Tim penyidik koneksitas Kejagung menyerahkan berkas perkara dan dua tersangka dalam perkara koneksitas dugaan korupsi TWP AD tahun 2013-2020 kepada Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Sidang segera dimulai.

 

JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung menunjuk Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta untuk memeriksa dan mengadili perkara koneksitas dugaan korupsi Dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat atau TWP AD tahun 2019-2020. Dalam perkara tersebut, seorang perwira tinggi berpangkat brigadir jenderal menjadi salah satu tersangka.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/2/2022) malam, mengatakan, tim penyidik koneksitas pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejagung telah menyerahkan berkas perkara dan dua tersangka dalam perkara koneksitas dugaan korupsi TWP AD tahun 2013-2020 kepada Oditur Militer Tinggi II Jakarta dan kepada Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Adapun tim penyidik koneksitas tersebut terdiri dari unsur kejaksaan, Polisi Militer TNI AD, dan Oditurat Jenderal TNI.

”Penyerahan berkas perkara dan kedua tersangka tersebut berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 45/KMA/SK/II/2022 tanggal 3 Februari 2022 tentang Penunjukan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Memeriksa dan Mengadili Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi Dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat Tahun 2019-2020,” kata Leonard.

Kedua tersangka dalam perkara tersebut adalah Brigadir Jenderal TNI Yus Adi Kamrullah (YAK) selaku Direktur Keuangan TWP AD sejak Maret 2019. Sementara, tersangka dari sipil adalah Ni Putu Purnama Sari (NPP), selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta (PT GSH). Saat ini Yus Adi ditahan di Instalasi Tahanan Militer Puspomad, sementara Ni Putu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Leonard mengatakan, perkara tersebut berawal dari dugaan penempatan dana TWP yang tidak sesuai ketentuan dan dilakukannya investasi di luar ketentuan pengelolaan TWP berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan kerja sama bisnis antara Ni Putu selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta dengan pihak lain.

Dari penyidikan, diketahui bahwa dana TWP yang disalahgunakan oleh terdakwa termasuk domain keuangan negara sehingga dapat menjadi sebuah kerugian keuangan negara. Sebab sumber dana TWP berasal dari gaji prajurit yang dipotong setiap bulan.

”Sehingga negara harus terbebani dengan kewajiban mengembalikan uang yang telah disalah gunakan tersebut kepada para prajurit,” ujar Leonard.

Akibat perbuatan keduanya, terjadi kerugian keuangan negara Rp 133,76 miliar. Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dengan telah diserahkannya berkas perkara beserta kedua terdakwa, lanjut Leonard, tim penuntut koneksitas pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung selanjutnya akan menunggu penetapan jadwal hari sidang. Tim penuntut koneksitas tersebut terdiri dari jaksa dan oditur.

Secara terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, dalam perkara koneksitas tersebut, baik oditur maupun hakim militer yang akan memeriksa dan mengadilinya pasti akan berpangkat lebih tinggi dari terdakwa yang berpangkat brigjen. Sebab, dalam pengadilan militer, terdapat konsep yang berbeda dari peradilan umum, yakni konsep atasan menghukum.

Demikian pula pemeriksaan dan pengadilan perkara itu dilaksanakan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta karena yang diadili berpangkat perwira tinggi. Jika berpangkat perwira menengah atau bawahnya, akan diadili di pengadilan militer biasa.

Terlepas dari itu, Fickar berpandangan bahwa seharusnya tidak ada pemisahan antara peradilan militer dan peradilan umum. Peradilan militer hanya dibutuhkan untuk menangani kasus khusus terkait militer, yakni kejahatan perang.

”Masak korupsi dianggap kejahatan militer. Kan tidak. Tetapi korupsi itu kan kejahatan yang bisa terjadi di mana pun, termasuk terjadi di institusi militer. Yang punya kompetensi mengadili mestinya peradilan umum,” kata Fickar.

Sebelumnya, ketika menerima Jampidmil Kejagung Laksamana Muda TNI Anwar Saadi yang melaporkan perkara tersebut, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa meminta agar perkara tersebut ditangani dengan tepat dan teliti. Andika juga berpesan agar kasus korupsi semacam itu tidak terjadi lagi.

”Itu tidak boleh terjadi lagi dan sebagai pembelajaran. Tapi kalau saya lihat tuntutannya ini bagus ya, sudah masuk berkasnya, kan. Kita harus benar-benar accountable karena kita adalah institusi yang diberi kewenangan, juga menegakkan hukum. Bagaimana kita bisa dipercaya apabila kita tidak accountable,” kata Andika.