JAKARTA, KOMPAS — Pemotongan anggaran transfer daerah bisa menyebabkan rencana dan komitmen di daerah buyar di tengah jalan. Hal ini menimbulkan persoalan serius bagi pemerintah daerah karena percepatan pembangunan tidak berjalan sesuai harapan rakyat. Pemerintah menetapkan pemotongan anggaran transfer daerah Rp 72,9 triliun atau 37,5 persen dari jatah anggaran untuk daerah yang tersisa pada September-Desember 2016. Langkah ini merupakan bagian dari skenario pemotongan anggaran belanja negara September-Desember 2016 senilai Rp 137,6 triliun. Belanja kementerian dan lembaga negara juga dipotong Rp 64,7 triliun. "(Pemotongan anggaran) ini pasti sangat berpengaruh, terutama sana alokasi umum. Dana ini berkenaan dengan gaji dan tunjangan birokrasi," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nurdin Abdullah saat dihubungi di Bantaeng, Sulawesi Selatan, Minggu (28/8). Nurdin menambahkan, pemotongan anggaran transfer daerah akan memengaruhi proyek yang sudah dilelang. "Kalau proyek sudah dilelang, akan jadi masalah. Ini kejadian baru pertama. Sudah direncanakan dan disahkan DPRD, tiba-tiba dipotong. Kalau yang batal dibangun kantor bupati, rumah jabatan, atau kantor dinas, tidak terlalu masalah, tetapi kalau menyangkut layanan kepada masyarakat, ini masalah," kata Nurdin. Terkait potensi persoalan hukum, Nurdin meminta pemerintah pusat memberikan perlindungan kepada semua kepala daerah. Sebab, bukan tidak mungkin akan ada pihak yang mempersoalkan kepala daerah secara hukum atas penundaan proyek yang sudah dilelang atau sudah dalam pengerjaan fisik. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng di Jakarta menyatakan, pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan tentu mempertimbangkan tren penyerapan anggaran dan perencanaan yang tak akurat. "Terlepas benar atau tidaknya estimasi target pemotongan yang dihasilkan atas pertimbangan itu, pemotongan anggaran ini menyasar anggaran yang bersifat substantif dan terjadi pada musim puncak penyerapan belanja di daerah," kata Endi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja di Komisi XI DPR, pekan lalu, menyampaikan, pemotongan dana transfer daerah dan dana desa meliputi enam mata anggaran, yakni dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus fisik, tunjangan profesi guru PNS daerah, dana tambahan penghasilan guru PNS daerah, serta dana desa. DAU, misalnya, dipotong Rp 19,4 triliun. Menurut Endi, kabupaten dan kota di Indonesia umumnya masih mengandalkan DAU. Sebesar 65-66 persen DAU untuk belanja birokrasi. (LAS)