Mengurai ”Keruh”
Minyak Goreng
Sederet jurus telah diluncurkan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng.
Namun, dampaknya belum optimal. Jurus-jurus baru diperlukan guna mengurainya.
Sejumlah kebijakan pe-
ngendalian harga minyak
goreng di dalam negeri
sudah digulirkan sepanjang Ja-
nuari tahun ini. Kendati harga
rata-rata nasional berangsur
turun, harga minyak goreng
masih relatif tinggi, setidaknya
masih di atas ketentuan harga
eceran tertinggi. Pasokannya
juga masih seret sehingga se-
bagian masyarakat masih ke-
sulitan mendapatkan minyak
goreng dengan harga terjang-
kau di ritel modern ataupun di
pasar tradisional.
Padahal, kebijakan kewajib-
an pemenuhan kebutuhan pa-
sar domestik (domestic market
obligation/DMO) minyak kela-
pa sawit mentah (CPO) dan
CPO olahan atau olein telah
lebih dari sepekan bergulir.
Kementerian Perdagangan ju-
ga belum menerbitkan izin
ekspor dua komoditas bahan
baku minyak goreng tersebut.
Ada apa?
Direktur Jenderal Perda-
gangan Dalam Negeri Kemen-
terian Perdagangan Oke
Nurwan dalam diskusi publik
”Solusi Minyak Goreng Naik,
Subsidi atau DMO?” yang di-
gelar Institute for Develop-
ment of Economics and Fi-
nance (Indef), Kamis
(3/2/2022), mengatakan, kebi-
jakan pengendalian harga mi-
nyak goreng bukan kebijakan
coba-coba (trial and error).
Menurut dia, kebijakan itu
berevolusi lantaran tidak di-
tanggapi positif. Kebijakan
awal, yakni penyediaan minyak
goreng kemasan sederhana se-
harga Rp 14.000 per liter, tidak
berjalan baik. Alasannya, ka-
pasitas pabrik tak mencukupi
jika harus memproduksi mi-
nyak goreng premium. Peme-
rintah kemudian menggulirkan
kebijakan minyak goreng ke-
masan sederhana dan premi-
um satu harga. Langkah ini ju-
ga tidak berjalan dengan baik
karena ada indikasi kebocoran
ekspor CPO dan olein.
Akhirnya, Kementerian Per-
dagangan menggulirkan kebi-
jakan DMO CPO dan olein pa-
da 27 Januari 2022. Berbareng
dengan langkah itu, Kemente-
rian Perdagangan mematok
harga eceran tertinggi (HET),
yakni Rp 11.500 per liter untuk
minyak goreng curah, Rp
13.500 per liter untuk minyak
goreng kemasan sederhana,
dan Rp 14.000 per liter untuk
minyak goreng premium.
Selain itu, sampai pekan la-
lu, Kementerian Perdagangan
juga belum menerbitkan izin
ekspor CPO dan olein karena
syarat DMO belum dipenuhi
eksportir. Namun, stok minyak
goreng di dalam negeri masih
seret. ”Saya tidak tahu apakah
ini bentuk perlawanan atau
masih dalam tahap persiapan
dan penyesuaian atas kebijak-
an tersebut. Pemerintah tidak
boleh kalah. Kami tetap akan
memonitor dan memastikan
kebutuhan minyak goreng mu-
rah tersedia,” ujarnya.
Dugaan kartel
Oke menambahkan, kebijak-
an DMO yang digulirkan me-
rupakan salah satu cara pe-
merintah melepaskan
ketergantungan harga minyak
goreng dari pengaruh harga
CPO dunia. Dengan ketentuan
DMO 20 persen untuk CPO
dan olein serta harga DMO Rp
9.300 per kilogram untuk CPO
dan Rp 10.300 per kg untuk
olein, produsen minyak goreng
diharapkan bisa mendapatkan
jaminan bahan baku dengan
harga yang lebih murah dari
harga internasional.
Dalam kesempatan yang
sama, Ketua Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
Ukay Karyadi berpendapat,
problem minyak goreng sebe-
narnya sudah keruh sejak di
hulu. Ada alokasi lahan negara
untuk perusahaan-perusahaan
kelapa sawit melalui mekanis-
me hak guna usaha.
