Di saat elit politik sibuk memikirkan koalisi politik 2024 dan perpindahan Ibu Kota Negara, masyarakat kecil dan UMKM masih bingung mencari minyak goreng murah.

Oleh ANDREAS YOGA PRASETYO

 

Dua pekan terakhir isu minyak goreng belum reda meski pemerintah telah memberikan subsidi harga minyak goreng dan menetapkan harga eceran tertinggi. Pengawasan tata niaga yang menjamin stok dan distribusi minyak goreng yang lebih tepat sasaran harus dijalankan pemerintah.

Konten tentang minyak goreng sudah banyak diberitakan di media massa dan diperbincangkan di media sosial sejak awal November 2021. Adalah kenaikan harga minyak goreng yang memicu hangatnya percakapan seputar minyak goreng.

Pada 5 November 2021, rata-rata harga minyak goreng sebesar Rp 17.700 per liter. Harga tersebut naik dari bulan sebelumnya, yaitu Rp 16.200 per liter pada 5 Oktober 2021. Harga minyak kian melejit pada Desember 2021.

Harga minyak goreng curah per 24 Desember 2021 menjadi Rp 17.800 per liter. Demikian pula dengan harga minyak goreng kemasan sederhana naik menjadi Rp 18.400 per liter dan minyak goreng kemasan premium menjadi Rp 20.000 per liter. Harga-harga tersebut di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 11.000 per liter.

Kenaikan harga minyak goreng tersebut tidak terlepas dari tren kenaikan harga pangan dunia dan harga komoditas, termasuk CPO. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), tren kenaikan harga tersebut tidak terlepas dari empat faktor, yaitu dampak pandemi Covid-19 (tenaga kerja dan produksi berkurang), fenomena La Nina yang memicu anomali cuaca, biaya pengiriman, serta lonjakan permintaan dari negara-negara importir.

Kenaikan harga CPO kemudian berdampak luas pada kenaikan harga minyak goreng. Naiknya harga minyak goreng diikuti gejolak di tingkat konsumen. Dari pengamatan terhadap percakapan seputar minyak goreng di mesin pencari Google dan media sosial sepanjang dua pekan terakhir (17-23 Januari dan 24-30 Januari 2022) terlihat dinamika warganet menyoroti kebijakan pemerintah menurunkan harga minyak goreng.

Sepanjang 17-23 Januari 2022 distribusi konten dan perbincangan warganet lebih banyak mengupas kebijakan subsidi minyak goreng. Di mesin pencari Google, salah satu puncak pencarian informasi minyak goreng muncul pada 19 Januari 2022.

Saat itu momentum yang membuat minyak goreng banyak dicari ialah munculnya informasi kebijakan pemerintah yang mulai menerapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng. Harga yang ditetapkan adalah Rp 14.000 per liter dan berlaku mulai 19 Januari 2022.

Kata kunci yang menunjukkan pesatnya pencarian di Google adalah subsidi minyak goreng. Beberapa kueri yang juga banyak digunakan warganet adalah harga minyak goreng Rp 14.000 dan panic buying pembelian minyak goreng. Munculnya kata kunci tersebut, terutama subsidi minyak goreng di Google Trends, tidak terlepas dari kebijakan subsidi dan penetapan satu harga minyak goreng oleh pemerintah.

 

https://assetd.kompas.id/npHajxX6u-8epYl0cNDuzZ-0OQc=/1024x4281/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F02%2F04%2F408ccf0f-8b7b-4a4c-98a8-3fd8d138d0e8_jpg.jpg

Subsidi

Dalam periode yang sama, konten minyak goreng juga ramai diperbincangkan di media sosial. Melalui aplikasi Talkwalker, pembagian konten dan percakapan seputar subsidi dan kebijakan minyak goreng satu harga juga terekam terjadi pada 19 Januari 2022. Sebagaimana pencarian di Google Trends, percakapan di media sosial juga tidak terlepas dari kebijakan satu harga.

Perbincangan selama 17-23 Januari 2022 tersebut telah mendapatkan 274.000 interaksi (engagement) dari warganet. Menariknya, percakapan di media sosial terkait isu minyak goreng banyak dilakukan oleh kaum perempuan.

Dari profil demografi yang muncul, proporsi perempuan yang berinteraksi dengan isu minyak goreng ialah 52 persen, sedangkan laki-laki 48 persen. Dibandingkan percakapan yang muncul dalam isu-isu sebelumnya, seperti Omicron, konflik Kazakhstan, bencana tsunami Tonga, dan penangkapan musisi Ardhito Pramono, dominasi perempuan baru terlihat dalam konten minyak goreng.

Hal ini tidak terlepas dari kedekatan perempuan dengan isu ini. Minyak goreng merupakan salah satu komoditas bahan pokok yang penting bagi masyarakat Indonesia, terutama kaum ibu.

