https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/NUTqUa2Z6QT4r1NgkeBC3mORbvM=/1024x614/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2Fff0c7ac1-4252-46f2-8f1b-73e1c82971a9_jpg.jpgKOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Warga  manaiki rakit saat banjir melanda di Desa Kedungboto, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (11/3/2020).

BANDUNG, KOMPAS — Kesiapsiagaan mengantisipasi bencana hidrometeorologi di Jawa Barat bakal menjadi perhatian hingga pertengahan tahun 2021. Fenomena La Nina berpotensi meningkatkan bencana akibat kondisi cuaca ekstrem, sesuai dengan variasi bentang alam di provinsi tersebut.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut kondisi ini berlangsung kurang lebih enam bulan, mulai dari dua bulan terakhir tahun 2020 hingga 4-5 bulan awal tahun 2021. Kesiapsiagaan ini mencakup konsolidasi semua sumber daya untuk menghadapi potensi bencana, mulai dari kesiapan petugas hingga edukasi kepada masyarakat.

“Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah menyampaikan, musim hujan dimulai lebih awal di bulan Oktober sebagai potensi La Nina. Apalagi, 60 persen kebencanaan hidrologis di Indonesia itu ada di Jabar,” kata Kamil dalam Apel Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Hidrometeorologi di Gedung Sate, Bandung, Rabu (4/11/2020).

Untuk menghadapi kondisi tersebut, Kamil memberikan tanggung jawab kepada perangkat kewilayahan dan lembaga lainnya terkait kesiapsiagaan ini. Tanggung jawab ini, antara lain, mitigasi potensi korban kebencanaan, edukasi pencegahan bencana, dan sikap responsif terhadap kebencanaan yang terjadi di wilayah masing-masing.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/yvTK9kLsrgXMPqzjr60Z8KIZ2aA=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F8606fb22-d075-4c23-8952-8c85ac848ed1_jpg.jpgKOMPAS/AGUS SUSANTO

Sukarelawan yang tergabung dalam Komunitas Save Kali Cikarang melakukan aksi bersih-bersih Kali Cikarang di sekitar hutan bambu Warung Bongkok, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020).

”Kita semua yang memahami potensi secara keilmuan harus bersiaga. Saya menitipkan kepada pimpinan untuk menyiapkan berbagai skenario, bagaimana peringatan dini harus berfungsi. Edukasi ini bisa dengan penggunaan tanda-tanda seperti sirene, kentongan, penggunaan grup ponsel, apa pun itu,” ujarnya.

Kamil menyatakan, Jabar harus dipahami sebagai sebuah geografis sehingga setiap pihak bergerak secara alamiah bersama kearifan lokal. Jabar bagian tengah ke utara memiliki tanah yang cenderung datar dengan mayoritas warga bermukim di daerah ini. Sebaliknya, bagian tengah ke selatan Jabar memiliki kontur tanah yang miring sehingga hujan berpotensi menyebabkan banjir bandang dan longsor.

Baca juga : Bertahan Hidup di Zona Rawan Bencana Pulau Jawa

Rangkaian bencana hidrometeorologi ini sudah terlihat sejak Oktober di Jabar. Setidaknya tiga daerah di Jabar Selatan, yakni Sukabumi, Garut, dan Tasikmalaya, dilanda banjir bandang dan tanah longsor. Banjir di permukiman warga pun telah melanda beberapa daerah di Kota Bandung dan Bekasi.

Bencana alam tersebut berdampak pada puluhan ribu warga, bahkan di antaranya sampai harus mengungsi. Banjir di sebagian daerah bahkan merenggut korban jiwa, seperti yang terjadi di Kecamatan Cicurug, Cidahu, dan Kecamatan Parung Panjang, Senin (12/9/2020). Banjir ini menyebabkan tiga warga meninggal.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Y1djC9yHkO_EbqQqQ5LkqqSHvY0=/1024x2128/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2F20181212-STE-Bencana-Hidrometeorologi-mumed_1544603933.png

Dalam peta prakiraan curah hujan bulanan dari BMKG yang diakses pada Rabu (4/11/2020) pukul 19.00 menunjukkan, Jabar bagian selatan diprediksi mengalami curah hujan tinggi dalam tiga bulan ke depan. Bahkan, peta prediksi untuk November menunjukkan curah hujan sangat tinggi (lebih dari 500 milimeter) terjadi di sekitar daerah Sukabumi dan Cianjur.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, musim hujan di Indonesia datang secara bertahap dan diprediksi berakhir sekitar akhir Maret atau April 2021. Dalam musim hujan tahun ini, BMKG Jepang, Amerika Serikat, dan Australia telah mendeteksi terjadinya La Nina di Samudra Pasifik.

”La Nina ini akan mengakibatkan aliran massa udara basah yang lebih kuat daripada normalnya dari wilayah pasifik masuk ke Indonesia, terutama Indonesia timur, tengah, dan utara. Dampaknya adalah curah hujan bulanan di Indonesia ini akan semakin meningkat. Peningkatan ini bervariasi atau tidak seragam dari segi ruang dan waktu,” tuturnya.