DPR mendukung penuh UU Energi Baru dan Energi Terbarukan cepat Disahkan.
 
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menegaskan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi  satu keharusan dan bukan sekedar pilihan belaka.
 
Ketua Komisi Energi di parlemen ini mendesak Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan agar Indonesia segera masuk ke energi baru terbarukan (EBT).
 
 
Ini karena IndonesIa memiliki potensi cukup besar untuk menuju energi rendah emisi dan ramah lingkungan.
 
Sugeng kembali menegaskan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) harus terus digalakkan di Indonesia. 
 
Upaya ini harus segera dilakukan dalam  bentuk peralihan sumber energi yang tidak lagi bergantung pada energi fosil yang diyakini dan diketahui terus langka, bahkan suatu saat akan habis.
 
 
Pemerintah Indonesia sendiri telah sepakat, mewujudkan target penurunan emisi sesuai tercantum dalam Paris Agreement. Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah melalui peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan atau energi ramah lingkungan.
 
Langkah yang diambil pemerintah ini, kata Sugeng, harus juga disosialisasikan secara masif dan tentu harus mendapat dukungan masyarakat. 
 
Selain juga karena  kebijakan transisi energi ini dalam upaya meningkatkan penguasaan teknologi agar IndonesIa memiliki ketahanan dan merdeka dalam energi di tengah krisis global.
 
 
“Indonesia harus masuk energi baru terbarukan. Ini tidak bisa ditawar karena energi fosil problemnya sudah sangat serius. Fosil terdiri dari minyak, gas, dan batu bara keberadaanya sangat terbatas. Pada saatnya akan habis,” ujar Sugeng Suparwoto saat menjadi salah satu pembicara dalam seminar bertajuk:  "Kemerdekaan Energi di Tengah Krisis Global", di Aston Kartika Grogol Hotel & Conference, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
 
Seminar terbatas tersebut selain menghadirkan narasumber dari DPR RI, juga dihadiri Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana; Pengamat Energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro; Senior Vice President Research Technology and Innovation PT Pertamina (Persero) Oki Muraza; dan Subkoordinator Pengatur Ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Christian Tanuwijaya.
 
Seminar terbatas ini dihelat oleh
Perusahaan media massa (pers) PT Indonesia Digital Pos.
 
 
Dirut PT Indonesia Digital Pos Syarif Hidayatullah mengatakan, diskusi publik secara daring dan luring itu tersebut diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun RI ke-77 yang memfokuskan pada pertahanan energi. 
 
“Kita berharap ada ide dan terobosan menarik yang berguna bagi para stakeholder energi nasional dan diskusi ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Syarif 
 
Masalah Serius 
 
Sugeng Suparwoto kembali menyebut bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam dianggap menjadi masalah serius. Sebab menimbulkan banyak dampak negatif bagi kehidupan di bumi.
 
 
Terlebih lagi cadangan minyak Indonesia terus menipis setiap tahunnya. 
 
Pada tahun 2021, data Kementerian ESDM telah mencatat cadangan minyak Indonesia sebesar 3,95 miliar barel. Cadangan itu terdiri dari 2,25 miliar cadangan terbukti dan 1,7 miliar cadangan potensial.
 
“Cadangan seperti ini tinggal 10 tahun saja. Bahkan yavg harus kita ketahui minyak ini sangat rentan dengan fluktuasi politik dunia,” jelas Politisi Partai Nasdem ini. 
 
 
Saat ini produksi minyak berkisar angka 700 ribu barel per hari. Sedangkan kebutuhannya mencapai di atas 1 juta barel per hari.
 
Menurut keterangan Kementerian ESDM, cadangan minyak bumi di Indonesia akan tersedia hingga 9,5 tahun mendatang, sementara umur cadangan gas bumi Indonesia mencapai 19,9 tahun.
 
Sementara pembakaran batu bara, ketika dibakar melepaskan sulfur dalam bentuk gas belerang dioksidan (SO2). Juga menghasilkan partikel karbon hitam dalam jumlah banyak. 
 
 
"Itu sebabnya batu bara menjadi bahan bakar paling kotor dan merusak ekosistem bumi," tandasnya 
 
Pembakaran batu bara selama satu abad terakhir telah menyebabkan bumi menjadi lebih panas. Kondisi tersebut yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global, membuat perubahan iklim yang ekstrem dan juga mengganggu stabilitas alam.
 
