Pemerintah dan DPR sudah memulai pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi pada Februari 2020. Namun, hingga saat ini, pembahasan RUU tersebut belum juga tuntas. logo Kompas.id TEKS › Politik & Hukum›RUU Perlindungan Data Pribadi ... LEGISLASI RUU Perlindungan Data Pribadi Jadi Atensi Pimpinan DPR Pemerintah dan DPR sudah memulai pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi pada Februari 2020. Namun, hingga saat ini, pembahasan RUU tersebut belum juga tuntas. Oleh NIKOLAUS HARBOWO, IQBAL BASYARI 23 Maret 2022 20:47 WIB · 3 menit baca Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (kiri) menyapa Wakil Ketua Komisi I Bambang Kristiono saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/6/2021). KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (kiri) menyapa Wakil Ketua Komisi I Bambang Kristiono saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/6/2021). JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP akhirnya jadi atensi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi I DPR diminta untuk segera menuntaskan pembahasan RUU PDP yang sudah cukup lama terbengkalai. Perbedaan pandangan mengenai sejumlah pasal krusial, seperti lembaga pengawas data pribadi, masih belum juga mendapatkan titik temu. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022), mengatakan, dalam waktu dekat, pihaknya akan bertemu dengan pimpinan Komisi I DPR untuk meminta penjelasan terkait RUU PDP. Dengan begitu, pimpinan DPR juga dapat mengetahui persoalan yang menghambat pembahasan RUU itu dan juga memberikan arahan selanjutnya kepada Komisi I. ”Dari pemerintah, kan, ingin cepat menyelesaikan (RUU PDP). Nanti, kami juga minta masukan dari Komisi I DPR terkait progress-nya bagaimana dan tentunya kami sepakat bahwa RUU PDP ini juga memang mesti segera diselesaikan,” ujar Dasco. Pembahasan RUU PDP sudah dimulai pada Februari 2020. Namun, hingga saat ini, pembahasan belum tuntas dilakukan karena masih ada perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR menyangkut status lembaga otoritas pengawas PDP. Fraksi-fraksi di DPR menginginkan agar lembaga itu bersifat independen, sementara pemerintah menginginkan lembaga itu berada di dalam kementerian (Kompas, 26 Januari 2022). Secara terpisah, Ketua Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menyatakan, masih belum ada titik temu mengenai lembaga pengawas data pribadi. Sejumlah anggota Komisi I DPR sempat mengusulkan lembaga pengawas dilekatkan pada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Adapun dalam rapat kerja terakhir Komisi I DPR dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Menkominfo Johnny G Plate menunggu jadwal untuk melanjutkan kembali pembahasan RUU PDP tersebut. Menanggapi usulan BSSN menjadi lembaga pengawas data pribadi, Juru Bicara BSSN Anton Setiawan menyampaikan, pihaknya mendukung setiap kebijakan pemerintah dan siap melaksanakan segala amanat yang diberikan. Tentunya, dalam pelaksanaan tugas itu nanti, BSSN juga akan mengedepankan prinsip kolaborasi dengan pihak-pihak terkait. ”Hal yang terpenting, lembaga otoritas PDP sebagai komponen utama dalam menjalankan dan mengawasi PDP di Indonesia harus memiliki kapabilitas dan sumber daya yang mencukupi guna menjalankan fungsi tersebut,” tutur Anton. Independen dan mandiri Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, otoritas lembaga pengawas bisa saja memanfaatkan struktur birokrasi yang sudah siap, termasuk BSSN ataupun Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo. Namun, lembaga otoritas pengawas semestinya tetap memenuhi kualifikasi sebagai sebuah lembaga yang independen dan mandiri agar bisa mengimplementasikan UU PDP secara efektif. ”Anggaran dan sumber daya manusia memang menjadi satu hal yang harus dipertimbangkan. Namun, bukan berarti pertimbangan itu akhirnya menjatuhkan pilihan ke lembaga pengawas otoritas yang tidak independen,” katanya. Jika pilihan lembaga otoritas diberikan kepada lembaga yang sudah ada, menurut Wahyudi, lembaga itu harus memenuhi kualifikasi sebagai lembaga yang independen. Prasyarat itu antara lain pengisian pimpinan dilakukan melalui pemilihan oleh Presiden dan DPR, bukan hanya ditunjuk Presiden. Sebab, jika hanya ditunjuk Presiden, pimpinan bisa diganti tanpa melalui prosedur yang diatur di UU. Jika pilihan lembaga otoritas diberikan kepada lembaga yang sudah ada, menurut Wahyudi, lembaga itu harus memenuhi kualifikasi sebagai lembaga yang independen. Prasyarat itu antara lain pengisian pimpinan dilakukan melalui pemilihan oleh Presiden dan DPR, bukan hanya ditunjuk Presiden. Sebab, jika hanya ditunjuk Presiden, pimpinan bisa diganti tanpa melalui prosedur yang diatur di UU. Selain itu, pengambilan keputusan sebuah lembaga independen dilakukan melalui kolektif kolegial. Sementara pengambilan keputusan di lembaga seperti BSSN dipegang oleh Kepala BSSN sehingga tidak memenuhi kualifikasi sebagai lembaga independen. Dalam pengisian birokrasi, juga mesti bisa dimungkinkan diisi oleh tenaga ahli di luar ASN untuk menopang kerja lembaga pengawas. ”Kebutuhan untuk memastikan lembaga pengawas yang independen sangat penting. Sebab, saat ini data pribadi menjadi instrumen penting bagi sektor swasta, pemerintah, ataupun partai politik,” tutur Wahyudi.