Selain banyak dibicarakan warganet perempuan, percakapan konten seputar minyak goreng di media sosial pada periode 17-23 Januari 2022 lebih banyak menyoroti ketepatan sasaran subsidi. Tagar #SubsidiMinyakGorengBuatSiapa menjadi percakapan paling banyak diikuti di media sosial.

Sorotan warganet saat itu mempertanyakan distribusi minyak goreng satu harga yang baru terbatas di ritel modern. Kebijakan ini dinilai kurang berpihak kepada masyarakat kecil dan pelaku UMKM yang banyak berbelanja di pasar tradisional dan menggunakan minyak goreng curah. Warganet juga mengeluhkan stok minyak goreng subsidi yang cepat habis di toko ritel modern.

Terlepas dari sorotan tentang ketepatan subsidi dan masih terbatasnya jumlah minyak goreng yang dijual di ritel modern, kebijakan pemerintah memberikan subsidi minyak goreng mampu ”meredam” jumlah percakapan tentang minyak goreng di media sosial.

Jika pada periode 17-23 Januari 2022 terdapat 54.700 konten hasil pencarian tentang minyak goreng di media sosial, jumlahnya menurun menjadi 42.500 konten sepanjang 24-30 Januari 2022. Kebijakan pemerintah yang memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) juga membuat dinamika percakapan beralih dari sorotan tentang ketepatan sasaran subsidi.

Pada 27 Januari 2022 Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengumumkan pemerintah menetapkan HET minyak goreng mulai 1 Februari 2022. HET minyak goreng curah ditetapkan Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.

Jaminan

Sayangnya, kebijakan ini belum diimbangi dengan ketersediaan stok minyak goreng dan distribusi yang memadai. Akibatnya, percakapan yang banyak membawa sentimen negatif kepada pemerintah masih berlanjut pada pekan selanjutnya (24-30 Januari 2022).

Jika sebelumnya warganet menyoroti kurang tepatnya sasaran subsidi minyak goreng, kini percakapan yang muncul di media sosial berganti dengan empat topik, yaitu dampak kebijakan kewajiban pemenuhan kebutuhan pasar domestik (DMO), stok minyak goreng yang belum stabil, kartel bisnis minyak goreng, serta harga CPO dunia yang lebih banyak ditentukan oleh Malaysia.

Mencermati empat percakapan utama (top conversation) yang menghasilkan 60.000 interaksi tersebut, terlihat gejolak harga minyak goreng masih akan terus membayangi masyarakat pada hari-hari mendatang. Kekhawatiran ini beranjak dari sejumlah alasan.

Pertama, dampak kebijakan DMO yang diberlakukan Pemerintah Indonesia yang berimbas pada kenaikan harga CPO dunia. Konten yang banyak mendapat interaksi warganet di Facebook ini diunggah pada 30 Januari 2022 dari berita daring cnbcindonesia.com. Artikel tersebut melaporkan kenaikan harga CPO setelah Indonesia memberlakukan pembatasan ekspor.

Faktor kedua adalah tata niaga minyak goreng dalam negeri yang memengaruhi harga jual. Sorotan ini diangkat oleh berita kartel minyak goreng dari koran.tempo.co yang banyak mendapat engagement di Facebook dan Twitter.

Harga minyak juga mendapat pengaruh dari luar negeri, terutama dari Malaysia. Percakapan ini dipicu artikel Kompas.com pada 30 Januari 2022 yang mengangkat fakta penentuan harga CPO dunia oleh Malaysia. Hal ini menjadi ironi mengingat Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia.

Baik kenaikan harga CPO dunia maupun minimnya pengawasan rantai distribusi minyak goreng berujung pada munculnya gejolak harga minyak goreng di pasaran. Beranjak dari keresahan publik ini, pemerintah perlu memberikan jaminan stok dan distribusi minyak goreng.

Di luar gejolak saat ini, harga minyak goreng tercatat juga sering mengalami kenaikan menjelang momentum hari raya atau hari-hari besar nasional. Publikasi Distribusi Perdagangan Komoditas Minyak Goreng Indonesia 2021 yang disusun Badan Pusat Statistik menyebutkan jalur distribusi yang tidak efisien menjadi salah satu penyebab kenaikan harga minyak goreng.

Ini artinya, problem alur distribusi sudah menjadi persoalan laten yang mengancam stabilitas harga minyak goreng. Berlarut-larutnya gejolak minyak goreng yang sudah berjalan lebih dari tiga bulan menuntut pengawasan khusus dalam aspek ketersediaan barang di pasaran.

Monitoring ini diperlukan untuk mendukung strategi menetapkan harga eceran tertinggi. Tanpa ketersediaan stok dan kelancaran distribusi hingga ke seluruh pelosok negeri, isu seputar minyak goreng dipastikan akan terus bergejolak di masyarakat. (LITBANG KOMPAS)