Di sisi lain, kepemilikan
perkebunan kelapa sawit se-
makin terkonsentrasi ke swas-
ta atau dikelola perusaha-
an-perusahaan besar ketim-
bang rakyat. Setiap tahun, ada
perkebunan sawit rakyat yang
diakuisisi perusahaan swasta
menengah, kemudian perusa-
haan swasta menengah itu di-
akuisisi perusahaan besar.
”Kami mencatat sudah ada
10 perkebunan rakyat yang di-
akuisisi swasta, lima perusaha-
an Malaysia mengakuisisi per-
usahaan nasional, dan satu
perusahaan Malaysia menga-
kuisisi perusahaan Malaysia di
Indonesia,” ujar Ukay.
Menurut Ukay, KPPU mulai
memanggil sejumlah perusa-
haan minyak goreng, Jumat
(4/2), guna mendalami indikasi
upaya menaikkan harga mi-
nyak goreng secara bersamaan
atau kartel. Dari 74 perusaha-
an yang menjadi anggota dua
asosiasi, 30 perusahaan berge-
rak di industri minyak goreng.
”Empat di antaranya merupa-
kan perusahaan besar yang
terintegrasi dengan perkebun-
an dan pabrik pengolahan atau
pemurnian minyak kelapa sa-
wit. Empat pabrik ini mengua-
sai 46,5 persen pasar minyak
goreng di dalam negeri,” ujar-
nya.
Pekan ini, KPPU akan kem-
bali memanggil produsen mi-
nyak goreng untuk meminta
keterangan dan mencari alat
bukti terkait dugaan persaing-
an usaha tidak sehat. Pada ta-
hap awal, KPPU akan fokus
untuk menemukan minimal
satu alat bukti pelanggaran
Undang-Undang Nomor 5 Ta-
hun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persa-
ingan Usaha Tidak Sehat.
Beban konsumen
Peneliti Center of Food,
Energy, and Sustainable Deve-
lopment Indef, Rusli Abdullah,
menilai, langkah pengendalian
harga belum efektif menekan
harga minyak goreng ke level
Rp 14.000 per liter. Pengelu-
aran konsumen untuk mem-
beli minyak goreng pun sema-
kin besar.
”Di tengah keuntungan be-
sar pengusaha minyak goreng
dan CPO, bahkan dobel keun-
tungan bagi perusahaan mi-
nyak goreng yang terintegrasi
dengan industri sawit, konsu-
men harus menanggung beban
tinggi atas kenaikan harga mi-
nyak goreng,” ujarnya.
Menurut Rusli, pengendali-
an harga yang tepat saat ini
atau untuk jangka pendek ada-
lah mengintervensi harga mi-
nyak goreng curah. Namun,
untuk jangka panjang, hilirisasi
minyak curah menjadi minyak
kemasan diperlukan agar pe-
ngendalian dan pengawasan-
nya lebih mudah.
Terkait kebijakan DMO,
efektivitasnya menstabilkan
harga minyak goreng diperki-
rakan baru terlihat satu bulan
ke depan. Agar kebijakan
efektif, pemerintah perlu me-
mastikan pasokan CPO ke
pabrik minyak goreng berjalan
baik, termasuk memastikan
harganya sesuai patokan, se-
hingga harga jual minyak go-
reng di konsumen bisa lebih
murah.
Kompas_07_02_22_h.9
Penerimaan Masyarakat Jadi Tantangan Transisi Energi
JAKARTA, KOMPAS — Konsep,
kompetensi, dan konektivitas,
termasuk penerimaan masya-
rakat dalam transisi energi dari
fosil ke energiterbarukan, perlu
dimatangkan dalam upaya me-
nuju bebas emisi pada 2060.
Pola pikir masyarakat yang se-
lama ini terbiasa dengan peng-
gunaan energi termurah juga
mesti diubah.
Hal itu dikatakan Menteri
Pertambangan dan Energi
1978-1988 Subroto dalam webi-
nar nasional ”Siapkah Indone-
sia Menuju Transisi Energi?”
yang digelar Ikatan Alumni Fa-
kultas Hukum Universitas Di-
ponegoro, Sabtu (5/2/2022).
Menurut Subroto, pokok-pokok
kesiapan Indonesia dalam tran-
sisi energi masih perlu dikaji.
