Kelautan dan Perikanan Perlu Terapkan Ekonomi Biru

Pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan melalui prinsip ekonomi biru telah menjadi tuntutan global. Terobosan program pemerintah perlu sejalan dengan daya dukung lingkungan.

Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
26 Oktober 2021 19:28 WIB·4 menit baca
 

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Ikan tongkol yang baru mendarat di Pelabuhan Muara Angke, Penjaringan, Jakata Utara, dinaikkan ke atas angkutan untuk kemudian disimpan ke gudang berpendingin, Rabu (11/8/2021). Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan penerimaan negara bukan pajak perikanan tangkap tahun ini sebesar Rp 1 triliun atau naik dari pendapatan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 600 miliar.

JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan sektor kelautan dan perikanan perlu menerapkan prinsip ekonomi biru untuk menopang pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP tengah menyiapkan peta jalan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan Indonesia hingga 2045.

Presiden Joko Widodo mengemukakan, perlu terobosan dalam mengimplementasikan prinsip ekonomi biru pada sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Hingga saat ini, sejumlah terobosan dilakukan KKP, seperti pemanfaatan potensi budidaya laut secara terukur yang tetap menjaga kelestarian alam, keseimbangan ekologi, dan keanekaragaman hayati.

Selain itu, penguatan produksi unggulan ekspor serta pembangunan kampung-kampung budidaya yang tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan serta pesisir.

”Kebijakan ekonomi biru harus menopang pembangunan ekonomi Indonesia,” ujar Presiden saat meluncurkan program Ekonomi Biru, Laut Sehat, Indonesia Sejahtera pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-22 KKP di Bangka Belitung yang dilaksanakan secara hibrida, Selasa (26/10/2021).

Dalam laman Kementerian Keuangan, konsep ekonomi biru digambarkan sejalan dengan konsep ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan difokuskan pada negara-negara berkembang dengan wilayah perairan (laut). Ekonomi biru ditujukan untuk mengatasi kelaparan, mengurangi kemiskinan, menciptakan kehidupan laut yang berkelanjutan, mengurangi risiko bencana di daerah pesisir, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Penguatan produksi unggulan ekspor serta pembangunan kampung-kampung budidaya yang tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan.

Baca juga : Kontrak Penangkapan dan Prinsip Keberlanjutan

https://assetd.kompas.id/Z6A3loHmhOEcGZjvSTE0wOc29M8=/1024x748/https://kompas.id/wp-content/uploads/2020/06/20200612-ANU-potensi-kelautan-mumed_1591977378.jpg

Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Sudin menilai, keberpihakan negara terhadap sektor kelautan dan perikanan masih rendah. Ini tecermin dari pagu anggaran KKP pada APBN 2021 hanya 4,7 triliun atau 0,17 persen dari postur belanja APBN yang senilai Rp 2.750 triliun. Pada 2022, anggaran untuk KKP sebesar Rp 6,1 triliun atau 0,22 persen dari pagu APBN Rp 2.714,2 triliun.

Anggaran sektor kelautan dan perikanan itu, lanjut Sudin, amat minim mengingat potensi sektor kelautan dan perikanan yang sangat besar dalam memberikan devisa negara. ”Menjaga laut Indonesia yang sangat luas sekali dibutuhkan biaya tidak sedikit,” katanya.

Pihaknya meminta KKP untuk melakukan terobosan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan serta mampu mengurai sejumlah tantangan dan persoalan. Ia menyoroti kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor kelautan dan perikanan yang menuai protes sejumlah kalangan.

Peta jalan

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, penerapan ekonomi biru dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan telah menjadi tuntutan ekonomi global. Pasar perikanan global mencapai 160 miliar dollar AS dengan komoditas perikanan yang lebih spesifik.

Pihaknya tengah menyiapkan peta jalan sektor kelautan dan perikanan untuk jangka panjang hingga 2045. Tahun 2022 dinilai akan menjadi tonggak pelaksanaan tiga program terobosan, yakni penangkapan terukur, perikanan budidaya untuk komoditas unggulan ekspor, serta perikanan budidaya berbasis kearifan lokal dengan pengembangan kampung-kampung perikanan budidaya.

Tahun 2022 dinilai akan menjadi tonggak pelaksanaan tiga program terobosan, yakni penangkapan terukur, perikanan budidaya untuk komoditas unggulan ekspor, serta perikanan budidaya berbasis kearifan lokal dengan pengembangan kampung-kampung perikanan budidaya.

Baca juga : Petani Garam Kian Terpuruk

 

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Petani menggarap tambak garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/10/2021). Selain harga garam yang kerap anjlok, petani juga mengeluhkan banjir rob dan impor garam.

Komoditas unggulan ekspor perikanan budidaya yang akan dikembangkan meliputi udang, rumput laut, kepiting, dan lobster, dengan nilai ekspor mencapai 35,12 miliar dollar AS atau 23,35 persen dari total pasar perikanan dunia. Adapun komoditas perikanan budidaya berbasis kearifan lokal yang akan dikembangkan meliputi ikan mas, nila, patin, lele, gurame, bandeng, nila salin, kakap, kerapu, dan bawal bintang.

Garam lesu

Secara terpisah, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Mohammad Hasan, meminta pemerintah melindungi petambak garam di tengah lesunya produksi garam tahun ini. Puncak produksi bulan Agustus-September dari rentang musim produksi Juli-November dinilai tidak menggembirakan akibat anomali cuaca.

Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi garam nasional sebanyak 2,1 juta ton. Akan tetapi, musim kemarau basah menyebabkan hasil produksi garam rakyat tidak optimal dan diprediksi turun 25 persen dari target.

Di Jawa Timur, produksi garam per Oktober 2021 diperkirakan 1 juta ton. Meski hasil produksi turun, harga jual garam rakyat masih rendah. Pemerintah diharapkan segera memonitor stok data produksi garam rakyat karena masih ada stok sisa produksi tahun lalu belum terserap serta stok impor garam perusahaan. Harapannya, kebijakan impor garam tahun 2022 tidak sampai merugikan petambak garam.

”Pemerintah harus turun lapangan mengecek data riil produksi dan stok. Jangan sampai kebijakan impor garam tahun 2022 merugikan petambak yang sudah dalam kondisi makin susah,” ucap Hasan.