Para jemaah sedang melakukan tawaf di lantai dua Masjidil Haram, Mekkah, Senin (27/6/2022) siang waktu setempat. Jemaah haji dari banyak negara berdatangan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji pada awal Juli 2022.KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Para jemaah sedang melakukan tawaf di lantai dua Masjidil Haram, Mekkah, Senin (27/6/2022) siang waktu setempat. Jemaah haji dari banyak negara berdatangan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji pada awal Juli 2022.

Pada hari-hari menjelang pelaksanaan wukuf sebagai puncak ibadah haji di Arab Saudi, Jumat (8/7/2022) nanti, cukup banyak warga di Indonesia yang gelisah. Mereka sudah siap dengan tiket penerbangan serta akomodasi selama di Tanah Suci. Namun, ada satu hal yang masih ditunggu dengan harap-harap cemas, yaitu visa haji mujamalah.

”Apakah di situ dengar soal kepastian haji furoda? Di sini sedang pada gelisah dengan visa yang tidak kunjung turun untuk calon jemaah furoda. Padahal, waktunya sudah sangat mepet.” Seorang calon jemaah haji dari Jakarta bertanya, akhir Juni 2022.

Selasa (5/7/2022) siang, kabar datang kembali. Dia bersama rombongannya belum juga mendapatkan visa mujamalah atau haji furoda. ”Sampai hari ini terakhir kami menunggu kepastian. Kalau malam ini dapat, besok berangkat. Waktu terakhir berangkat tinggal besok,” katanya.

Obrolan itu menggambarkan kegelisahan banyak orang yang ingin pergi ke Tanah Suci melalui jalur haji furoda. Visa jenis ini kerap keluar mepet menjelang puncak haji atau wukuf di Arafah. Jalur ini di luar kuota yang dikelola Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Apakah visa mujamalah? Dalam bahasa Arab, kata mujamalah berarti ’penghormatan atau sanjungan’. Terkait visa, mujamalah diberikan Kerajaan Arab Saudi sebagai penghormatan untuk orang-orang terpilih.

Kata furoda berarti ’sendiri atau individual’. Maksudnya, jemaah dengan visa mujamalah berangkat haji secara mandiri di luar jalur yang dikelola Kemenag. di Tanah Air, haji dengan visa ini kerap disebut sebagai haji furoda.

Baca juga: Diaspora Nusantara di Tanah Mekkah

Suasana perkemahan haji di Mina, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (26/6/2022). Perkemahan di Mina ini disiapkan untuk menampung sekitar sejuta jemaah haji dari berbagai negara yang akan melakukan wukuf di Arafah pada awal Juli 2022.KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Suasana perkemahan haji di Mina, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (26/6/2022). Perkemahan di Mina ini disiapkan untuk menampung sekitar sejuta jemaah haji dari berbagai negara yang akan melakukan wukuf di Arafah pada awal Juli 2022.

Kewenangan Arab Saudi

Menurut Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, Eko Hartono, yang ditemui di Mekkah, Arab Saudi, visa mujamalah merupakan undangan dari Kerajaan Arab Saudi kepada warga negara asing yang dianggap dapat meningkatkan hubungan antara kerajaan dan negara penerima visa. Pemilihan orang berdasarkan pertimbangan Kedutaan Besar Arab Saudi di negara setempat.

Kerajaan lazim memberikan kuota visa kepada para emir (pimpinan) di Arab Saudi. Para emir berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, yang kemudian berkomunikasi dengan Kedutaan Arab Saudi di banyak negara. Proses ini yang menentukan siapa saja yang akan diberi visa mujamalah. Semua itu sepenuhnya merupakan kewenangan Kerajaan Arab Saudi.

”Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemenag atau Kementerian Luar Negeri, tidak memiliki akses untuk mengetahui siapa saja yang akan diberikan visa atau undangan haji oleh raja,” katanya.

Secara terpisah, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menegaskan, Kemenag hanya berwenang mengelola keberangkatan dan pelayanan jemaah dengan visa haji kuota Indonesia, yang mencakup haji reguler dan haji khusus.

Pada 2022 total kuota haji Indonesia adalah 100.051 orang, terdiri dari 92.825 haji reguler dan 7.226 haji khusus. Ada juga 1.901 petugas haji. Semua masuk dalam sistem terpadu haji atau e-haj yang dikeluarkan Kerajaan Arab Saudi.

Kemenag tidak memiliki kewenangan mengelola jemaah haji dengan visa mujamalah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, warga negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). PIHK sebagai penanggung jawab wajib melaporkannya kepada Menteri Agama.

”Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat. Di samping itu, pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah PIHK,” kata Hilman.

Baca juga: Visa Bermasalah, 46 Warga Indonesia Dideportasi dari Jeddah

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/FBZgu8_bg5EKgdMWmgwuLOfBbGs=/1024x790/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F07%2F05%2F14999be4-67e5-4855-b0f8-1892871d33c0_png.png

Komodifikasi

Visa mujamalah ini menjadi buruan, terutama bagi warga yang mengejar berangkat haji lebih cepat di luar kuota Kemenag. Maklum saja, daftar antrean keberangkatan resmi masih panjang, bahkan hingga puluhan tahun.

Berdasarkan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), lama antrean jemaah haji Indonesia bervariasi, tergantung pada daerah asal warga pendaftar. Antrean paling lama terdapat di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yaitu 97 tahun. Antrean paling singkat tercatat di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, yaitu 10 tahun.

Menurut Kepala Bidang Siskohat Hasan Afandi, lama antrean pada laman Siskohat di https://www.kemenag.go.id/ saat ini bersifat perkiraan berdasarkan kuota haji Indonesia tahun 2022, yaitu 100.051 orang. Jika tahun 2023 kuota haji kita kembali ke angka normal, katakanlah seperti kuota tahun 2019 (218.150 orang), maka lama antrean bisa berkurang. Estimasi keberangkatan dihitung pada tahun berjalan sesuai kuota Indonesia pada tahun tersebut.

Ketika antrean pendaftar haji di Kemenag demikian lama, visa mujamalah dinilai sebagi jalur alternatif. Dengan mengandalkan visa ini, seseorang dapat pergi ke Tanah Suci tanpa melalui antrean panjang. Lantaran menawarkan semacam jalan pintas yang cepat, visa ini pun mengalami komodifikasi di pasaran.

Dengan mengandalkan akses visa mujamalah, biro travel atau perjalanan haji berani menjual paket haji melalui visa mujamalah itu dengan harga tinggi. Lihat saja laman-laman biro travel, yang menawarkan paket haji seharga sekitar 19.000 sampai 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 266 juta sampai Rp 420 juta per orang. Harga turun naik sesuai tingginya permintaan serta kedekatan dengan waktu puncak haji. Kian mepet dengan closing date atau penutupan penerbangan ke Arab Saudi, harganya kian melejit.

”Kalau sudah mepet, satu visa mujamalah bisa laku sampai 10.000 dollar AS (sekitar Rp 140 juta). Itu di luar biaya perjalanan dan akomodasi selama di Arab Saudi,” kata seorang pengurus PIHK asal Surabaya, Jawa Timur.

Dengan harga selangit itu, ternyata masih cukup banyak peminat yang mau merogoh kocek, asalkan memang dapat berangkat ke Tanah Suci dan beribadah haji. Namun, perburuan visa mujamalah itu kerap kandas. Visa yang ditunggu tidak terbit sampai menjelang wukuf di Arafah. Padahal, biro travel kerap sudah booking tiket penerbangan pesawat dan jemaah sudah bayar.

”Kalau begitu, semua uang dari calon jemaah haji kita kembalikan. Itu sesuai kontrak yang kita tanda tangani,” lanjut pengurus travel tersebut.

Untuk mengantisipasi ketidakpastian itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tb Ace Hasan Syadzily mengusulkan agar dibuat aturan khusus terkait dengan visa mujamalah, misalnnya dalam bentuk peraturan Menteri Agama. Setiap travel dilarang menarik pungutan dari jemaah sebelum ada kepastian penerbitan visa mujamalah dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia. Ini untuk mencegah potensi penipuan, yaitu jemaah telanjur membayar mahal, tetapi tidak memperoleh visa mujamalah dan gagal berangkat haji.

”Jadi, warga baru membayar setelah visa mujamalah keluar. Itu lebih aman untuk calon jemaah haji,” katanya.

Saat mau berangkat ke Tanah Suci, PIHK jangan lupa melapor kepada Kemenag sebagai penyelanggara haji. Soalnya, dengan data itu, jemaah itu tercatat dan berhak mendapatkan perlindungan sebagai WNI selama berada di luar negeri.

Baca juga: Menjajal Tawaf dengan Skuter di Masjidil Haram

Para jemaah sedang beribadah di depan Kabah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Rabu (22/6/2022] sore. Saat ini, semakin banyak jemaah haji dari banyak negara yang telah tiba di Tanah Suci.KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Para jemaah sedang beribadah di depan Kabah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Rabu (22/6/2022] sore. Saat ini, semakin banyak jemaah haji dari banyak negara yang telah tiba di Tanah Suci.