Ketergantungan TNI pada persenjataan asing yang terlalu tinggi berbahaya secara strategis.

 

Perkembangan lingkungan strategis yang ada saat ini memberikan pelajaran penting. Perlu ada perubahan pada perencanaan postur pertahanan TNI agar memiliki independensi strategis.

”Persenjataan Indonesia saat ini 90 persen impor,” kata Ketua Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pithantanas) Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate dalam diskusi ”Indonesian Strategic Autonomy and The Armed Forces Modernisation Plan” yang diadakan Semar Sentinel, Rabu (20/4/2022).

Situasi itu dinilainya berbahaya karena kalau sampai ada konflik, musuh akan menguasai jalur-jalur pasokan impor senjata. Bisa terbayang militer Indonesia dalam kondisi lumpuh.

Masalah kedua, lanjutnya, yakni banyak negara yang menjadi sumber senjata TNI. Akibatnya, masalah logistik dan efisiensi serta efektivitas operasi muncul. ”Kesiapan kita korbankan,” kata Jan.

Hal senada dikatakan Alman Helvas Ali dari Semar Sentinel.

Ia mengatakan, banyaknya jalur suku cadang persenjataan TNI adalah korban dari politik bebas aktif. Perkembangan terakhir, dengan adanya invasi Rusia ke Ukraina ini, pilihan Indonesia akan sumber alat utama sistem persenjataan jadi tinggal negara-negara NATO, seperti Inggris, Perancis, dan Italia.

Alman mengatakan, kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif menjadi beban dari pengadaan alutsista.

”Contohnya kita tidak bisa beli senjata-senjata yang maju seperti F35,” kata Alman.

Ke depan, untuk mengembangkan industri pertahanan, Indonesia harus menggandeng negara tertentu. Hal ini, menurut dia, tidak bertentangan dengan politik bebas aktif, tetapi memang harus dilakukan strategi diplomasi yang tepat.

Natalie Sambhi dari Verve Research Australia mengatakan, Indonesia perlu membaca perkembangan geostrategis ke depan. Menurut dia, ada peluang Indonesia untuk memimpin di kawasan, terutama dengan hadir dalam upaya-upaya penanggulangan bencana. Kerja sama penanggulangan bencana bisa menjadi alat diplomasi Indonesia, baik militer dengan militer maupun militer dengan institusi sipil.

Ke depan, Indonesia tidak saja harus mengembangkan kekuatan laut dan udaranya sesuai dengan teater pertempuran di Pasifik. Akan tetapi, Angkatan Darat juga harus dikembangkan. Pasalnya, tidak hanya karena banyak konflik internal di Indonesia, seperti separatisme, tetapi mereka juga ujung tombak dalam penanggulangan bencana.