Pada konsep, ujar Subroto,
perlu dibuat peta jalan yang
melibatkan pemerintah sebagai
satu kesatuan dan semua pe-
mangku kepentingan. Terkait
kompetensi, perlu dikaji secara
mendalam bagaimana modal
dan kesiapan tenaga kerja. Da-
lam konektivitas, penyebarlu-
asan kepada masyarakat perlu
lebih digencarkan.
”(Penerimaan dari masyara-
kat)itu yang menjaditantangan
utama. Saat ini, (dalam) transisi
energi belum tercapai konsen-
sus nasional,” kata Subroto.
Menurut data Ditjen Energi
Baru Terbarukan dan Konser-
vasi Energi (EBTKE) Kemen-
terian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), target penye-
diaan listrik dari energi ter-
barukan terus meningkat. Dari
9.427 megawatt (MW) pada
2017 menjadi 11.804 MW pada
2022. Itu mencakup hibrida,
bayu, surya, bioenergi, panas
bumi, dan air. Angka itu belum
termasuk pengembangan pem-
bangkit listrik tenaga surya
(PLTS) Atap.
Ketua Umum Masyarakat
Energi Terbarukan Indonesia
Surya Darma mengatakan, ada
sejumlah tantangan dalam
transisi energi. Dalam kelistrik-
an, kapasitas terpasang adalah
73 gigawatt. Sebesar 88 persen
dengan fosil, termasuk batu-
bara, sedangkan 12 persen ener-
gi terbarukan. ”Ini kontradiktif
dengan upaya-upaya penurun-
an karbon. Di satu sisi ingin
turunkan emisi, tetapi di sisi
lain pemanfaatan batubara luar
biasa,” katanya.
Menurut Surya, hingga 2025,
energi fosil masih akan sangat
dominan di Indonesia. Baru pa-
da periode 2025-2050, pengem-
bangan energi terbarukan bakal
lebih agresif. Namun, terbatas-
nya pendanaan dan SDM bisa
menjadi kendala kendati sudah
ada komitmen nasional, yakni
penurunan emisi karbon 29
persen pada 2030.
Pengembangan energi terba-
rukan, ujar Surya, tak mungkin
sepenuhnya dilakukan peme-
rintah. ”Perlu menarik berbagai
pihak, termasuk untuk finan-
sial. Tidak mudah mendapat-
kan 100 miliar dollarAS (hingga
2025), apalagi dari APBN. Perlu
disiapkan beberapa skenario
agar berbagai pihak ikut men-
dukung,” ujarnya.
Direktur Perencanaan dan
Pengembangan Infrastruktur
EBTKE Ditjen EBTKE Kemen-
terian ESDM Hendra Iswah-
yudi mengatakan, pemerintah
terus mendorong peningkatan
energi terbarukan. Upaya yang
dilakukan, antara lain, penye-
lesaian sejumlah regulasi dan
mandatori bahan bakar nabati.
Selain itu, diberikan pula in-
sentif fiskal dan nonfiskal untuk
energi terbarukan, kemudahan
perizinan, serta mendorong per-
mintaan energi listrik. (DIT)
Rompi Antipeluru dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University berhasil mengembangkan
rompi antipeluru yang bahan bakunya berasal dari serat tandan kosong kelapa sawit
Deonisia Arliinta
ki Indonesia sudah
dapat memproduksi
rompi antipeluru, se-
luruh bahan bakunya masih ha-
rus didatangkan dari luar ne-
geri. Peneliti dari Fakultas Ma-
tematika dan Ilmu Pengetahu-
an Alam IPB University kini
berhasil mengembangkan rom-
pi antipeluru dengan bahan ba-
ku serat tandan kosong kelapa
sawit yang sangat melimpah di
Indonesia.
Hingga saat ini, Indonesia
merupakan salah satu produsen
kelapa sawit terbesar di dunia.
Pada proses pengolahan tandan
buah segar kelapa sawit akan
dihasilkan minyak sawit men-
tah (CPO), kernel, tandan
kosong, serat mesocarp, cang-
kang, dan limbah cair (POME).
Pengolahan CPO biasanya
akan menyisakan 40-60 persen
limbah padat yang terdiri dari
batang, pelepah, cangkang, dan
tandan kosong kelapa sawit
(TKKS).
