JAKARTA, KOMPAS — Masih banyak persoalan perpajakan kelas menengah yang belum terakomodasi dalam program pengampunan pajak. Kondisi ini muncul baik pada payung hukum maupun pelayanan pajak. Perlu solusi mengatasi permasalahan ini demi memenuhi prinsip keadilan. Kompas/Alif IchwanPeserta seminar memenuhi counter Help Desk Amnesti Pajak untuk mendapat penjelasan, mengenai Taks Amnesty, sebelum di adakannya acara seminar. Acara seminar yang mengambil tema "Amnesti dan Investasi Properti di Jakarta, Jumat (19/8), di hadiri Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani, Ketua OJK Muliaman D Hadad, Direktur Utama BTN, Maryono dan Dirjen Pajak. Ken Dwijugiasteadi   Pada umumnya, kelas menengah sudah membayar pajak dengan benar. Hal ini terutama dilakukan karyawan. Sebab, Pajak Penghasilan (PPh) langsung dipotong oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Namun, tidak sedikit harta kelompok kelas menengah ini yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak. Hal ini, antara lain, disebabkan kelalaian wajib pajak atau kerumitan dalam mengurus persoalan administrasi. Kondisi ini sekaligus menunjukkan masih banyak persoalan kelas menengah yang belum terakomodasi pada program pengampunan pajak. "Karena undang-undangnya sudah telanjur disahkan, pemerintah harus memberikan solusi konkret," kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo di Jakarta, Senin (22/8). Untuk kepemilikan aset yang menimbulkan penghasilan tetapi belum dilaporkan, Prastowo menyarankan agar pemilik aset tersebut mengikuti program pengampunan pajak. Sepanjang omzet dari aset tersebut maksimal Rp 4,8 miliar per tahun, wajib pajak bisa ikut tarif usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, UMKM dengan deklarasi aset sampai dengan Rp 10 miliar kena uang tebusan 0,5 persen dari aset bersih. Sementara untuk UMKM dengan aset di atas Rp 10 miliar, tarif tebusannya 2 persen dari aset bersih. Tarif UMKM ini berlaku sama, dari awal hingga akhir periode, yakni 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017. Adapun bagi wajib pajak yang sudah melaporkan semua penghasilannya dalam SPT tetapi belum melaporkan semua asetnya, cukup menempuh mekanisme pembetulan SPT dengan membayar sanksi Rp 100.000. Sementara, untuk mereka yang mendapatkan harta warisan atau hibah, misalnya berupa tanah, bisa menempuh mekanisme pembetulan SPT. "Prinsipnya, sejauh semua penghasilan sudah dilaporkan, tidak perlu ikut program pengampunan pajak. Cukup dengan pembetulan SPT terhadap harta yang belum dilaporkan. Namun, jika ada kurang bayar, sebaiknya ikut pengampunan pajak," kata Prastowo. Pembetulan SPT biasanya menjadi salah satu obyek pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak. Terkait pembetulan SPT tersebut, Prastowo mendesak agar Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan agar tidak menjadi sasaran pemeriksaan. Sebelumnya, Ken telah mengeluarkan instruksi moratorium pemeriksaan guna mendukung program pengampunan pajak. "Untuk prinsip keadilan, Dirjen Pajak mestinya juga menegaskan bahwa pembetulan SPT ini pun tidak dijadikan sasaran pemeriksaan. Hal ini sekaligus untuk memberikan kepastian bagi mereka yang selama ini sudah membayar pajak dengan benar," kata Prastowo. Sumbangan pajak kelas menengah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Realisasi Pajak Penghasilan Pasal 21 pada periode 1 Januari-akhir April 2016 mencapai Rp 35,9 triliun. Sementara PPh Pasal 25 dan Pasal 29 untuk orang pribadi Rp 3 triliun. , 1 2   Deklarasi Dalam keterangan pers, kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi program pengampunan pajak hingga 20 Agustus 2016. Sebanyak 6.896 wajib pajak berpartisipasi dengan 75,3 persen di antaranya orang pribadi dan 24,7 persennya badan. Dari orang pribadi yang berpartisipasi itu, sekitar 40,5 persen di antaranya UMKM. Sementara 44 persen dari badan yang berpartisipasi adalah UMKM. Total aset yang dilaporkan mencapai Rp 35,93 triliun dengan uang tebusan Rp 857 miliar. Dari aset yang dilaporkan tersebut, tiga yang terbesar berupa kas dan setara kas (48,2 persen), tanah dan bangunan, serta investasi dan surat berharga. Namun, dari aset kas dan setara kas yang dilaporkan itu, hanya 6 persen yang direpatriasi. Tanah dan bangunan menyumbang 22,1 persen dari aset yang dilaporkan dengan 1,4 persen di antaranya direpatriasi. Sementara investasi dan surat berharga menyumbang 18 persen dengan 1,1 persen di antaranya direpatriasi. Deklarasi aset terbesar di luar sejauh ini dari Singapura, yakni 48 persen dari total deklarasi aset di luar negeri. Namun, hanya 18,5 persen di antaranya yang direpatriasi. Asal aset yang dideklarasikan berikutnya adalah Australia, Hongkong, Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Kanada, Selandia Baru, dan Inggris. Sri Mulyani menyatakan, pihaknya akan terus memantau perkembangan program pengampunan pajak. Secara normatif, ia berusaha mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tahun ini, uang tebusan ditargetkan sebesar Rp 165 triliun. Sementara deklarasi aset ditargetkan Rp 3.500 triliun dan repatriasi aset Rp 1.000 triliun. Informasi Dalam sosialisasi program pengampunan pajak yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak Kantor Regional Jawa Timur II di Sidoarjo, kemarin, terungkap mengenai informasi yang simpang siur dan tidak jelas mengenai program pengampunan pajak. Bupati Sidoarjo, yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Tambak Sidoarjo, Saiful Ilah mengatakan, selama ini petani dan petambak tidak pernah membayar pajak penghasilan. "Mereka tidak tahu bahwa penghasilan harus dilaporkan dan dikenai pajak," kata Saiful. Kepala Kantor Regional Jawa Timur II Direktorat Jenderal Pajak Irawan mengatakan, sosialisasi kepada UMKM di Jawa Timur akan digelar dalam waktu dekat karena potensinya cukup besar. (LAS/NIK) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Agustus 2016, di halaman 1 dengan judul "Berikan Solusi Konkret".