Kompas_07_02_22_h.2_membangun_perisai


Membangun Perisai Keamanan Data
Masyarakat perlu membangun kesadaran terhadap keamanan data. Jajak pendapat Litbang ”Kompas” menunjukkan
adanya kecenderungan pemahaman individu yang masih lemah terhadap keamanan data pribadi di ruang digital.
Kesadaran terhadap kea-
manan data menjadi
penting karena peran
masyarakat sebagai pengguna
turut menentukan dalam pe-
lindungan data di ranah digital.
Kesadaran itu perlu dibangun
untuk menangkis kejahatan si-
ber. Namun, kesadaran terha-
dap keamanan data masyarakat
saat ini relatif masih rendah.
Hasil jajak pendapat Litbang
Kompas akhir Januari 2022 me-
nunjukkan hampir separuh
responden (46,5 persen) tidak
tahu dan tidak menyadari ak-
tivitas daring, seperti browsing,
belanja, dan aktivitas di media
sosial lainnya, merupakan sum-
ber data yang penting. Penge-
tahuan soal pentingnya data ja-
di pekerjaan rumah pertama
untuk membangun kesadaran
terhadap keamanan data.
Ketidaktahuan ini menjadi
cermin masih rendahnya kesa-
daran akan data memengaruhi
kesadaran terhadap keamanan
data. Hasil jajak pendapat ini
turut menunjukkan belum ter-
ciptanya masyarakat yang me-
nerapkan protokol keamanan
digital. Sebagian besar respon-
den belum menerapkan lang-
kah-langkah pengamanan data,
seperti membaca ketentuan ke-
amanan, mengganti kata sandi
berkala, dan memeriksa kredi-
bilitas layanan digital, seperti
aplikasi.
Sebanyak 22,4 persen res-
ponden mengaku tidak memba-
ca syarat dan ketentuan terkait
keamanan data saat mengisi da-
ta pribadi di sistem atau aplikasi
digital. Enam dari sepuluh res-
ponden mengaku membaca ke-
tentuan yang diberikan, tetapi
hanya dua responden yang be-
nar-benar membaca secara te-
liti.
Mempelajari syarat dan ke-
tentuan menjadi aspek penting
dalam menilai keamanan pe-
nyelenggara sistem elektronik
(PSE). Co-founder Indonesia
Cyber Security Forum (ICSF)
M Novel Ariyadi menyebutkan,
pengguna diharapkan tidak
menggunakan aplikasi yang
berdampak pada kerentanan
sistem. Pengguna juga wajib
meneliti relevansi izin akses
yang diminta oleh sebuah ap-
likasi (Kompas, 14/9/2021).
Selain kesadaran terhadap
data yang relatif rendah, pro-
tokol pengamanan akun dengan
penggantian kata sandi secara
berkala juga belum jadi kebi-
asaan. Separuh lebih responden
(67,9 persen) mengaku tidak
pernah mengganti kata sandi di
akun-akun digitalnya. Hanya
sebagian kecil responden yang
mengganti kata sandi secara
berkala, itu pun hanya pada
akun tertentu.
Bagaimanapun, menerapkan
protokol cyber hygiene dengan
mengganti kata sandi dibutuh-
kan untuk meminimalkan pe-
retasan data. Penerapan prinsip
pemilihan kata sandi yang kuat
dan penerapan otentikasi mul-
tifaktor jadi langkah lanjutan
yang bisa dilakukan untuk
mengamankan data.
Kesadaran publik pada kea-
manan data juga tergambar dari
ketelitian memeriksa setiap ap-
likasi yang terdapat di gawai.
Sejumlah aplikasi diketahui da-
pat meretas data di gawai untuk
disalahgunakan. Sebanyak 59
persen responden menyatakan
tak pernah memeriksa keaman-
an aplikasi yang ada di ponsel
pintar miliknya. Hanya seper-
tiga responden mengecek ke-
amanan aplikasi, itu pun hanya
sebagian kecil yang melakukan-
nya secara berkala.
Hasil jajak pendapat ini ma-
kin menegaskan masih rendah-
nya penerapan protokol kea-
manan data pengguna layanan
daring, khususnya di ranah di-
gital. Hal ini menjadi gambaran
ke depan terkait pentingnya
menumbuhkan kesadaran pub-
lik terhadap keamanan digital.
