https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/QLa3fs2zM0UiOSl91mfUZB_ZUxk=/1024x797/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F6c5cf983-8ec1-47b1-a0b6-b47b4054ffdd_jpg.jpgKOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Petani di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, menyiapkan benih padi sebelum ditanam di sawah mereka pada Sabtu (10/10/2020). Setidaknya 30.000 hektar bakal ditanami padi sebagai tahap awal mega proyek food estate.

PULANG PISAU, KOMPAS – Kawasan kubah gambut di lokasi megaproyek lumbung pangan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, terancam. Kawasan yang merupakan tutupan hutan itu masuk dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Food Estate sebagai kawasan non irigasi yang nantinya akan ditanami singkong dan komoditas lain.

Program strategis nasional “food estate” sudah dimulai dengan cukup cepat. Setelah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), beberapa lokasi yang lahannya sudah disiapkan mulai ditanami padi. Padahal, belum lama ini, sawah-sawah tersebut sudah dipanen.

Untuk menyiapkan lahan tersebut, pemerintah bersama TNI menyiapkan lahan warga. Di Desa Belanti Siam dan Gadabung di Kabupaten Pulang Pisau, misalnya, puluhan tentara menggunakan mesin traktor tangan maupun berukuran besar.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/DbRyuekLOvilOXdaafRTLdSETr0=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F2b470b75-7c8e-44a7-b35c-6f39aa37828f_jpg.jpgKOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Salah satu traktor yang digunakan anggota TNI dalam membajak sawah sempat tersendat lumpur dan harus ditarik traktor lainnya di Desa Gadabung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Sabtu (10/10/2020). TNI Korem 102 Panju Panjung membantu persiapan sawah di lokasi food estate.

Hanya saja, tak semua petani sebenarnya ingin sawahnya dibajak. Alasannya, sumber air irigasi belum siap. Selain itu, pupuk dan kapur juga belum diberikan. “Benih juga belum ada, lalu airnya dari mana ini belum musim hujan,” kata Junairi, Ketua Kelompok Tani Sido Mulya di Desa Gadabung, Minggu (11/10/2020).

Permasalahan tak sampai di situ. Program yang seluruhnya menggunakan lahan bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) tahun 1995 tersebut juga mengancam kawasan gambut-gambut dalam atau kubah gambut dengan kedalaman mencapai puluhan meter.

Baca juga: Lokasi Lumbung Pangan Mulai Ditanami Meski Kesulitan Air

Pengamat lingkungan di Kalimantan Tengah yang juga Koordinator Fire Watch, Fatkhurohman, mengungkapkan, program tersebut dimulai dengan anggaran yang sangat besar tetapi minim perenanaan. KLHS yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga terkesan terburu-buru.

“Sampai sekarang, soal komoditas dan besarnya lahan belum jelas dan terkesan tertutup informasinya. Tetapi, dari KLHS itu jelas bahwa ada banyak masalah di program ini,” kata Fatkhurohman.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/vL04jGuMAJ2tQLwZ9UPgIZ_Nclk=/1024x631/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F20201008IDO_JokowiPulpis1_1602157647.jpgBIRO PERS ISTANA

Presiden Joko Widodo bersama rombongan memantau persiapan penanaman perdana di kawasan food estate, Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis (8/10/2020).

Fatkhurohman menjelaskan, KLHS dipertegas lagi dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 September 2020 lalu bersama para menteri. Dalam pertemuan itu, Presiden menjelaskan soal niat pemerintah mengembangkan food estate di kawasan irigasi dan non irigasi.

Berdasarkan data KLHS milik KLHK, kawasan irigasi yang digunakan untuk persawahan luas lahannya mencapai 148.267,88 hektar (ha), sedangkan kawasan tanpa irigasi luasnya mencapai 622.332,60 ha. Dengan demikian, total luas lahan sesuai komoditas pertanian di lahan eks-PLG 770.800, 48 ha atau lebih dari 10 kali luas Provinsi DKI Jakarta.

Baca juga: Meski Tuai Kritik, Proyek Lumbung Pangan Dimulai

“Dari peta yang tertera dalam KLHS tersebut, menunjukkan bahwa kawasan non irigasi itu akan dibuka untuk berbagai komoditas, lalu salah satu kawasan yang digunakan adalah Blok E yang mana kita tahu bahwa itu kawasan paling baik di lahan eks-PLG,” ungkap Fatkhurohman.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Lp_BgPKwbDUfzX5r36ID7lx6uyA=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F20201011IDO_BendunganPLG4_1602418618.jpgKOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Warga Kameloh Baru, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah duduk di atas kelotok atau perahu kayu bermesin di depan bendungan bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) tahun 1996, Minggu (11/10/2020). Bendungan untuk tata kelola persawahan itu terbengkalai dan tidak berfungsi.

Fatkhurohman menjelaskan, lahan eks-PLG dibagi menjadi lima blok dari A hingga E dengan total luas lahan mencapai 1,4 juta ha atau setengah kali luas Provinsi Jawa Barat. Kawasan Blok E merupakan kawasan yang berada di hulu dengan kawasan gambut dalam.

Menurut Fatkhurohman, kawasan hutan di Kalteng tingga 48 persen dan Blok E menyumbang 22 persen kawasan dengan tutupan hutan yang masih baik. Ia juga menyebut, kawasan tersebut bahkan menjadi habitat orang utan.

Baca juga: Program Food Estate Bukan Jawaban Satu-Satunya Krisis Pangan Seusai Pandemi Covid-19

Pada kejadian kebakaran hutan dan lahan 2015 hingga 2019, lanjut Fatkhurohman, Kalimantan Tengah menyumbang 50 persen total kebakaran di pulau Kalimantan. Sebanyak 22 persen dari total lahan kebakaran disumbang lahan eks PLG.

“Blok E itu seperti infus, dia mengirim air ke blok-blok lainnya karena ada tiga kawasan hidrologi gambut yang berhubungan dengan tiga sungai besar di Kalimantan Tengah di Blok E,” ungkap Fatkhurohman.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/lmeHC5a7ozSKaU7Z6aMcllBhajI=/1024x667/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F20201008IDO_JokowiPulpis3_1602157644.jpgBIRO PERS ISTANA

Presiden Joko Widodo bersama rombongan memantau persiapan penanaman perdana di kawasan food estate, Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis (8/10/2020).

Fatkhurohman menjelaskan, jika Blok E dirusak, bukan tidak mungkin bencana yang jauh lebih besar akan datang lagi. Tak hanya itu, di Blok E, tidak ada permukiman sehingga memunculkan banyak pertanyaan terkait orang-orang yang akan mengerjakan proyek tersebut di sana.

“Program ini memiliki anggaran yang begitu besar tetapi perencanannya minim dan terlampau cepat. Gagal merencanakan sama seperti merencanakan kegagalan,” ungkap Fatkhurohman.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri menjelaskan, program tersebut akan menghindari kubah-kubah gambut. Menurut dia, kubah gambut hanya diperuntukkan untuk kawasan konservasi.

“Program food estate akan dilaksanakan dengan teknologi modern dan mekanisasi yang kami yakini akan mengurangi bencana kebakaran,” kata Fahrizal.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/b61u57RJlyHZ_KfjsBsUFAy-pSQ=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F20200904IDO_Food_Estate5_1599229111.jpgKOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Tardi, warga Desa Belanti Siam membersihkan lahan di sawah milik orang yang mengupahnya di Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Jumat (4/9/2020). Kawasan food estate itu rencananya bakal dikembangkan pemerintah menjadi pusat lumbung pangan nasional.