Kompas_14_02_22_h.16_siska_nirmala
Siska Nirmala

Bertualang Kampanye Nol Sampah
Berada di kawasan Jalan Bima, Cicendo, Kota
Bandung, Jawa Barat, Toko Nol Sampah jauh dari
gemerlap tempat niaga masa kini. Diapit pohon
mahoni tinggi besar, tidak ada plang terpasang.
Namun, keberadaannya menjadi satu dari banyak
harapan besar Siska Nirmala (34), pemiliknya,
untuk dunia yang lebih baik.
Cornelius Helmy


Masuk ke dalam toko berukuran 6 x
4 meter, puluhan toples tersusun
dalam rak kayu tanpa cat yang
menempel di dinding putih. Toples
berukuran 1-5 liter itu terisi ber-
agam produk.
Dinding kiri menjadi tempat
bumbu masak, mulai dari garam
hingga beragam kaldu. Ada juga
sabun bubuk dan batang yang dijual
grosir.Dinding kananadalahtempat
bahan makanan hingga makanan
matang. Ada biji-bijian (multigrain),
makaroni, hingga kue muesli pang-
gang.
Penempatan ragam produk da-
lam toples kaca besar ini sengaja
dilakukan untuk meminimalkan pe-
ngemasan. Pembeli juga disarankan
membawa wadah sendiri. ”Harap-
annya, semua produk dan aktivitas
jual beli ini bisa meminimalkan po-
tensi munculnya sampah,” kata
Siska, Jumat (28/1/2022).
Salah satu produk yang menarik
perhatian adalah buah lerak. Ben-
tuknya mirip kacang kenari. Lerak
digunakan untuk bahan pencuci ra-
mah lingkungan. Kuncinya ada di
kandungan saponin dalam busa
yang dihasilkan. Tidak heran bila
lerak dikenal dengan nama biji sa-
bun (soapnuts).
”Cara menggunakannya sederha-
na. Bisa langsung direndam atau
disimpan dalam wadah sebelum
masuk ke mesin cuci. Ini salah satu
yang banyak pembelinya,” ujarnya.
Didirikan pada September 2020,
Toko Nol Sampah jauh dari niat
Siska mencari untung. Tempat itu
menjadi satu dari sekian jendela
mempromosikan konsep zero waste
atau meminimalkan sampah. Sudah
lebih dari 10 tahun Siska mene-
rapkan gaya hidup itu.
Konsep zero waste kerap hanya
dikenal sebagai salah satu cara me-
milah sampah. Padahal, artinya le-
bih dari itu. Bila diselami, kaitannya
erat dengan kebiasaan menyusun
perencanaan matang, pola makan,
kesehatan, hingga membuka celah
bisnis ramah lingkungan.
”Dulu saya sakit-sakitan, kini tu-
buh lebih sehat. Mengurangi sam-
pah dengan menata apa yang kita
makan ikut memberikan kualitas
kesehatan lebih baik,” ucapnya.
Kisah Siska dengan nol sampah
dimulai saat ikut pelatihan sehari
tentang zero waste di Yayasan Pen-
didikan Biosains dan Biotekno-
logi (YPBB) Bandung tahun
2010. Materinya seperti memi-
lah sampah dengan konsep ta-
kakura hingga mengurangi peng-
gunaan plastik.
Namun, bukan perkara mu-
dah langsung menerapkannya.
Orang terdekat di rumah masih
mencampurkan semua sampah
dalam satu wadah. Kebiasaan
menggunakan plastik juga tidak
bisa berubah begitu saja.
Hati Siksa juga masih luluh
saat ditawari kantong plastik di
minimarket. Dia pernah tak ber-
daya menolak tawaran plastik di
pasar tradisional. Kegelisahan-
nya juga ditemukan saat berada
di puncak gunung. Aktivitas
olahraga luar ruang adalah salah
satu hobi Siska.
