K_02_02_22_h.10
PROBLEM PUPUK BERSUBSIDI
DPR Minta Penyelesaian Tidak Sektoral
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Per-
wakilan Rakyat berharap se-
jumlah menteri duduk bersama
mengatasi masalah pupuk ber-
subsidi yang terjadi berulang
setiap tahun. Selama ini pem-
bahasan masalah pupuk terke-
san sektoral, sementara petani
di lapangan masih sering ke-
sulitan mendapatkan pupuk ke-
tika membutuhkannya.
Tata kelola pupuk bersubsidi
dinilai bermasalah sejak awal.
Selain anggaran yang terbatas
sehingga muncul gap antara ke-
butuhan dan alokasi, pendataan
melalui rencana definitif kebu-
tuhan kelompok (RDKK) dan
pengawasan distribusi tidak op-
timal. Akibatnya, penyimpang-
an kerap terjadi.
Anggota Komisi VI DPR dari
Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), Nasim Khan, da-
lam rapat kerja Komisi VI DPR
bersama Menteri Perdagangan
Muhammad Lutfi di Gedung
DPR/MPR, Jakarta, Senin
(31/1/2022), mengatakan, pem-
bahasan hanya dengan satu ke-
menterian membuat masalah
pupuk tak kunjung selesai. Se-
lain itu, ada kesan saling lempar
tanggung jawab.
Nasim meyakini, data pene-
rima di RDKK tidak tepat sa-
saran. Karena itu, pendataan
perlu diperbaiki dengan me-
libatkan petani dan aparatur di
tingkat desa sebagai pihak yang
tahu kebutuhan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR
dari Fraksi PDI-P Aria Bima
menambahkan, gap antara ke-
butuhan di e-RDKK dan pe-
menuhan pupuk subsidi terlalu
tinggi. Belum lagi ada per-
ubahan struktur lapangan kerja
akibat pandemi Covid-19 yang
membuat banyak orang kem-
bali ke kampung halaman dan
menjadi petani. ”Gap terlalu
tinggi sehingga terjadi kelang-
kaan. Pasti ada disparitas dan
permainan,” ujarnya.
Menteri Perdagangan Mu-
hammadLutfi yang hadir dalam
rapat itu menyatakan, keter-
batasan alokasi menjadi masa-
lah selama ini. Pada 2021, mi-
salnya, kebutuhan pupuk subsi-
di mencapai 24,3 juta ton,tetapi
alokasinya 9 juta ton.
Lutfi menambahkan, Ke-
menterian Perdagangan, mela-
lui Peraturan Menteri Perda-
gangan Nomor 15 Tahun 2013
tentang Pengadaan dan Penya-
luran Pupuk Bersubsidi untuk
Sektor Pertanian, menugaskan
PT Pupuk Indonesia untuk me-
laksanakan pengadaan dan pe-
nyaluran, sedangkan pengawas-
an dilakukan pemerintah pusat
dan daerah.
Investigasi tim Kompas ter-
kait pupuk bersubsidi yang di-
sajikan di harian ini, 27-28 Ja-
nuari 2022, menemukan fakta,
antara lain, ada manipulasi data
dalam proses pengajuan pupuk
bersubsidi, perdagangan ilegal,
penjualan pupuk bersubsidi di
atas ketentuan harga eceran
tertinggi (HET), dan penjualan
pupuk bersubsidi tanpa meng-
acu pada RDKK. (DIT)