“Bangsa Indonesia kalau mau eksis dan selamat ke depan, ya tidak bisa tidak harus masuk energi baru terbarukan,” tegas eks jurnalis senior ini.
 
 
UU EBET
 
Sedangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sudah memasuki tahap harmonisasi. 
 
Menurutnya, Pemerintah dengan DPR telah selesai menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM).
 
Rapat Paripurna DPR RI ke-25 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 telah menyetujui RUU EBET sebagai Undang-undang inisiatif Komisi VII DPR.
 
 
“Sekali pun tidak mudah untuk menyusun produk legislasi DPR RI ini dan dianggap sebagian orang tidak pernah sampai karena kita tahu dan yang hadir di forum ini juga mengerti bahwa hari ini, politik kita adalah politik fosil. Namun tantangan dan hambatan itu, sekarang bisa kita jawab dengan hadirnya UU EBET,” bebernya.
 
Jadi, tegas Sugeng, Komisi VII DPR RI segera mensahkan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan. 
 
Di sisi lain Wakil Rakyat Dapil Jateng VIII (Kabupaten Cilacap dan Banyumas) juga perlu menjelaskan ke masyarakat bahwa semua negara Anggota G20 telah menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050-2070 tergantung pada kondisi ekonomi, sosial, energi, dan kemampuan teknologi dimiliki masing-masing negara. 
 
 
Indonesia sendiri menetapkan NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat apabila ada dukungan internasional. 
 
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menyatakan, percepatan pemanfaatan energi terbarukan bukan suatu pilihan melainkan sebuah keharusan.
 
"Energi terbarukan menurut saya bukan suatu pilihan. Bahwa ini sudah tidak ada pilihannya. Kita pilihannya ya hanya itu," tegasnya. 
 
 
Menurut Dadan, energi fosil, batu bara, minyak bumi kemudian gas alam itu digunakan untuk mengantarkan percepatan Net Zero Emission. 
 
"Angkanya ini di tahun 2060, kalau bisa lebih cepat dengan dukungan dari internasional," tuturnya. 
 
"Tetap mendorong produksi migas naik, tapi pemanfaatanya bergeser ke arah energi menjadi ke arah sebagai bahan baku material," tambahnya.
 
 
Sedangkan Pengamat Energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mempertanyakan komitmen pemerintah melaksanakan percepatan pengembangan energi baru terbarukan. Sebab, pembahasan hal tersebut bukan baru kali pertama digaungkan.
 
"Kalau pemerintah tidak punya komitmen untuk mengembangkan EBT ini hanya cerita saja, dari tahun ke tahun. Ketika harga fosil meningkat, cerita ini cukup menarik," ucapnya. 
 
"Jadi cermati saja, tahun 2005 ketika harga fosil naik signifikan. Tahun 2009 pembahasan EBT luar biasa intens.Tapi ketika sudah melandai, itu hilang kembali," tambahnya.
 
 
Senior Vice President Research Technology and Innovation PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengatakan, kontribusi Pertamina menambah bauran energi hijau untuk listrik yang pertama memanfaatkan panas bumi sangat potensial dari 23,76 gigawatt (GW).
 
"Kami sedang mengejar kapasitas kami. Jadi saat ini kapasitas terpasang di Pertamina Geothermal Energy (PGE) itu 672 megawatt kami sedang berusaha mengejarnya lebih 1.100 megawatt," jelas Oki.
 
Sedangkan Subkoordinator Pengatur Ketersediaan BBM BPH Migas Christian Tanuwijaya mengemukakan, komitmen soal Program BBM Satu Harga di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) di seluruh Indonesia yang dilaksanakan Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
 
 
BPH Migas secara konsisten sejak tahun 2017 mengawal pelaksanaan pembangunan penyalur BBM 1 Harga agar target tersebut dapat tercapai.
 
"Ada satu program penyalur BBM satu harga. Jadi dasar hukum program ini adalah SKK Migas tangga 19 Agustus tahun 2021 terkait perubahan kedua. Keputusan pertama ini terkait lokasi tertentu untuk pendistribusian sudah ada 413 lokasi yang kita targetkan sampai 2024," imbuhnya. ***

 

Editor: Pudja Rukmana

Sumber: Liputan langsung narasumber