Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Meskipun ada ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berhasil tumbuh 5,22% secara tahunan atau year on year (yoy) pada semester I-2022.

Meski di atas 5%, Bank Indonesia (BI) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia belum terlalu kuat. 

“Ekonomi tumbuh, bersyukur. Namun, ini belum kuat-kuat banget. Makanya pertumbuhan ekonomi ini harus dijaga,” tutur Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Solikin M. Juhro dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia: Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia, Rabu (7/9). 

Sebagai otoritas moneter, Solikin mengatakan BI akan berupaya maksimal dalam mendorong strategi kebijakan moneter untuk pro stabilitas. Hal ini juga sebenarnya sudah sering digaungkan oleh Gubernur BI Pery Warjiyo dari awal tahun 2022. 

Untuk itu, Solikin menyebut kebijakan moneter BI akan tetap berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah lewat intervensi di pasar spot, pasar DNDF, dan pembelian surat berharga negara (SBN) yang dilepas asing di pasar sekunder atau triple intervention.

Kemudian, ada juga operasional twist untuk jual dan beli SBN di pasar sekunder. 

BI juga akan tetap berupaya menjaga inflasi baik dari sisi permintaan maupun suplai. Dalam hal menjaga suplai, BI bahu membahu dengan pemerintah lewat Tim Pengendalian Inflasi (TPI) baik pusat maupun daerah dan juga Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). 

Selain itu, BI juga akan melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan terukur.

Bahkan hal ini sudah dilakukan BI mulai paruh pertama tahun ini, yaitu dengan normalisasi likuiditas lewat peningkatan giro wajib minimum (GWM). Kemudian, ada peningkatan suku bunga acuan pada bulan Agustus 2022 sebesar 25 basis poin (bps).