Budayawan dan peludruk senior Meimura saat monolog ludruk garingan dalam lakon Besut dan Rusmini Bermain Wayang Suket” di hadapan siswa SD Negeri Rungkut Menanggal 1 di Pasar Gunung Anyar, Surabaya, Jatim, Jumat (22/7/2022).KOMPAS/AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO

Budayawan dan peludruk senior Meimura saat monolog ludruk garingan dalam lakon Besut dan Rusmini Bermain Wayang Suket” di hadapan siswa SD Negeri Rungkut Menanggal 1 di Pasar Gunung Anyar, Surabaya, Jatim, Jumat (22/7/2022).

SURABAYA, KOMPAS — Anak-anak di Surabaya, Jawa Timur, diharapkan mau dan mampu terlibat dalam pelestarian kebudayaan melalui bahasa, tradisi, dan seni khas. Kebudayaan diyakini memperkuat jati diri dan harga diri anak-anak Surabaya sebagai bagian dari budaya Arekan (Arek) atau bangsa Indonesia.

Demikian diutarakan peludruk senior Meimura di hadapan siswa SD Negeri Rungkut Menanggal 1 di Pasar Gunung Anyar, Surabaya, Jumat (22/7/2022). Dalam kesempatan itu, Meimura mementaskan monolog ludruk garingan dengan lakon ”Besut dan Rusmini Bermain Wayang Suket” mewakili Sanggar Anak Merdeka Indonesia (Samin) yang didirikannya di Kecamatan Gunung Anyar.

Pementasan itu bagian dari rangkaian acara Bakti Sosial Layanan Terintegrasi untuk wilayah Kecamatan Gunung Anyar yang dikonsentrasikan di Pasar Gunung Anyar. Selain itu, untuk menyambut peringatan Hari Anak Nasional pada Sabtu (23/7/2022).

Meimura mementaskan monolog ludruk garingan atau tanpa iringan gamelan dengan harapan anak-anak Surabaya masih mau mendengarkan dan melestarikan seni tradisi Arekan tersebut. Dalam pementasannya, Meimura menggunakan bahasa Suroboyoan atau Jawa Arekan dan bahasa Indonesia. Kisah yang dituturkan tentang masa penjajahan; tanam paksa, terutama tebu; dan perkembangan seni rakyat, yakni lerok dan besutan yang menjadi cikal bakal ludruk.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/R7_QP79LrRaq35fpZebk2LJ4fx4=/1024x4265/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F12%2F395cb48b-8ff2-4f9c-bb4c-eb8f0b18294a_jpg.jpg

Namun, sayangnya, sebagian anak-anak ternyata belum mengenal kisah seperti Sawunggaling, Sarip Tambak Oso, dan Trunojoyo. Selain itu, bahasa Suroboyoan mulai kesulitan dipahami oleh anak-anak. ”Anak-anakku, penting bagi kalian memahami kisah perjalanan Surabaya. Itulah jati diri dan harga diri Arek Suroboyo,” kata Meimura.

Surabaya dikenal dengan julukan ”Bumi Pahlawan”, terutama mengacu pada peristiwa Pertempuran Surabaya pada November 1945. Kepahlawanan juga ditarik jauh lebih lama, yakni keberhasilan Wijaya dan pasukannya mengalahkan laskar Tartar dari Kekaisaran Mongol yang bertujuan menghukum Kerajaan Singasari. Kemenangan Wijaya itu mendorong pendirian Kerajaan Majapahit pada awal abad ke-14, yang kemudian menjadi imperium terbesar Nusantara era klasik.

Baca juga: Meimura: NKRI Harga Mati, Ludruk Harga Diri

Meimura melanjutkan, pementasan monolog ludruk garingan yang sederhana dan diwarnai wayang suket diharapkan dapat dimengerti anak-anak. Ini menjadi upaya pelestarian kebudayaan yang ditempuh dengan cara-cara sederhana.

Anak-anak perlu terus diajak untuk mengenali, melihat, menikmati, dan akhirnya melestarikan kebudayaan. ”Agar seni tradisi bukan sekadar tontonan, melainkan tuntunan kehidupan untuk kebaikan masa depan anak-anak,” ujarnya sebelum pementasan.

Budayawan dan peludruk senior Meimura saat monolog ludruk garingan di hadapan siswa SD Negeri Rungkut Menanggal 1 di Pasar Gunung Anyar, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (22/7/2022).KOMPAS/AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO

Budayawan dan peludruk senior Meimura saat monolog ludruk garingan di hadapan siswa SD Negeri Rungkut Menanggal 1 di Pasar Gunung Anyar, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (22/7/2022).

Siswi Kelas VI SD Negeri Rungkut Menanggal 1, Verlita Anggraini, mengaku cukup kaget dengan adanya pementasan seni tradisi dari Meimura itu. Kedatangannya di Pasar Gunung Anyar pada awalnya sebagai finalis Putri Lingkungan Hidup 2022 se-Surabaya tingkat SD sehingga mendapat stan untuk memperlihatkan implementasi Merdeka Belajar dalam proyek pemanfaatan limbah cangkang telur untuk pupuk, pakan, dan bahan kerajinan.

”Ternyata sanggarnya ada di wilayah Gunung Anyar. Saya ingin sekali melihat aktivitas di sana,” kata Verlita.

Baca juga: Budaya Merawat Persatuan Bangsa

Sanggar Samin itu terbuka untuk kegiatan seni budaya, bahkan digiatkan oleh anak-anak, terutama dari Gunung Anyar. Pementasan wayang suket, besutan, dan ludruk dipelajari dan digiatkan oleh anak-anak di Samin sebagai bagian dari kepedulian mereka terhadap pelestarian budaya.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam sejumlah kesempatan mengatakan, kebudayaan penting sebagai karakter masyarakat. Arek Suroboyo sepatutnya bangga dan mau, juga mampu terlibat dalam pelestarian budaya. Pemerintah mendorong dan mengakomodasi berbagai aktivitas seni budaya, misalnya, di kompleks Balai Pemuda (Alun-alun Surabaya) dan sanggar-sanggar di kampung, kelurahan, atau mandiri oleh masyarakat.