Terpilihnya Indonesia memimpin Presidensi G-20 melahirkan harapan besar publik akan peran Indonesia yang lebih besar di kancah internasional.

Oleh RANGGA EKA SAKTI

Kabar Presidensi G-20 yang dipegang oleh Indonesia tahun ini disambut baik oleh publik. Besar harapan masyarakat agar pemerintah bisa memanfaatkan kesempatan ini demi kepentingan bangsa. Tak ayal, dukungan sosial ini perlu dimanfaatkan sebagai modal pemerintah untuk bisa mendorong agenda nasional di forum bergengsi ini.

Upaya pemerintah untuk menggemakan narasi Presidensi G-20 Indonesia terbilang berhasil. Pasalnya, meski terkesan bersifat elitis, banyak dari masyarakat yang mengetahui dan turut antusias dengan jabatan yang tengah diemban Indonesia di forum prestisius tersebut.

Gairah publik yang tercurah menjadi harapan ini tertangkap dalam hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada pertengahan Januari ini.

Dalam survei tersebut, lebih dari tiga perempat responden percaya bahwa Indonesia akan mampu mendorong kepentingan nasional selama memimpin G-20. Menariknya, tingginya antusiasme masyarakat ini merata di semua kalangan.

Baik dari masyarakat golongan bawah sampai atas, semuanya menaruh harapan yang tinggi soal Presidensi G-20 Indonesia. Meskipun begitu, dukungan yang paling tinggi tampak pada masyarakat golongan sosial ekonomi bawah (80,79 persen) dan atas (75,86 persen).

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2022/01/16/20220116-ANU-G20-pandemi-mumed_1642324850_gif.gif?id=1524901

Bagi masyarakat, setidaknya terdapat empat agenda penting yang diyakini dapat didorong pemerintah di dalam forum G-20 nanti. Keempat agenda tersebut adalah penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, kualitas demokrasi dan keamanan negara.

Dari keempat agenda tersebut, soal keamanan menjadi yang paling menonjol. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen responden percaya bahwa pemerintah dapat semakin menjamin integritas dan kedaulatan bangsa dengan posisi strategisnya di G-20.

Bahkan, sekitar 12 persen dari mereka mengaku sangat yakin dengan kemampuan pemerintah untuk membela kedaulatan nasional di kesempatan ini.

Keyakinan berbalut harapan dari masyarakat soal keamanan dan kedaulatan negara ini tentu patut dimengerti. Pasalnya, telah beberapa kali wilayah kedaulatan Indonesia dilanggar oleh kapal asing. Bahkan, insiden yang mencederai kedaulatan negara tersebut juga mengganggu aktivitas nelayan yang tengah mencari nafkah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan dalam pembukaan Presidensi G-20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021). KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Maka dari itu, kesempatan kali ini mungkin bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk sedikit berbicara soal pentingnya menjaga kedaulatan negara. Apalagi China, sebagai negara yang kerap melanggar batas Indonesia, juga merupakan salah satu negara anggota G-20.

Selanjutnya, agenda kedua yang mendapat perhatian cukup tinggi adalah soal pemulihan ekonomi. Meski arahnya sudah mulai positif, tak dapat dimungkiri bahwa situasi ekonomi masih belum pulih 100 persen dari hantaman pandemi dua tahun lamanya.

Tak heran, setidaknya terdapat 73 persen dari publik yang percaya dengan kemampuan pemerintah untuk dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi melalui Presidensi G-20 ini.

Baca juga :Dua Sisi Geliat RI di Panggung Internasional

Agenda ekonomi

Kepercayaan publik ini tidak berlebihan. Pasalnya, sebelum akhirnya membicarakan berbagai persoalan, seperti lingkungan hingga keamanan internasional, G-20 pada hakikatnya merupakan forum yang kental dengan dimensi ekonomi.

Sepanjang sejarah, peranan G-20 dalam tatanan ekonomi dunia semakin tampak ketika krisis melanda. Sebagai contoh, pada 2008/2009, G-20 diapresiasi karena mampu bergerak cepat dan berkoordinasi untuk secara kolektif menyelesaikan persoalan krisis Subprime Mortgage yang berawal dari Wallstreet.

