Kasus dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur menunjukkan titik terang dengan ditetapkannya 3 tersangka. Selain proses pengadaan yang melawan hukum, satelit yang disewa juga tidak bisa dimanfaatkan.

JAKARTA, KOMPAS — Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lain dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan tahun 2012 sampai 2021. Dalam kasus tersebut, kerugian keuangan negara mencapai Rp 500,5 miliar.

Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung Brigadir Jenderal Edy Imran dalam jumpa pers, Rabu (15/6/2022), di Kompleks Kejaksaan Agung, mengatakan, setelah proses penyidikan yang telah berjalan sekitar empat bulan, tim penyidik koneksitas akhirnya menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT di Kemenhan. Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 47 saksi yang terdiri dari delapan anggota TNI aktif, 10 purnawirawan TNI dan 29 sipil, serta permintaan keterangan ahli sebanyak dua orang.

Ketiga tersangka itu adalah Laksamada Muda (Purn) AP selaku Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan periode Desember 2013 sampai Agustus 2016, SCW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kesuma, dan AW selaku Komisaris Utama PT Dini Nusa Kesuma. Dari penelusuran di laman Kementerian Pertahanan, Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada saat itu adalah Laksamana Muda Agus Purwoto. Kemudian, pada September, jabatan tersebut diserahterimakan ke Mayor Jenderal Bambang Hartawan.

”Tersangka Laksamana Muda Purnawirawan AP bersama tersangka SCW dan tersangka AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee,” kata Edy.

Edy menuturkan, ketiga tersangka tersebut diduga telah melakukan penunjukan langsung kegiatan sewa satelit tanpa surat keputusan dari Menteri Pertahanan. Proses pengadaan tersebut tidak dibarengi dengan pembentukan tim evaluasi pengadaan serta tidak ada penetapan pemenang oleh Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran setelah melalui tim evaluasi pengadaan.

 

Tidak hanya itu, dalam proses pengadaan sewa satelit tersebut, kontrak ditandatangani tanpa ketersediaan anggaran. Kontrak juga tidak didukung harga perkiraan sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli. Selain itu, kontrak juga tidak memuat kewajiban bagi pihak Avantee untuk menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis serta tidak ada bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan.

”Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya, yakni Satelit Garuda, sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat,” tutur Edy.

Terhadap berbagai tindakan itu, kata Edy, dilakukan tiga kali audit dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yakni audit internal, audit tujuan tertentu, terakhir audit investigasi. Kemudian, ditetapkan bahwa kerugian negara meliputi kerugian akibat pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase sebesar Rp 480,3 miliar dan pembayaran konsultan sebesar Rp 20,2 miliar. Dengan demikian, total kerugian negara sebesar Rp 500,5 miliar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menambahkan, hingga saat ini, ketiga tersangka tersebut tidak ditahan. Sebab, ketiganya dinilai kooperatif. Namun, kata Ketut, ketiganya sudah dicegah ke luar negeri selama enam bulan, terhitung sejak awal penyidikan.

”Pencekalan sudah dilakukan sejak dilakukan penyidikan. Mudah-mudahan sebelum enam bulan sudah masuk ke persidangan sehingga pencekalan tidak perlu diperpanjang,” ujar Ketut.

Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, ketika dihubungi, menyatakan apresiasinya kepada Kejaksaan Agung atas penetapan tersangka tersebut. Sebab, dari dimulainya penyidikan sampai penetapan tersangka dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat.

”Dan Kejaksaan Agung bisa menetapkan tersangka tidak hanya dari pihak sipil, tetapi juga dari pihak TNI. Dan ini kita apresiasi,” kata Boyamin.

Boyamin berharap agar perkara tersebut dapat segera dibawa ke pengadilan. Dengan sedari awal penyidikan dilakukan secara koneksitas, maka hal itu akan turut mempercepat proses hukum kasus tersebut. Boyamin pun meyakini bahwa dengan ditetapkannya tiga tersangka itu, unsur pidana dan dua alat bukti sudah dipegang oleh penyidik.