KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Salah satu kanal primer di lahan bekas PLG tahun 1995 di wilayah Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020). Kanal itu, menurut rencan, direhabilitasi untuk keperluan program lumbung pangan.
PALANGKARAYA, KOMPAS — Infrastruktur pertanian di lokasi program lumbung pangan (food estate) nasional di Kalimantan Tengah perlu dibenahi. Tak hanya itu, pendampingan dari para penyuluh pertanian juga perlu dilakukan sedini mungkin.
Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang mengungkapkan, saat melakukan reses virtual di Kabupaten Pulang Pisau, masyarakat yang diwakili Camat Pandih Batu dan Maliku meminta infrastruktur dan pendampingan segera dilakukan. Saluran irigasi menjadi yang paling mendesak diperbaiki, baik irigasi primer, sekunder, maupun tersier.
”Masyarakat merespons baik gagasan pemerintah yang saya harapkan menjadi lumbung pangan berkelanjutan. Sebaliknya, pemerintah juga perlu menunjukkan sikap positif dengan membenahi infrastruktur pertanian yang sudah ada,” kata Teras Narang, saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (4/8/2020).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua Komisi I DPD Agustin Teras Narang menjadi narasumber pada seminar nasional bertajuk ”Penegakan Hukum dalam Kerangka Penyelenggaraan Pemerintan Daerah dan Percepatan Pembangunan Daerah” di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020).
Teras menambahkan, saluran irigasi memang sudah dibuat sejak puluhan tahun lalu, tetapi tidak pernah ada perbaikan hingga saat ini. Padahal, irigasi merupakan salah satu kunci sukses persawahan. ”Perlu perawatan dan perbaikan pada saluran irigasi lawas dan penataan ulang, termasuk bila perlu ada penambahan,” ungkapnya.
Selain saluran irigasi, lanjut Teras, beberapa infrastruktur lain yang perlu diperhatikan adalah akses angkut dan jalan. Hal itu perlu dukungan, seperti kajian teknis dan anggaran pusat, karena bentang alam di Kalteng yang berbeda dengan Pulau Jawa. ”Pendampingan dan pemberian alat pertanian modern juga sangat diharapkan dari Kementerian Pertanian,” katanya.
Baca juga: Pemerintah Perlu Antisipasi Dampak Lingkungan dari Lumbung Pangan di Kalteng
Kepala Desa Bentuk Jaya di Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Barsuni, mengungkapkan, saluran irigasi di tempatnya dibuat pada 1997 karena wilayahnya masuk dalam proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Saat itu, pembuatan irigasi belum selesai karena tidak dilengkapi pintu keluar-masuk air.
”Akhirnya, sejak saat itu, kebakaran melanda saat kemarau, lalu banjir datang saat musim hujan. Banyak warga transmigran juga memilih pulang karena bencana itu,” kata Barsuni.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Tim pemadam kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah memadamkan api dengan ranting pohon di lahan tidur sekitar Jalan Danau Indah, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (16/8/2018).
Tahun 1995, pemerintah Orde Baru membuat proyek PLG yang hampir serupa dengan program lumbung pangan nasional atau food estate di Kalteng dengan luas mencapai 1,4 juta hektar. Proyek itu kemudian gagal dan jadi sumber kebakaran lahan. Faktor yang paling memengaruhi adalah karena dibuatnya saluran irigasi pada kubah-kubah gambut. Gambut pun rusak.
Hingga akhirnya, Badan Restorasi Gambut (BRG) dibentuk pada 2015 untuk merestorasi gambut rusak di 7 provinsi, termasuk Kalteng. Saluran irigasi yang jadi sumber bencana kemudian disekat untuk membuat gambut kembali basah.
Baca juga: Program Lumbung Pangan di Kalteng Jangan Sampai Timbulkan Bencana Baru
Barsuni menjelaskan, wilayahnya masuk dalam Blok A eks-PLG. Seluruh kawasan di desa yang pernah dikunjungi Presiden Joko Widodo sebulan lalu itu merupakan kawasan gambut. Ketebalan gambutnya beragam, mulai kurang dari satu meter hingga lebih dari empat meter.
Barsuni mengungkapkan, warganya juga belum pernah mendapatkan bantuan fasilitas pertanian dari pemerintah. ”Kami senang ada program lumbung pangan ini. Semoga tidak gagal lagi seperti dulu,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, irigasi menjadi perhatian utama untuk persawahan. Meskipun demikian, semua proses perbaikan maupun penambahan akan dibuat bertahap. ”Irigasi tak hanya soal sawah, tetapi tata kelola air. Oleh karena itu, menurut kami, bencana kebakaran juga akan berkurang karena program ini dikerjakan secara mekanik dan sangat modern, jadi ramah lingkungan,” kata Fahrizal.
Proyek lumbung pangan tersebut diklaim sudah berjalan selama lebih kurang sebulan belakangan dengan memanfaatkan lahan persawahan yang sudah ada maupun yang selama ini terbengkalai. Setidaknya 30.000 hektar lahan atau sama dengan setengah luas Provinsi DKI Jakarta disiapkan.
Baca juga: Proyek Lumbung Pangan di Kalteng Harus Berkelanjutan
Pemerintah pun mulai memperbaiki saluran irigasi atau kanal yang sudah puluhan tahun dibuat dan menjadi sumber banjir. Lokasi yang digunakan berada di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Rinciannya, seluas 10.160 hektar berada di Pulang Pisau dan 20.000 hektar di Kapuas. Wilayahnya meliputi 13 kecamatan di dua kabupaten tersebut.
”Di tahap awal ini memang khusus padi dulu, jadi irigasi pasti jadi yang utama dengan tetap mempertimbangkan lingkungannya. Tetapi, ke depan, dengan luasan yang akan ditambah, komoditasnya juga beragam,” kata Fahrizal.