JAKARTA, KOMPAS – Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat memastikan untuk menyetujui anggaran pemilu Rp 76,6 triliun yang diusulkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Nilai anggaran itu dinilai upaya efisiensi maksimal yang dapat dilakukan penyelenggara pemilu untuk tetap memastikan penyelenggaraan pemilu berjalan dengan baik.

Persetujuan Banggar DPR itu juga mengakhiri spekulasi mengenai kepastian anggaran bagi penyelenggaraan Pemilu 2024. Banggar memastikan akan menyetujui kepastian anggaran itu secara resmi setelah ada rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu, 23 Mei 2022.

Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) mengikuti rapat kerja bersama pemerintah untuk menetapkan postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di Gedung Banggar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/9/2019). Pada kegiatan itu, rapat dipimpin oleh Ketua Banggar Kahar Muzakir dan dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Direktur Jenderal Anggaran Askolani, serta Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti.Kompas/Wawan H PrabowoKOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK)

Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) mengikuti rapat kerja bersama pemerintah untuk menetapkan postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di Gedung Banggar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/9/2019). Pada kegiatan itu, rapat dipimpin oleh Ketua Banggar Kahar Muzakir dan dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Direktur Jenderal Anggaran Askolani, serta Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti.Kompas/Wawan H Prabowo

Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan, sikap Banggar itu diambil karena Banggar melihat pengajuan anggaran Rp 76,6 triliun itu merupakan efisiensi maksimal, sehingga tidak bisa lagi diutak-atik untuk diturunkan kembali oleh penyelenggara pemilu. Banggar DPR sudah pasti akan meloloskan keputusan hasil RDP yang rencananya digelar pada 23 Mei 2022, antara penyelenggara pemilu dengan pemerintah dan DPR.

No issue lagi bagi Banggar karena melihat pentahapan yang mendesak. Tetapi, lebih dari itu, memang harus diakui Rp 76,6 triliun itu tidak bisa lagi diutak-atik untuk diturunkan. Jumlah itu sudah batas anggaran paling minim bagi penyelenggara untuk dapat secara maksimal menyelenggarakan pemilu dengan baik,” ucapnya, saat ditemui sesuai rapat paripurna, Selasa (17/5/2022) di Jakarta.

No issue lagi bagi Banggar karena melihat pentahapan yang mendesak. Tetapi, lebih dari itu, memang harus diakui Rp 76,6 triliun itu tidak bisa lagi diutak-atik untuk diturunkan. Jumlah itu sudah batas anggaran paling minim bagi penyelenggara untuk dapat secara maksimal menyelenggarakan pemilu dengan baik”

Dalam proses pengajuan anggaran pemilu ini, menurut Said, Banggar DPR terus berkomunikasi dengan Kesekretariatan Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU), Setjen Badan Pengawas Pemilu, dan Setjen Kementerian Dalam Negeri.

“Soal anggaran Rp 76,6 triliun itu bagi Banggar adalah given (tidak bisa dihindari). Sejak awal, komitmen Banggar mendukung penganggaran pemilu, mulai dari usulan awal Rp 110 triliun, menjadi Rp 86 triliun, dan sekarang Rp 76 triliun. Itu semua sudah dikomunikasikan oleh Sekjen KPU, Sekjen Bawaslu, termasuk Sekjen Kemendagri,” kata anggota Fraksi PDIP ini.

 

Sepakati kenaikan anggaran

Ditemui terpisah, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Selasa, mengatakan, dalam rapat konsinyering dengan penyelenggara pemilu dan Kementerian Dalam Negeri, 13-14 Mei 2022, dibahas beberapa hal. Pertama, terkait anggaran, hampir seluruhnya menyepakati peningkatan anggaran sampai Rp 76 triliun.

Tangkapan layar Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli KurniaKOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Tangkapan layar Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia

Peningkatan anggaran itu sebagian besar ditujukan pada jumlah honor petugas di lapangan sampai ke tempat pemungutan suara. Dengan begitu, diharapkan ada peningkatan kualitas kerja dan kenyamanan dari petugas pemilu. Selain itu, peningkatan anggaran juga terjadi dalam pengadaan fasilitas, seperti kantor sekretariat dan gudang.

Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Junimart Girsang, anggaran pemilu cukup besar karena pemilu kali ini merupakan transisi dari pandemi ke endemi. Selain itu, ada penambahan anggaran untuk pengiriman alat-alat dan logistik bagi penyelenggaraan pemilu.

"Kemarin kami mengusulkan agar tidak makan waktu, KPU sebaiknya melakukan pengadaan dan pencetakan logistik tidak terpusat di Jakarta. Perlu juga dilakukan di provinsi-provinsi tertentu, sehingga tidak makan waktu dan bisa kurangi anggaran”

“Misalnya, untuk pengiriman surat suara dari Jakarta ke daerah. Oleh karena itu, kemarin kami mengusulkan agar tidak makan waktu, KPU sebaiknya melakukan pengadaan dan pencetakan logistik tidak terpusat di Jakarta. Perlu juga dilakukan di provinsi-provinsi tertentu, sehingga tidak makan waktu dan bisa kurangi anggaran,” katanya.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurizal mengatakan, sekalipun belum secara resmi diputuskan, tetapi dari hasil konsinyering itu setidaknya telah didapatkan gambaran mengenai kebutuhan anggaran Pemilu 2024. Hal itu akan dimatangkan kembali dan diputuskan di dalam RDP antara Komisi II dengan penyelenggara pemilu dan pemerintah.

