https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/TR3idqP7J5220wHOqgKQqZO-zcM=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2Fb6c49f64-4f87-4d2e-99b6-bd82df8e56ac_jpg.jpgKOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Petani memanen padi di sawah yang dikepung perumahan di Desa Sendangadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (29/4/2021). Semakin maraknya investasi di Sleman membuat alih fungsi lahan pertanian di kabupaten itu terus berlangsung. Menurut data Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Sleman, alih fungsi lahan tercatat sebesar 75,76 hektar pada 2017. Pada 2018, alih fungsi lahan meningkat menjadi 86,07 hektar dan pada 2019 menjadi 87,8 hektar.

JAKARTA, KOMPAS — Hasil survei Badan Pusat Statistik di 2.523 titik transaksi penjualan gabah di 27 provinsi di Indonesia selama April 2021 menemukan harga rata-rata gabah kering panen di tingkat petani mencapai Rp 4.275 per kilogram. Angka ini turun 2,51 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan terendah dibandingkan harga rata-rata bulanan gabah kering panen sejak Mei 2016.

Secara tahunan, berdasarkan polanya, harga gabah mencapai titik terendah pada puncak panen musim rendeng, Maret-Mei. Pada tahun 2019, misalnya, harga mencapai titik terendah pada Mei dengan Rp 4.355 per kilogram (kg), lalu tahun 2017 terjadi pada bulan Maret dengan Rp 4.373 per kg, dan tahun 2016 dengan rata-rata harga Rp 4.262 per kg.

Pada survei yang sama bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga beras kualitas medium di tingkat penggilingan mencapai Rp 8.979 per kg. Angka yang diperoleh dari survei di 896 perusahaan penggilingan di 31 provinsi itu turun 1,91 persen dibandingkan harga rata-rata beras medium di penggilingan pada Maret 2021.

Ketua Departemen Pengkajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Mujahid Widian menyebutkan, berdasarkan data yang ia himpun, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani di bawah pembelian pemerintah yang ditetapkan Rp 4.200 per kg. Karena itu, petani berharap ada langkah konkret untuk mendongkrak harga.

”Situasi cenderung memburuk. Pada panen Maret (2021), petani akhirnya menyimpan gabahnya. Penyerapan hingga saat ini belum berdampak signifikan terhadap harga jual gabah di tingkat petani,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (5/5/2021).

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/eMXF7Ih1e3qLn4k_gvKmJQQ9CIk=/1024x893/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F02%2F20210226-H09-ARJ-gabah-mumed_1614353180.png

Baca juga : Menguji Argumen Impor Beras

Turunnya harga GKP tersebut berdampak pada anjloknya nilai tukar petani (NTP) tanaman pangan hingga di bawah titik impas yang sebesar 100. Menurut BPS, NTP tanaman pangan pada Maret dan April 2021 masing-masing sebesar 97,39 dan 96,24. Artinya, indeks harga yang dibayarkan lebih tinggi dibandingkan indeks harga yang diterima petani. Situasi ini mencerminkan penurunan kesejahteraan petani tanaman pangan.

Menurut Mujahid, penurunan harga gabah di tingkat petani disebabkan oleh realisasi kebijakan penyerapan beras yang simpang siur di lapangan. Selain itu, rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras menimbulkan spekulasi di kalangan pelaku usaha di rantai perberasan nasional.

Oleh sebab itu, petani berharap pemerintah melalui Perum Bulog mengoptimalkan penyerapan gabah atau beras dalam negeri. Petani juga berharap pemerintah merevisi harga pembelian pemerintah dari Rp 4.200 per kg menjadi Rp 4.500-Rp 5.000 per kg seiring naiknya ongkos produksi.

Harga usulan itu, lanjut Mujahid, dapat meningkatkan kesejahteraan petani dibandingkan nilai saat ini yang cenderung tidak memberikan keuntungan. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras menyebutkan GKP di tingkat petani Rp 4.200 per kg.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Tn1yIHsqli3Mg-JmpclcEfPsWAo=/1024x590/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2Fcd0d05ca-e50c-41b6-b833-2a67e3362cfe_jpg.jpgKOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Buruh bongkar muat memindahkan karung berisi beras lokal yang baru tiba di Gudang Bulog Divre Jawa Timur di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021).

Baca juga : Penolakan Impor Beras Meluas

Kenaikan produksi

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa memaparkan, hasil survei AB2TI di 46 kabupaten sentra produksi padi menunjukkan harga GKP pada Maret dan April 2021 mencapai Rp 3.938 per kg dan Rp 3.989 per kg atau lebih rendah dibandingkan hasil survei BPS dan harga GKP pada survei Maret dan April 2020 yang mencapai Rp 4.311 per kg dan Rp 4.350 per kg.

Berdasarkan survei yang sama oleh AB2TI, harga gabah kering giling (GKG) pada Maret dan April 2021 mencapai Rp 4.800 per kg dan Rp 4.629 per kg. Harga ini lebih rendah dibandingkan tahun 2020 yang masing-masing Rp 5.386 per kg dan Rp 5.321 per kg. ”Tren harga itu menunjukkan stok menumpuk di tingkat penggilingan kecil dan pengepul,” kata Andreas.

Tren harga yang lebih rendah dibandingkan tahun 2020, lanjutnya, disebabkan oleh kenaikan produksi padi nasional yang merupakan dampak dari fenomena La Nina. BPS memperkirakan produksi gabah sepanjang Januari-April 2021 berpotensi mencapai 25,37 juta ton GKG atau 14,54 juta ton setara beras. Angka perkiraan itu lebih tinggi dibandingkan produksi GKG pada periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 19,99 juta ton.

Selain itu, dia berpendapat, rencana impor beras pemerintah yang sempat muncul pada Maret 2021 membuat penggilingan kecil dan pengepul menunggu dan melihat untuk menyerap gabah di tingkat petani. Apalagi, pemerintah hanya menegaskan tidak ada impor hingga Juni 2021.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/kk_1iAsDvbDue4EbX1OrzlAL2Is=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F0D35D0DD-1781-4793-ACE5-D355DDF4686E_1616147403.jpegKOMPAS/RENY SRI AYU

Petani di Kecamatan Simbuang, Maros, Sulawesi Selatan, memanen padi, Jumat (19/3/2021). Panen raya yang akan berlangsung akhir Maret hingga awal April dibayangi produksi anjlok dan harga jatuh.

Baca juga : Target Penyerapan Beras Tanpa Jaminan Penyaluran

”Oleh sebab itu, Perum Bulog mesti memperkuat serapannya, baik untuk cadangan beras pemerintah maupun beras komersial. Serapan Bulog akan memberikan dampak psikologis ke pasar yang membuat penggilingan dan pengepul turut menyerap gabah sehingga permintaan dan harga di tingkat petani meningkat,” ujarnya.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri menilai, turunnya NTP tanaman pangan disebabkan oleh panen raya yang masih berlangsung di sejumlah sentra produksi. Pemerintah tidak akan membiarkan harga anjlok melalui gerakan serap gabah dan pengendalian harga di tingkat petani yang dilakukan sinergis oleh Perum Bulog, BUMN kluster pangan, dan pemerintah daerah.

Sebelumnya, saat meninjau panen raya padi di Malang, Jawa Timur, Kamis (29/4/2021), Presiden Joko Widodo menyatakan, jika produksi beras nasional dipastikan cukup atau lebih besar ketimbang kebutuhan, pemerintah tidak akan mengimpor beras. Namun, penghitungannya harus pasti.

Baca juga : Presiden Jamin Serap Hasil Panen Petani