ARSIP PRIBADI
Tuti Lawalu, pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandiri Kupang, Nusa Tenggara Timur.
KUPANG, KOMPAS — Bantuan langsung tunai dari pemerintah sebesar Rp 150.000 per bulan untuk mengatasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai terlalu kecil. Angka tersebut tidak cukup kuat mengungkit daya beli masyarakat di tengah melonjaknya harga barang. Terlebih lagi di daerah dengan tingkat kemahalan tinggi seperti Indonesia timur, masyarakat ekonomi menengah ke bawah kian tertekan.
Pandangan tersebut diutarakan Tuti Lawalu, pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandiri Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Senin (5/9/2022). Menurut dia, terdapat tiga segmen yang paling terdampak, yakni kelas menengah ke bawah, pekerja informal, dan pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah.
”Nilai Rp 150.000 per bulan tidak cukup untuk mengatasi kenaikan bahan pangan pasca-kenaikan BBM. Harga-harga kebutuhan pokok yang ikutan naik akibat kenaikan harga BBM tidak akan tertutupi dengan nilai Rp 150.000. Terlalu kecil di tengah imbas dari inflasi tinggi sehingga tidak bisa mendorong daya beli masyarakat. Bahkan, akan terjadi stagflasi,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, pemberian bantuan langsung tunai (BLT) juga seharusnya disesuaikan dengan tingkat kemahalan barang dan jasa di suatu daerah. Uang sebesar Rp 150.000 bagi masyarakat perkotaan di Pulau Jawa dapat digunakan untuk membeli barang yang jumlah lebih banyak dibandingkan dengan digunakan membeli barang di Indonesia timur.
FRANSISKUS PATI HERIN
Bahan kebutuhan pokok seperti tepung terigu, beras, dan gula pasir di salah satu toko di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku pada Rabu (10/8/2022). Harga beras medium di daerah itu mencapai Rp 18.000.
Baca Juga: Mahalnya Harga Barang di Wetar
Sebagai contoh, harga beras kualitas medium di Pulau Jawa sekitar Rp 10.000 per kilogram, sedangkan di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, hampir mendekati Rp 20.000 per kilogram. ”Dengan uang BLT Rp 150.000, di Jawa bisa beli 15 kilogram beras, sedangkan di Indonesia Timur mungkin hanya separuhnya saja,” kata Tuti.
Ia menyarankan agar pemerintah menambah lagi kompensasi kepada masyarakat menengah ke bawah agar bisa menaikkan daya beli mereka. Selain itu, bantuan lewat berbagai usaha ekonomi produktif juga harus ditingkatkan. Subsidi atau bantalan yang disiapkan pemerintah dianggap masih terlalu kecil.
Nilai Rp 150.000 per bulan tidak cukup untuk mengatasi kenaikan bahan pangan pascakenaikan BBM.
Seperti diberitakan sebelumnya, kenaikan harga yang ditetapkan pada Sabtu (3/9/2022) itu untuk BBM bersubsidi, yakni pertalite dan solar. Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Harga per liter solar bersubsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Selain itu, pemerintah juga mengumumkan kenaikan harga pertamax dari Rp 12.500 per liter jadi Rp 14.500 per liter.
Penyesuaian harga itu mengingat anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat, yakni dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan diperkirakan terus meningkat. Di sisi lain, ditemukan fakta bahwa 70 persen lebih subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil pribadi.
KOMPAS
Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, Sabtu (3/9/2022). Jokowi menyatakan, pemerintah harus menaikkan harga bahan bakar minyak akibat dari kenaikan harga minyak dunia dan situasi global.
Sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk BLT BBM sebesar Rp 12,4 triliun. BLT diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu sebesar Rp 150.000 per bulan dan mulai diberikan pada September hingga Desember mendatang. Pemerintah juga menyiapkan bantuan subsidi upah bernilai Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Bantuan subsidi upah diberikan sebesar Rp 600.000 per penerima (Kompas, 4/9/2022).
Pantauan di Pasar Kasih, Kota Kupang, harga sejumlah barang mulai naik. Beras kualitas medium dari sebelumnya Rp 12.000 per kilogram naik menjadi Rp 13.000 per kilogram. Minyak goreng juga naik dari Rp 22.000 per liter menjadi Rp 25.000 per liter. Kenaikan itu terjadi dua hari terakhir.
”Kasih naik karena harga di grosir sudah naik,” kata Roby (44), pedagang. Padahal, ia mengakui, barang yang dijual itu merupakan stok lama, yang dibeli sebelum pengumuman kenaikan harga BBM. Ia terpaksa menaikkan demi mendapatkan modal untuk kembali belanja barang di pedagang grosiran. Ia hanyalah pedagang eceran.
Tina Manafe (24), ibu rumah tangga berharap agar pemerintah mengawasi harga barang di pasar. Pihak-pihak tertentu diduga menggunakan momentum kenaikan harga BBM untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin. Di sisi lain, masyarakat ekonomi lemah kian tertekan.
Baca Juga: Antisipasi Inflasi Tinggi akibat Kenaikan Harga BBM