-
kan tegangannya. ”Gempa kali
ini cukup dalam dan berada di
tepian bawah zona subduksi,
sudah dekat lengan lempeng.
Yang dikhawatirkan kalau gem-
pa terjadi di zona subduksi dan
dangkal. Itu bisa amat besar
diikuti tsunami,” katanya.
Beberapa gempa besar yang
terjadi di zona subduksi kerap
didahului gempa-gempa lebih
kecil di pinggiran segmen. Ini,
misalnya, terjadi dengan gempa
disusul tsunami di Tohoku, Je-
pang, pada September 2011
yang didahului gempa lebih ke-
cil di bagian bawah subduksi
sebulan sebelumnya.
”Sebelum gempa 2018 di Palu
ada beberapa gempa lebih kecil.
Juga sebelum tsunami Aceh
2004, setahun sebelumnya ada
gempa-gempa lebih kecil,” tu-
turnya.
Iwan menambahkan, sampai
sekarang belum bisa diketahui
dengan pasti kapan gempa uta-
ma bisa terjadi setelah gempa
pendahuluan. Demikian halnya
potensi gempa di kawasan Selat
Sunda. ”Gempa kaliini harus jadi
alarm, apalagi dengan kekuatan
seperti sekarang sudah memicu
banyak kerusakan dan kepanik-
an hingga di Jakarta,” katanya.
Menurut Iwan, selain gempa
bumi, khusus kawasan sekitar
Selat Sunda juga harus mewas-
padai potensi tsunami. Apalagi,
di kawasan ini banyak industri
strategis, termasuk industri ki-
mia yang rentan terdampak.
Kajian tim peneliti dengan
penulis pertama S Widiantoro
dari Global Geophysics Rese-
arch Group ITB di jurnal Na-
ture pada 2019 menyebutkan,
ketinggian tsunami yang dia-
kibatkan gempa bumi di zona
selatan Jawa Barat dan Selat
Sunda dapat mencapai 20 me-
ter dan rata-rata 4,5 meter di
sepanjang pantai selatan Jawa.
(AIK/NTA/DAN/VIO/
HLN/GIO/TAM)