Kejahatan siber
Kesadaran terhadap penting-
nya keamanan data ini tidak
lepas dari maraknya kejahatan
di dunia digital. Badan Siber
dan Sandi Negara (BSSN) me-
laporkan, lebih dari 888,7 juta
serangan siber terjadi pada Ja-
nuari hingga Agustus 2021. Pa-
da akhir 2021, jumlahnya men-
capai 1,6 miliar serangan siber.
BSSN juga melaporkan, 5.574
kasus peretasan terjadi sepan-
jang 2021. Tiga sektor yang pa-
ling banyak mengalami pere-
tasan adalah situs pendidikan
tinggi, swasta, dan pemerintah
daerah (Kompas, 20/1/2022).
Jajak pendapat juga mere-
kam, kejahatan siber yang ber-
akar dari pencuriandata pernah
dialami 17,4 persen responden.
Kelompok ini mengaku pernah
jadi korban penipuan, yakni de-
ngan cara pelaku menggunakan
data pribadi mereka. Sementara
sebagian kecil responden lain
menyampaikan penipuan ser-
upa terjadi pada kerabat dekat
mereka. Potret ini menambah
catatan buram kejahatan yang
berakar dari lemahnya peng-
amanan data pribadi.
Masyarakat perlu mening-
katkan kewaspadaan terhadap
pesan dari seseorang tak di-
kenal. Pesan dengan link yang
mencurigakan berpotensi besar
pada jebakan kejahatan siber.
Namun, sensitivitas publik ter-
hadap potensi kejahatan digital
ini cenderung masih lemah.
Sebanyak 64,5 persen
responden mengaku membiar-
kan jika mereka menghadapi
potensi-potensi kejahatan digi-
tal ini. Meskipun demikian, se-
bagian responden lain mengaku
melakukan langkah antisipatif.
Sebagian responden mengaku
memblokir nomor orang tidak
dikenal yang mengirim pesan
atau menelepon, bahkan seba-
gian lain cenderung mengambil
langkah untuk mengadukannya
ke kepolisian.
Selain upaya dari masyara-
kat, perisai pengamanan data
digital membutuhkan kolabo-
rasi dari pemerintah dan pe-
nyelenggara sistem elektronik.
Sepertiga responden dalam ja-
jak pendapat (35,3 persen) ber-
harap pemerintah meningkat-
kan sistem dan infrastruktur
keamanan digital. Dorongan
untuk mengambil langkah ter-
sebut tak bisa dilepaskan dari
dugaan peretasan yang me-
nyasar jaringan kementeri-
an/lembaga negara.
Sebagian responden lain juga
menyampaikan pemerintah
perlu lebih selektif dalam me-
nyeleksi pegawai yang bertugas
dalam penataan data digital.
Hal ini ditujukan untuk me-
minimalkan perilaku koruptif
penjualan data yang dilakukan
oknum internal.
Perlindungan data
Publik juga berharap adanya
penguatan regulasi terkait pe-
nyelenggara sistem elektronik.
Sepertiga responden berharap
pemerintah menerapkan sanksi
tegas bagi penyelenggara sistem
elektronik yang tidak bertang-
gung jawab. Sanksi tegas dalam
bentuk denda yang memberat-
kan bisa menjadi pilihan untuk
memberikan efek jera.
Dorongan pada penyeleng-
gara sistem elektronik yang ber-
tanggung jawab ini senada de-
ngan pendapat dari empat dari
sepuluh responden yang tidak
yakin aplikasi atau situs web
yang digunakan akan menjaga
kerahasiaan data pengguna.
Pada akhirnya, jajak penda-
pat menangkap harapan agar
pemerintah segera meram-
pungkan Rancangan Undang-
Undang Perlindungan Data Pri-
badi. Bersama dengan revisi UU
Informasi dan Transaksi Elek-
tronik dan UU Keamanan Ke-
tahanan Siber, percepatan pem-
bahasan RUU Perlindungan
Data Pribadi diharapkan akan
memperkuat payung hukum
keamanan data digital.
Tentu, sebelum infrastruktur
regulasi itu ada dan menjadi
jaminan perlindungan, kesa-
daran pribadi setiap pengguna
terhadap pentingnya keamanan
data digital harus diperkuat.
Kesadaran publik akan penting-
nya keamanan data merupakan
perisai utama untuk menangkal
kejahatan siber.
(ARITA NUGRAHENI/
LITBANG KOMPAS)