Menteri Kelautan dan Perikanan Janji Tambah Armada Kapal Pengawas

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berjanji meningkatkan kekuatan armada pengawas sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini seiring dengan penetapan zona-zona penangkapan ikan berbasis kuota.

Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
23 November 2021 19:41 WIB·4 menit baca
 

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (tengah) tiba di Pelabuhan Samudera Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (23/11/2021), didampingi Wali Kota Bitung Maurits Mantiri (kiri) dan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Laksamana Muda Adin Nurawaluddin (kanan).

BITUNG, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berjanji meningkatkan kekuatan armada pengawas sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini seiring dengan penetapan zona-zona penangkapan ikan berbasis kuota demi menyeimbangkan kelestarian laut sekaligus potensi ekonomi biru bagi masyarakat.

Hal ini ia ungkap dalam gelar apel siaga Pasukan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (23/11/2021). Gelar pasukan itu dihadiri pula oleh Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, dan Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap.

Wilayah perairan utara Indonesia di sebelah timur, yang membentang dari Bitung (Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP 716) hingga Biak Numfor di Papua (WPP 717), kini ditetapkan sebagai Zona 2 Industri Penangkapan Ikan. Total ada enam zona, empat di antaranya zona industri.

Penetapan zona ini adalah implementasi dari salah satu program terobosan Ekonomi Biru 2022, yaitu penangkapan ikan terukur. Trenggono mengatakan, kekuatan armada, seiring dengan teknologi dan kesiapan sumber daya manusia, sangat penting untuk keberhasilan program tersebut.

 

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Pasukan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan menampilkan atraksi simulasi penangkapan kapal pelaku praktik perikanan ilegal di Pelabuhan Samudera Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (23/11/2021).

”Kami akan mendatangkan lagi kapal pengawas perikanan. Yang ada sekarang (di Bitung dan Biak Numfor) sudah cukup banyak, empat buah. Masing-masing punya dua kapal level OPV (offshore patrol vessel/kapal patroli lepas pantai) yang cukup cepat,” katanya.

Zona 2 Penangkapan Ikan mendapatkan perhatian khusus dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Trenggono mengatakan, potensi perikanannya mencapai Rp 15 triliun per tahun. Bitung, misalnya, adalah rumah bagi tak kurang dari 60 unit pengolahan ikan (UPI) yang memproduksi tuna segar dan beku, ikan kaleng, ikan kayu, dan ikan pelagis beku.

Baca Juga: Banyak Kapal Asing Ilegal Pekerjakan Warga Negara Indonesia

Volume produksi ikan di PPS Bitung mencapai 198.009 kilogram setiap hari selama 2020 dengan peredaran uang mencapai Rp 69,66 miliar setiap hari pula. Maka, kata Trenggono, pencegahan penangkapan ikan berlebihan, terutama yang ilegal, penting demi kesejahteraan masyarakat, terutama nelayan.

Saat ini, PSDKP memiliki 30 kapal pengawas perikanan di seluruh WPP Indonesia. Direktur Jenderal PSDKP KKP Laksamana Muda Adin Nurawaluddin mengakui, jumlah itu tidak sampai setengah dari yang ideal, yaitu 70 kapal. Namun, senada dengan Trenggono, jumlah itu dinilai masih cukup.

https://assetd.kompas.id/9NJDux_I8He2A96ISNoluA_FRUg=/1024x869/https://kompas.id/wp-content/uploads/2021/05/20210509-H08-ARJ-ikan-mumed_1620576855.png

”Kami fokus ke empat zona (industri), termasuk Zona 2. Selain empat kapal pengawas, kami didukung juga oleh satelit serta airborne surveillance (pengawasan dengan pesawat ATR 42 PSDKP) untuk mengetahui adanya potensi pelanggaraan perikanan,” tutur Adin.

KKP dilengkapi peralatan canggih, seperti vessel monitoring system (VMS) yang bisa mendeteksi 5.000 kapal berukuran 30 gros ton (GT) ke atas, Satelit Radarsat-2, dan Satelit Cosmo Skymed untuk mengambil citra permukaan laut. Ada pula automatic identification system (AIS) untuk mendeteksi kapal berbobot lebih dari 300 GT serta sistem peringatan geofencing.

