CAGAR BUDAYA
BPCB Jatim Ekskavasi Situs Srigading
MALANG, KOMPAS — Balai Pe-
lestarian Cagar Budaya Jawa
Timur, Senin (7/2/2022), mu-
lai mengekskavasi Situs Sriga-
ding di Desa Srigading, Keca-
matan Lawang, Kabupaten
Malang. Benda cagar budaya
yang berada di tengah perke-
bunan tebu itu diperkirakan
dibangun pada masa Mpu Sin-
dok atau abad 10 Masehi.
Lokasi ekskavasi berupa
gundukan tanah (gumuk) de-
ngan lebar sekitar 15 meter
(m) x 15 m dengan tinggi ham-
pir 3 m. Di permukaan gun-
dukan terdapat sebuah yoni
berukuran 0,8 m x 0,8 m, be-
berapa batu andesit berbentuk
segi empat, dan sebaran batu
bata dengan dimensi cukup
besar.
Bentuk yoni di tempat itu
unik dan berbeda dengan ke-
banyakan yang ukurannya
sama (simetris) antara sisi atas
dan bawah. Yoni di Srigading
memiliki lebar bagian atas le-
bih besar dibandingkan sisi ba-
wah. Adapun fondasi yoni ”di-
kunci” menggunakan semen
oleh warga dengan maksud
agar benda itu tidak kembali
dicuri orang.
Arkeolog Balai Pelestarian
Cagar Budaya (BPCB) Jawa
Timur Wicaksono Dwi Nugro-
ho menjelaskan, ada indikasi
Situs Srigading merupakan re-
runtuhan candi yang dibangun
sebelum Majapahit.
Dari keterangan masyara-
kat, menurut dia, potensi ben-
da kepurbakalaan di tempat
itu cukup menjanjikan meski
banyak bagian telah hilang, se-
perti arca Durga, Nandi, Dwa-
rapala, dan batu bata yang di-
ambil orang menggunakan
kendaraan roda empat.
”Jadi, kami mencoba me-
nyurvei melalui ekskavasi un-
tuk melihat seberapa besar pe-
ninggalan purbakala di Desa
Srigading ini” ujarnya.
Pengambilan benda cagar
budaya memang kerap terjadi.
Selama ini, banyak benda cagar
budaya (yang belum tersentuh
oleh BPCB ataupun perlin-
dungan oleh pemerintah) ter-
kesan dibiarkan begitu saja se-
hingga rawan pencurian dan
perusakan.
Menurut Wicaksono, perja-
lanan sejarah di Jawa Timur
memang cukup panjang, sejak
masa klasik abad ke-10. Bah-
kan, Candi Badut di Kota Ma-
lang diklaim berdiri pada abad
ke-8. Peradaban makin ber-
kembang setelah muncul Ma-
japahit sehingga banyak sekali
temuan yang belum semuanya
bisa ditangani akibat terbatas-
nya sumber daya manusia.
Suhan (50), salah seorang
petani pemilik lahan di sam-
ping gumuk, membenarkan
bahwa sebelumnya ada arca di
tempat itu, tetapi hilang di-
ambil orang. ”Tak hanya arca,
ini (yoni) juga sempat mau
dicuri. Posisinya sudah ber-
geser ke sana (menujuk arah).
Tidak tahu alat apa yang di-
pakai untuk mencuri,” ujar-
nya.
Menurut Suhan, tidak ada
warga yang mengetahui asal
mula bagaimana situs masa
lalu tersebut berada di kawas-
an itu. Yang dia tahu, beberapa
tahun terakhir, tempat itu
sempat dibersihkan dan men-
jadi lokasi wisata. Namun, tak
berselang lama gumuk itu di-
tinggalkan lagi. (WER)