Khusus untuk TKKS, setiap
hektar kebun kelapa sawit bisa
menghasilkan sekitar 7,7 juta
ton TKKS. Sebagai gambaran
akan potensi TKKS di Indone-
sia, menurut data Kementerian
Pertanian tahun 2019, luas tu-
tupan sawit di Indonesia men-
capai 16,38 juta hektar. Luasan
ini tentu terdiri atas beraneka
usia tanaman sawit yang turut
menentukan produktivitasnya.
Namun, selama ini tandan
kosong tersebut belum diolah
secara optimal. Oleh inovator
dari Departemen Fisika Fakul-
tas Matematika dan Ilmu Pe-
ngetahuan Alam (FMIPA) IPB
University, Siti Nik-
matin, limbah pa-
dat hasil pengolah-
an kelapa sawit, ya-
itu TKKS, tersebut
akhirnya
diolah
menjadi serat alam
untuk bahan baku
rompi antipeluru.
Ini merupakan
kabar baik untuk
pemanfaatan lim-
bah sawit. Selain itu, inovasi ini
bisa menyumbang penghemat-
an devisa negara serta men-
dukung kemandirian Indonesia
dalam menghasilkan bahan ba-
ku peralatan militer tersebut.
Ini mengingat rompi antipeluru
yang diproduksi di Indonesia
saat ini masih menggunakan
serat kevlar berbahan sintetis
yang harus diimpor.
”Dengan
berlimpahnya
TKKS, dibutuhkan diversifikasi
produk. Penggunaan bahan sin-
tetis kevlar yang saat ini di-
gunakan jadi bahan baku juga
perlu ada solusi produk sub-
stitusinya. Karena itu, inovasi
ini diharapkan bisa menjadi so-
lusi atas dua persoalan terse-
but,” kata Siti.
Ia menuturkan, serat TKKS
memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan dengan serat sin-
tetis. Dari penelitian yang telah
dilakukan, keunggulan tersebut
antara lain ketersediaannya
yang berlimpah dan berkelan-
jutan, dapat diperbarui, dapat
terdegradasi secara biologis,
harga murah, dapat diproses
dengan alat sederhana, serta
memiliki sifat mekanis dan ter-
mal yang baik.
Proses pengolahan
TKKS memiliki dua bagian
penting, yakni spikelet (bulir
pada tandan) dan stalk (tang-
kai). Dalam pembuatan serat
untuk bahan baku rompi anti-
peluru, bagian stalk yang di-
gunakan. Stalk dibersihkan dari
impuritas dengan kandungan
kimia hemiselulosa sebesar 15
persen, selulosa 73 persen, lig-
nin 8 persen, ekstraktif 3 per-
sen, kadar air 3 persen, dan
derajat kristalinitas sebesar
41,40 persen.
Serat TKKS yang diambil da-
ri bagian stalk tersebut kemu-
dian dibuat benang pilin yang
sebelumnya direndam menggu-
nakan bahan tahan api CaOH2
dengan konsentrasi tiga molar
selama 30 menit. Untuk mem-
perkuatnya, epoksi dilakukan
menggunakancampuranepoksi
dan pengeras dengan perban-
dingan 1:1 pada aplikasi bio-
komposit antipeluru.
Benang pilin yang sudah di-
bentuk lalu ditenun menjadi
lembaran kain dengan alat te-
nun bukan mesin. Untuk mem-
buat rompi antipeluru, lembar-
an kain yang sudah dihasilkan
ditumpuk sampai 15 lapisan
yang disusun dalam bentuk
anyaman dengan orientasi su-
dut tegak lurus dengan susunan
seperti sandwich.
Tumpukan tersebut kemudi-
an ditekan menggunakan mesin
sehingga ketebalannya bisa
mencapai 2 sentimeter. Jika ti-
dak melalui proses ini, tum-
pukan dari lembaran kain ter-
sebut bisa mencapai 10-20 sen-
timeter.
Setelah itu, proses yang di-
lakukan sama seperti membuat
rompi pada umumnya. Pola di-
buat terlebih dahulu, kemudian
dibentuk menjadi sebuah rom-
pi.