Dulu kami pernah mengekspor (langsung) 150 kontainer per bulan. Saya yakin itu bisa dilakukan lagi.

”Tidak hanya kapal perikanan yang akan termonitor, tetapi juga kapal barang. Kapal yang membuang sampah di laut sampai tumpahan minyak juga akan ketahuan. Ke depan, kami akan bangun pusat pengendalian di Bitung agar apa saja yang terjadi di laut bisa terlihat, termasuk kerusakan pesisir dan juga barang-barang yang masuk,” kata Trenggono.

Sementara itu, Olly Dondokambey optimistis penetapan zona penangkapan ikan sekaligus peningkatan armada akan mendorong peningkatan ekonomi Sulut. Ia pun akan meminta bantuan pemerintah pusat untuk membuka jalur ekspor langsung bagi hasil perikanan Sulut. ”Dulu kami pernah mengekspor (langsung) 150 kontainer per bulan. Saya yakin itu bisa dilakukan lagi,” ucapnya.

 

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memakaikan seragam pasukan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP kepada Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey sebagai tanda kehormatan dalam apel siaga di Pelabuhan Samudera Bitung, Selasa (23/11/2021).

Adapun Herry Ario Naap berharap Direktorat Jenderal PSDKP KKP bisa meningkatkan jumlah dan kualitas armada di pangkalan Biak Numfor dan WPP 717 secara umum. Selama ini masih banyak kapal dari Filipina dan Papua Niugini yang mengambil ikan di sekitar kabupaten kepulauan di Laut Pasifik tersebut.

”Potensi di WPP 717 mencapai 1 juta ton per tahun. Kami pun sudah mulai ekspor sejak 28 Agustus 2021 ke Singapura. Jadi, saya sebagai bupati memohon kepada KKP agar aset PSDKP di Biak Numfor bisa ditingkatkan,” ujarnya.

Baca Juga: Paradoks Potensi Kelautan dan Kesejahteraan Nelayan

KKP telah menetapkan enam zona dalam program penangkapan ikan terukur, yaitu Natuna (Zona 1); Bitung-Biak (Zona 2); Laut Arafura, Banda, dan Aru (Zona 3); Samudra Hindia (Zona 4); Selat Malaka (Zona 5); dan Laut Jawa dan Kalimantan (Zona 6). ”Kita akan menggeser pertumbuhan ekonomi ke daerah,” kata Trenggono.

Setiap zona akan diberi kuota penangkapan ikan. Kuota itu dibagi lagi menjadi tiga, yaitu kuota komersial/industri, kuota khusus nelayan tradisional, dan kuota khusus memancing. Pemain di industri perikanan akan dikenai biaya penegakan (enforcement), sedangkan kuota nelayan tradisional bebas biaya.

 

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Kapal-kapal perikanan ditambatkan di Pelabuhan Samudera Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (23/11/2021).

Kuota nelayan tradisional dapat dijual kepada industri. Namun, untuk memperkuat para nelayan, KKP akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membentuk 1.000 kampung nelayan mulai 2022. Ia yakin penerapan ketiga kuota tersebut akan mencegah eksploitasi maritim secara berlebihan.

Trenggono menambahkan, pihaknya berkomitmen memberantas pengambilan ikan secara ilegal, tak terdokumentasi, dan tak terlaporkan (IUU fishing), terutama yang dilakukan nelayan dan kapal asing. Kapal-kapal perikanan yang disita nantinya diberikan kepada kampung-kampung nelayan yang dibentuk.

Jika kelestarian laut terjaga, Trenggono yakin Indonesia dapat mempertahankan, bahkan meningkatkan, pangsa pasar hasil perikanan global sebesar 3,5 persen. ”Kita ini negara maritim, tetapi cara pikir kita masih kontinental. Jadi, kita harus mencintai laut, tak boleh lagi memunggungi laut,” katanya.