MELALUI Perpres No. 117/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran BBM tertanggal 31 Desember 2021, pemerintah menetapkan Premium sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan dengan wilayah penugasan meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VII DPR RI dari PKS Mulyanto mengatakan Perpres ini telah menganulir pernyataan Menteri ESDM yang berencana menghapus premium di Jawa-Madura-Bali (Jamali) tahun 2022. Dengan kebijakan ini, maka artinya premium tetap ada sebagai BBM Khusus Penugasan dan didistribusikan secara nasional dari Sabang sampai Merauke. Menurutnya, Perpres ini mungkin terkesan pemerintah mendengar aspirasi masyarakat, yang menginginkan BBM dengan harga yang terjangkau daya beli mereka di saat pandemi Covid-19 belum usai. Apalagi, pemerintah juga telah menetapkan untuk memperpanjang masa pandemi Covid-19. "Namun demikian ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian bersama, yakni dalam Perpres tersebut jumlah kuota premium akan dibatasi sebanyak 50 persen dari penjualan Pertalite. Berapa angka persisnya, tidak jelas," kata Mulyanto, Selasa (4/1). Tahun-tahun sebelumnya, dia katakan, angka kuota ini ditetapkan dengan jelas. Misalnya, kuota tahun 2019, 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 11 juta kiloliter, 11 juta kiloliter, dan 10 juta kiloliter. Sementara penyerapannya masing-masing sebesar 11,6 juta kiloliter, 8,7 juta kiloliter, dan 3,4 juta kiloliter.
"Tentu kita paham, penyerapan Premium yang rendah ini bukan karena animo masyarakat yang rendah, namun lebih karena Pertamina menahan-nahan distribusinya, sehingga Premium menjadi langka di pasaran. Berbagai keluhan masyarakat terkait kelangkaan BBM Khusus Penugasan ini di berbagai tempat membuktikan hal tersebut," kata Mulyanto. Menurut Mulyanto, Perpres No. 117/2021 yang tidak menghapus Premium ini sebenarnya “sama juga bohong” alias tidak punya makna di lapangan. Sebab dengan kebijakan Premium yang tanpa penetapan kuota yang jelas, maka dapat diduga pendistribusian tidak akan bertambah baik, malah akan semakin kacau. "Bisa dibayangkan, dengan jumlah kuota Premium yang jelas saja, pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 10 sampai 11 juta kiloliter, tetap terjadi kelangkaan Premium. Apatah lagi dengan kebijakan premium tanpa kuota," kata Mulyanto. Sehingga dia menekankan Perpres ini hanya seperti basa-basi, dan tidak menyelesaikan tuntutan masyarakat yang menginginkan BBM dengan harga yang terjangkau melalui mekanisme subsidi. "Padahal, masyarakat berharap negara hadir meringankan beban hidup mereka di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai ini," kata Mulyanto. Dia menerangkan pada Pasal 3 Perpres No. 117/2021 berbunyi jenis BBM Khusus Penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan BBM jenis bensin (gasoline) RON minimum 88 untuk didistribusikan di wilayah penugasan. Lalu wilayah penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara Pasal 21B ayat (1) diatur ketentuan dalam rangka mendukung energi bersih dan ramah lingkungan, jenis Bensin (Gasoline) RON 88 yang merupakan 50 % dari volume jenis bensin (gasoline) RON 90 yang disediakan dan didistribusikan oleh Badan Usaha penerima penugasan diberlakukan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan sejak 1 Juni 202l sampai dengan ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4). (Try/OL-09)