“Secepatnya akan kita finalkan, dan mudah-mudahan tidak banyak perubahan, baik soal anggaran Rp 76,6 triliun, dan masa kampanye,” katanya.

 

Perpendekan kampanye

Berkaitan dengan masa kampanye, Doli mengatakan, seluruh pihak sepakat lama masa kampanye menjadi 75 hari tetapi dengan syarat jaminan pengadaan logistik bisa cepat dan aman dari masalah hukum. Komisi II DPR pun meminta KPU dan Bawaslu untuk segera membuat simulasi dengan lamanya masa kampanye 75 hari itu.

“Jadi, dengan catatan itu adalah teman-teman KPU meminta jaminan bahwa proses pengadaan alat logistik pemilu dibantu kemudahannya dengan kebijakan dari pemerintah. misalkan mereka meminta yang memungkinkan misalnya pengadaan tanpa tender ataupun kalau tender yang seperti apa pokoknya cepat dan aman, tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari”

“Jadi, dengan catatan itu adalah teman-teman KPU meminta jaminan bahwa proses pengadaan alat logistik pemilu dibantu kemudahannya dengan kebijakan dari pemerintah. misalkan mereka meminta yang memungkinkan misalnya pengadaan tanpa tender ataupun kalau tender yang seperti apa pokoknya cepat dan aman, tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari,” ucap Doli.

Kampanye virtual, menurut Doli, dapat dimanfaatkan untuk memperpendek masa kampanye. “Misal dulu kalau kita mau melaksanakan kampanye lapangan (rapat umum), segala macam jumlahnya ribuan orang itu persiapannya seminggu. Kalau (lewat virtual) itu sudah tidak ada lagi. Kami bisa kurangi seminggu begitu logikanya. Jadi kemarin akhirnya sepakat bahwa masa kampanye itu memang harus dipersingkat,” tutur Doli.

Problemnya, lanjut Doli, ternyata lamanya masa kampanye ini bersingungan dengan pengadaan logistik dan pengadaan alat-alat pemilu. Alhasil, muncul usulan lama masa kampanye antara 60 hari, 75 hari, dan 90 hari.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang sesuai rapat kerja dengan Kejaksaan Agung di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (31/1)ARIS SETIAWAN YODI

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang sesuai rapat kerja dengan Kejaksaan Agung di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (31/1)

“Memang harus ada inpres sebagai landasan hukum. Tidak cukup PKPU. Ada empat inpres, dan itu bisa lebih. Itu semua tergantung kebutuhan KPU supaya tidak digugat, dan agar pengadaan logistik lebih cepat dan melibatkan lembaga lain”

Untuk mendukung percepatan pengadaan logistik tersebut, Junimart menambahkan, pemerintah harus mendukung dengan instruksi presiden (inpres) atau ketentuan teknis lainnya. Dengan demikian, ada jaminan bagi KPU dalam percepatan logistik, serta hadirnya dukungan kementerian dan lembaga lain dalam distribusi logistik.

Baca Juga: Tepis Isu Penundaan Pemilu, Segera Putuskan Tahapan dan Anggaran Pemilu 2024

“Memang harus ada inpres sebagai landasan hukum. Tidak cukup PKPU. Ada empat inpres, dan itu bisa lebih. Itu semua tergantung kebutuhan KPU supaya tidak digugat, dan agar pengadaan logistik lebih cepat dan melibatkan lembaga lain,” kata Junimart.

Sebelumnya, di dalam konsinyering, KPU antara lain meminta ada empat inpres guna mendukung percepatan pengadaan dan distribusi kogistik di dalam masa kampanye yang diperpendek.

Dukungan peraturan berupa inpres itu setidaknya dibutuhkan untuk empat hal. Pertama, untuk memastikan dukungan dari Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sehingga logistik pemilu bisa dimasukkan ke dalam katalog elektronik nasional. Selain itu, dengan inpres tersebut diharapkan hadirnya dukungan penuh LKPP untuk menelaah produk, memilih penyedia katalog, dan menayangkannya di e-katalog. Selain itu, LKPP agar dapat memfasilitasi peningkatan kompetensi SDM pengadaan barang/jasa di KPU.

Kedua, inpres diperlukan untuk membentuk unit kerja pelayanan pengadaan barang dan jasa pemerintah (UKPBJ) setingkat eselon II, dan pengembangan organisasi di Sekretariat Jenderal KPU. Ketiga, inpres diperlukan untuk memastikan dukungan peralatan, personel dan anggaran TNI, Polri, BNPB dan pemda serta instansi terkait dalam percepatan pendistribusian logistik pemilu dari KPU Kabupaten/Kota sampai ke TPS tepat waktu.

Terakhir, diperlukannya inpres untuk memfasilitasi dukungan Kemendagri dan pemda serta Instansi terkait lainnya dalam penyiapan kebutuhan gudang penyimpanan logistik Pemilu.

 
Editor:
SUHARTONO