Perbedaan harga minyak sawit yang timpang dinilai menjadi akar kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Pemerintah memutuskan untuk menyubsidi minyak goreng curah.

Oleh ADITYA PUTRA PERDANA, HENDRIYO WIDI

JAKARTA, KOMPAS -- Tingginya disparitas harga minyak sawit mentah atau CPO dinilai menorong penyimpangan sehingga menimbulkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Ombudsman RI merekomendasikan pemerintah mencabut ketentuan tentang harga eceran tertinggi minyak goreng kemasan dan melepasnya sesuai mekanisme pasar.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Yeka Hendra Fatika, dalam telekonferensi pers Selasa (15/3/2022) menilai, harga CPO berdasarkan ketentuan tentang kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (domestic market obligation/DMO) ditetapkan Rp 9.300 per kilogram. Namun, harga CPO di pasaran berkisar Rp 18.000-19.000 per kg.

Disparitas harga minyak goreng antara harga di pasar dan harga eceran tertinggi (HET) juga dinilai mendorong spekulasi. Kementerian Perdagangan menetapkan HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Namun, harga minyak goreng di pasar umumnya lebih tinggi.

Selain mencabut ketentuan HET minyak goreng kemasan, Ombudsman RI merekomendasikan pemerintah tetap menjalankan kebijakan DMO CPO dan olein 20 persen dan fokus melindungi kelompok rentan, yakni warga miskin dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM), terkait problem minyak goreng.

Berdasarkan pemantauan Ombudsman RI di 274 tempat ditemukan, kepatuhan pada HET di pasar modern, ritel modern, dan ritel tradisional cenderung meningkat. Namun, di pasar tradisional sebaliknya. "Kepatuhan pada HET di pasar tradisional turun dari 12,82 persen pada 22 Februari 2022 menjadi 4,25 persen pada 14 Maret 2022," kata Yeka.

https://assetd.kompas.id/7p0kWLKddj6SYS6dgHPp__5bxNs=/1024x2676/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F14%2F813c812e-d988-46d2-b786-a5f4c6e00101_jpg.jpg

Selain disparitas harga yang memicu spekulasi, kelangkaan minyak goreng dinilai turut disebabkan oleh pembelian panik (panic buying) serta pembelian dalam jumlah banyak oleh rumah tangga atau pelaku usaha untuk stok. Selain itu, kata Yeka, ada kegagalan dalam fungsi pengawasan.

Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryadi Sasmita dalam telekonferensi pers, Selasa, menyatakan, pihaknya meyakini suplai minyak goreng sebenarnya dapat memenuhi kebutuhan. Namun, dengan dijual di bawah harga pasar atau HET, banyak pihak yang mencari kesempatan.

”Ditambah adanya kepanikan, (ketersediaan) menjadi kurang. Padahal, dengan adanya komposisi pemenuhan dalam negeri dalam ekspor CPO, jika berjalan sesuai (rencana), seharusnya tidak ada kekurangan minyak goreng. Jadi, kami usulkan harga dilepas (mekanisme pasar) sehingga tidak ada lagi pemain yang menimbun,” ujarnya.

Polri ikut awasi

Kepolisian RI menyatakan bakal ikut memastikan kertersediaan minyak goreng dari hulu hingga hilir bersama Kementerian Perdagangan. Salah satunya dengan menyidak pabrik minyak goreng yang menerima bahan baku minyak dari hasil penerapan kebijakan DMO.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sejumlah pabrik minyak goreng telah mendapatkan CPO dan olein dari eksportir kedua komoditas itu. Mereka memperoleh CPO seharga Rp 9.300 per kg dan olein Rp 10.300 per kg atau sesuai harga patokan DMO.

Sejumlah pabrik minyak goreng juga telah mendistribusikan minyak goreng yang diproduksi dengan harga sesuai ketentuan HET dan mendapatkan keuntungan. “Kami akan mengecek fenomena lonjakan harga minyak goreng di pasar di tengah produksi minyak goreng yang melimpah di sejumlah pabrik,” kata Listyo usai meninjau pabrik minyak goreng PT Bina Karya Prima (BKP) di Cilincing, Jakarta Utara.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menuturkan, ketika kebijakan DMO dilaksanakan dengan baik, hasilnya bisa berjalan dengan baik pula. Dalam 28 hari terakhir, ada sekitar 500 juta liter minyak goreng yang didistribusikan ke masyarakat.

Akan tetapi, meskipun barangnya sudah ada, harga minyak goreng di pasar masih belum sesuai HET. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan bersama Polri akan bersinergi untuk memutus praktik-praktik mafia minyak goreng yang memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi.

“Kami melihat, tingginya harga CPO global memungkinkan orang-orang yang sebelumnya tidak berpikir berbuat curang bisa berbuat curang. Kami tengah mengecek dan memperingatkannya. Mereka yang berusaha mendapatkan keuntungan sesaat akan kami datangi, tertibkan, dan sikat bersama,” kata dia.

Subsidi curah

Pada Selasa (15/3) sore, pemerintah memutuskan menyubsidi minyak goreng sawit curah menggunakan dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Setelah disubsidi, HET minyak goreng curah itu akan berubah dari Rp 11.500 per liter jadi Rp 14.000 per liter.

Sementara harga minyak goreng kemasan akan menyesuaikan nilai keekonomisan. Keputusan itu diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai menggelar rapat internal bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Dalam keterangan tertulisnya, CEO PT BKP Fenika menyatakan, dua pabrik BKP di Marunda melayani kebutuhan wilayah barat Indonesia, sedangkan pabrik di Gresik untuk melayani wilayah timur. Pada 1-12 Maret 2022, PT BKP telah mendistribusikan 26,14 juta liter minyak goreng.

Minyak goreng antara lain didistribusikan ke Jabodetabek dan Serang, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.