Pertahanan Markas Baru TNI di IKN Nusantara Perlu Pertimbangkan Ancaman Masa Depan Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur yang disertai dengan pembentukan markas TNI baru perlu menimbang ancaman yang mungkin timbul. Di antaranya ancaman yang terkait dengan lokasi IKN yang menghadap Selat Makassar. JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan markas baru TNI dengan 30.000 personel sampai 50.000 personel dinilai telah mencukupi untuk aspek pertahanan dan keamanan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur. Perekrutan personel dan penambahan alutsista diharapkan sejalan dengan rencana pemenuhan kekuatan pokok minimum. Sebelumnya, ketika mengunjungi titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara diKecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, TNI akan menghadirkan markas baru berupa komando daerah militer untuk TNI AD,pangkalan TNI AU, dan pangkalan TNI AL untuk mengiringi pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur. TNI juga akanmenghadirkan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Untuk itu, Andika menyatakan, diperlukan penambahan personel untuk memperkuat sektor pertahanan di kawasan ibu kota negara yang baru tersebut. ”Sebanyak 30.000-50.000 personel baru (yang terdiri dari angkatan) darat, laut, dan udara di luar kekuatan TNI saat ini,” katanya. Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (19/2/2022), berpandangan, desain pertahanan dengan jumlah personel 30.000-50.000 orang dinilai sudah mencukupi. Itu berarti di sana akan dibentuk satuan-satuan tempur baru yang bertugas mengamankan IKN. ”Diperlukan pembentukan satuan-satuan baru untuk melindungi IKN, seperti satuan kavaleri, satuan pertahanan udara, hingga satuan pertahanan pangkalan. Satuan seperti itu perlu dibentuk untuk pengamanan ibu kota baru,” kata Khairul. Menurut Khairul, gelar kekuatan TNI untuk pengamanan IKN tersebut dapat sejalan dengan pemenuhan kekuatan pokok minimum (MEF) yang sudah direncanakan selama ini. Sebab, kemungkinan yang perlu dilakukan hanyalah pergeseran lokasi atau penempatannya. Selain itu, lanjut Khairul, dalam rencana pemindahan ibu kota negara ke Kaltim, yang dipindah hanyalah pusat pemerintahan. Sementara pusat bisnis atau ekonomi tetap berada di Jakarta. Dengan demikian, Jakarta tetap memerlukan gelar kekuatan yang signifikan untuk pengamanan. ”Maka, alutsista yang didatangkan itu nanti, misalnya jet tempur Rafale, penempatannya hanya menyesuaikan. Dengan demikian, belanja alutsista mestinya disesuaikan dengan pengembangan ibu kota baru dan tidak akan mengganggu pemenuhan kekuatan pokok minimum,” ujar Khairul. Meski demikian, menurut Khairul, pembentukan kekuatan di IKN Nusantara tersebut tidak serta-merta menempatkan semua satuan tempur di sana. Kekuatan atau alutsista mestinya akan disebar di berbagai wilayah di sekitar IKN, semisal di Makassar, Pontianak, dan Tarakan, maupun Surabaya. Secara terpisah, pengamat militer Kusnanto Anggoro berpandangan, penambahan 30.000-50.000 personel tersebut semestinya termasuk rencana penguatan komando daerah militer di luar ibu kota baru. Dengan demikian, pembentukannya akan memengaruhi struktur organisasi yang sekarang berada di bawah Kodam Tanjungpura. Alih-alih pembentukan kodam baru, yang dinilainya lebih penting adalah kompetensi khusus untuk penguatan pertahanan udara, pertahanan pantai, dan pasukan khusus yang bertanggung jawab terhadap ruang siber dan perang siber. ”Jadi, selain pasukan khusus dari tiga matra, juga ada semacam cyber command,” kata Kusnanto. Hal yang perlu diperhatikan, lanjut Kusnanto, adalah lokasi IKN yang menghadap Selat Makassar. Sebab, perairan tersebut merupakan perairan internasional yang perlu mendapat perhatian khusus, semisal menggelar kekuatan di sisi utara dan selatan yang berfungsi sebagai semacam ”gerbang”. Sebab, ancaman dari kapal selam ”siluman” yang masuk melalui Selat Makassar tetap ada. Dari sisi udara, Kusnanto berharap agar ditetapkan semacam zona larangan terbang (no-fly zone) dalam radius tertentu dari ibu kota. Sebab, ancaman serangan, baik berupa peluru kendali, pesawat, maupun pesawat tanpa awak, dari luar wilayah akan selalu ada. ”Justru strategi dasarnya itu yang perlu dibahas dulu, baru bisa menentukan kemampuan yang diperlukan dan postur yang dibutuhkan,” kata Kusnanto. Setelah kebutuhan tersebut dipetakan, kebutuhan berupa peralatan dan alutsista dapat dibeli sesuai dengan kebutuhan atau tidak berlebihan. Peralatan yang dibeli pun harus dapat berinteraksi satu sama lain (interoperability). Sementara itu, pengamat militer Susaningtyas Kertopati berpandangan, dari perspektif ilmu pertahanan, salah satu pertimbangan penetapan ibu kota adalah pengendalian keamanan nasional, termasuk pertahanan negara. Ibu kota suatu negara akan menjadi markas komando militer yang mampu bereaksi menghadapi kekuatan musuh saat bergerak memasuki wilayah terluar. Secara geografis, lanjut Susaningtyas, posisi Penajam Paser Utara yang berada di tengah atau pusat Indonesia akan memudahkan pengendalian gelar kekuatan di ketiga matra. Kontur datarannya yang relatif datar tidak mengganggu pancaran frekuensi berkekuatan tinggi, sementara lokasinya yang dekat dengan pantai memudahkan pembangunan pangkalan militer modern yang terintegrasi dengan unsur kekuatan lainnya. ”Tentu gelar kekuatan dalam aspek pertahanan dan keamanan adalah fokus pada keberadaan TNI-Polri di IKN agar berimbang. Soal Skuadron baru bilapun dibutuhkan adalah untuk menjaga kedaulatan RI,” kata Susaningtyas.