Gunung Rinjani di Nusa
Tenggara Barat yang didaki ta-
hun 2010 memberi kesan tidak
terlupa. Disuguhi indahnya biru
langit Rinjani, Siska melihat ba-
nyak sampah. ”Kemasan makan-
an tercecer menjadi sasaran mo-
nyet-monyet,” katanya.
Begitu pula Gunung Semeru
yang didatangitahun 2011. Peng-
alaman menawan di Mahameru
dan Ranukumbolo diganggu
tumpukan sampah di Pos Ka-
limati.
Ke gunung
Semua membuat hatinya tidak
tenang. Hingga akhirnya, diskusi
dengan temannya, Indra Andri-
adi, di Bandung, menuntunnya
pada pencerahan baru. ”Menga-
pa tidak coba zero waste saat naik
gunung?” kata Indra.
”Ya, mungkin itu jawabannya,
zero waste adventure” kata
Siska.
Inti dari zero waste adventure
sebagai pergerakan pribadi ada-
lah bertualang menyenangkan
dengan minim sampah. Mendaki
gunung dengan membawa bekal
tanpa kemasan plastik atau yang
berpotensi menjadi sampah ba-
ru. Selain itu, membawa sayur
atau buah sebagai pengganti ku-
dapan hingga tidak membawa
botol minum dan makanan da-
lam kemasan.
Konsep ini pun semakin men-
jadi kenyataan lewat Ekspedisi
Nol Sampah yang dilakukan per-
tama di Gunung Gede, bagian
dari Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP). Pen-
dakian dilakukan pada Septem-
ber 2013.
Gunung Gede dipilih dengan
beberapa alasan. Kala itu, TNG-
GP tengah merancang registrasi
pendaki secara daring. Hanya
600 orang yang diizinkan men-
daki dari tiap jalur setiap hari.
Bertujuan menjaga ekosistem
kawasan, hal itu sejalan dengan
konsep Ekspedisi Nol Sampah.
Ekspedisi pertama itu berjalan
lancar. Makanan dibawa dengan
wadah. Sampah organik dari ku-
litjeruk, bawang, dan telur lantas
dikubur. Sesuai saran penjaga di
pos pendakian, Siska membawa
pulang biji jeruk dan biji melon
agar tidak mengganggu ekosis-
tem kawasan.
Untuk minum, mereka meng-
andalkan botol minum yang bisa
diisi ulang. Banyak mata air yang
bisa diambil airnya di sekitar
Gunung Gede.
Ekspedisi berlanjut ke Papan-
dayan dan Tambora di tahun
2014. Selanjutnya, ada Lawu dan
Argopuro di tahun 2015.
Semua rekaman perjalanan-
nya lantas ditulis dan dimuat di
media massa tempat ia bekerja
kala itu. Berharap bisa dinikmati
semakin banyak orang, tuli-
san-tulisan itu dikumpulkan lalu
diterbitkan secara mandiri ta-
hun 2017.Cetakan pertama buku
Zero Waste Adventure itu men-
capai 2.000 eksemplar. Dua ta-
hun kemudian, buku itu dicetak
kembali oleh Elex Media Kom-
putindo dengan judul Zero Was-
te Adventure (Ekspedisi Penda-
kian Lima Gunung tanpa Meng-
hasilkan Sampah).
Perlahan Siska dan zero waste
adventure semakin dikenal. Per-
temuan membahas konsep ini
lantas digagas tahun 2019. Total
ada 10 pertemuan di delapan
daerah di Jawa dan Bali. Ujung
dari pertemuan ini adalah acara
bertajuk ”Zero Waste Adventure
Camp” di Curug Layung, Ban-
dung, 28-29 September 2019. Di
sana, pesertanya mempraktik-
kan beragam ilmu yang sudah
didiskusikan.
Hasilnya, sebanyak 125 peser-
ta konsisten dengan materi pe-
latihan. Tidak ada sampah plas-
tik dan hanya menyisakan 21,3
kg sampah organik. ”Inginnya
memperbanyak hal serupa, tapi
ada sejumlah keterbatasan ka-
rena kemudian datang pandemi
Covid-19,” katanya