Tak hanya itu, G-20 juga merupakan kumpulan dari 19 negara dan 1 badan supranasional yang cukup krusial dalam peta ekonomi global. Pasalnya, ke 20 pihak ini bertanggung jawab terhadap 80 persen output ekonomi dan 75 persen dari ekspor global pada 2020.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2021/12/19/20211219-H09-LHR-Organisasi-G20-mumed_1639929077_jpg.jpg?id=1499515

Tidak hanya itu, G-20 juga merepresentasikan sekitar 60 persen dari total populasi dunia. Tak ayal, tiap keputusan akan dapat membawa dampak yang tidak main-main.

Setelah soal pemulihan ekonomi, penanganan pandemi juga menjadi agenda yang dilihat oleh masyarakat. Sebagai pemimpin forum, 72 persen masyarakat yakin bahwa Pemerintah Indonesia mampu memanfaatkan forum G-20 untuk upaya perbaikan penanganan pandemi.

Bahkan, nyaris 10 persen dari mereka merasa sangat yakin bahwa kesempatan ini mampu untuk membantu Indonesia menangani pandemi.

Presiden Perancis Emmanuel Macron berfoto bersama dengan Presiden RI Joko WIdodo saat bertemu di KTT G-20 di Roma, Italia, Sabtu (30/10/2021). Presidensi Indonesia di Kelompok G-20 tahun 2022 menarik untuk dilihat, bersamaan dengan Keketuaan Perancis di Dewan Uni Eropa pada tahun yang sama. (Indonesian Presidential Palace via AP)

Keyakinan publik ini pun sejalan dengan agenda yang telah disiapkan oleh pemerintah. Dari tiga yang dipilih oleh Indonesia sebagai isu prioritas, salah satunya adalah soal arsitektur kesehatan global.

Di bagian ini, Indonesia berupaya mengajak negara anggota untuk saling kerja sama dalam upaya penanganan pandemi. Kerja sama ini meliputi akses kesehatan hingga vaksinasi hingga tiap negara anggota akan lebih resilien dengan peluru Belanda.

Baca juga :Kilas Balik Panggung Global di Paruh Kedua 2021

Demokrasi dan keterlibatan publik

Berbeda dengan agenda lain, keyakinan publik soal agenda demokrasi untuk didorong di forum G-20 relatif lebih rendah. Jajak pendapat memperlihatkan bahwa hanya sekitar 60 persen responden yang yakin bahwa posisi penting Indonesia di forum G-20 dapat meningkatkan kualitas demokrasi di dalam negeri.

Tidak hanya itu, lebih dari sepertiga dari respodnen bahkan merasa tidak yakin dengan kemampuan dan keinginan pamerintah dalam hal ini.

Kecenderungan rendahnya keyakinan publik ini selaras dengan iklim demokrasi di Indonesia yang masih memiliki cela. Status ini disematkan oleh Indonesia, baik oleh The Economist (kategori flawed democracy di Global Democracy Index) maupun Freedom House (Kategori demokrasi sebagian).

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2021/12/01/20211201-H01-LHR-G20-indonesia-mumed_1638376899_jpg.jpg?id=1037179

Terlebih lagi, isu tentang demokrasi ini tentu akan menjadi sensitif di forum G-20 mengingat tak semua anggotanya merupakan negara yang demokratis.

Meskipun begitu, bukan berarti pemerintah tak dapat mengubah pandangan publik soal ini. Salah satu caranya ialah dengan turut melibatkan masyarakat dalam agenda pemerintah terkait dengan Presidensi G-20. Tak hanya bersifat demokratis, keterlibatan masyarakat ini pun juga dinilai penting.

Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa lebih dari 81 persen responden sepakat dengan pentingnya partisipasi publik.

 

Tentu, meningkatkan partisipasi adalah hal yang tidak mudah. Tak hanya beretorika di ruang forum, Pemerintah Indonesia juga perlu menjadi jembatan bagi masyarakat untuk turut berkontribusi.

Tak hanya itu, segala keputusan yang akhirnya nanti diambil juga harus berdasarkan pertimbangan kepentingan publik di dalam negeri. Jika tidak, bisa jadi dukungan masyarakat ini terus meluntur hingga tak bersisa. (LITBANG KOMPAS)