Adapun proses penelitian
yang dilakukan ini
mendapatkan du-
kungan dari Badan
Pengelola Dana
Perkebunan Kela-
pa
Sawit
(BPDPKS).
Hasil pengujian
Siti mengatakan,
rompi antipeluru
yang dibuat dari
tandan kosong kelapa sawit kini
sudah sampai pada tahap pro-
totipe. Hasil uji makrobalistik
menunjukkan, lembaran anti-
peluru yang dihasilkan tidak
tembus peluru.
Uji balistik yang dilakukan
menggunakan senjata bertipe
Glock Inc Smyrna Ga dengan
peluru tipe MUI-JHP A1 9 x 19
mm. Pada proses pengujian, pe-
luru ditembakkan dengan ke-
cepatan 320 meter per detik
dan jarak tembak 30 meter de-
ngan asumsi peluru bergerak
lurus beraturan.
Hasil uji balistik juga me-
nunjukkan material rompi dari
TKKS ini mampu menyerap
momentum sebesar 392 x 104
kg.m/s2 dan merambatkan
energi kinetik ke seluruh luasan
lembaran antipeluru. Dengan
begitu, proyektil atau peluru da-
pat bergerak ke arah gravitasi.
Dalam pengamatan visual, lem-
baran antipeluru juga tidak
mengalami keretakan ataupun
pecah.
Pengujian lebih lanjut
Siti menuturkan, sejumlah
pengujian lebih lanjut masih
harus dilakukan untuk me-
nyempurnakan material anti-
peluru yang dikembangkan,ter-
utama terkait fleksibilitas ma-
terial yang digunakan.
Dalam proses pengujian,
rompi yang dikembangkan ini
dinilai masih kurang nyaman
untuk digunakan karena terlalu
kaku dan masih cukup berat.
Pengujian lebih lanjut juga
perlu dilakukan untuk peng-
gunaan senjata laras panjang
sebelum akhirnya bisa diguna-
kan langsung di lapangan.Peng-
ujian lain perlu dilakukan un-
tuk melihat dampak pada organ
tubuh pengguna.
”Harapannya, penelitian ini
dapat digunakan secara luas se-
bagai material baju antipeluru
yang saat ini 100 persen masih
diimpor. Ini diperlukan untuk
memperkuat pertahanan nega-
ra kita, khususnya untuk per-
alatan pendukung dari alutsista
(alat utama sistem persenjata-
an),” tutur Siti.
Secara terpisah, Rektor IPB
University Arif Satria menyam-
paikan, selain rompi antipeluru,
inovasi lain juga dilakukan oleh
peneliti IPB University terkait
pemanfaatan limbah kelapa sa-
wit. Inovasi tersebut antara lain
penyanitasi tangan (hand sani-
tizer) organik, helm, serta pa-
kaian dari limbah sawit.
”Dari sisi hulu kita juga terus
kembangkan pemanfaatan sa-
wit dengan prinsip sustain-
ability (keberlanjutan). Kita ha-
rus membuktikan bahwa kita
juga terus bergerak menuju sa-
wit yang berkelanjutan,” kata-
nya.
Menurut situs
internet
BPDPKS, saat ini biomassa ke-
lapa sawit, seperti pelepah, ba-
tang, cangkang, serat mesocarp,
tandan kosong kelapa sawit, dan
palm kernel meal (PKM), sudah
dimanfaatkan meski belum op-
timal. Contohnya, TKKS dan
pelepah sebagai mulsa di kebun,
limbah cair untuk biogas, lim-
bahcair danTKKSuntukpupuk
kompos, dan PKM sebagai cam-
puran pakan ternak.
Selain itu, BPDPKS dalam
program penelitian dan pe-
ngembangannya juga mendanai
beberapa proposal penelitian
pemanfaatan produk samping
dari kebun sawit, di antaranya
pemanfaatan dan pengolahan
TKKS serta batang tanaman sa-
wit.
TKKS juga berpotensi di-
manfaatkan menjadi biokom-
posit untuk helm, bahan baku
poliester, bioplastik, biooil/bi-
ogas, dan dimetil-eter (DME)
untuk substitusi LPG. Adapun
bagian batang tanaman sawit
bisa dimanfaatkan sebagai ba-
hanpaku pembuatankayu lapis,
glukosa pati, serta asam laktat.