Berulangnya kecelakaan bus Transjakarta menunjukkan belum idealnya standar keselamatan Transjakarta. Standardisasi pengemudi jadi salah satu solusi.

Oleh REDAKSI

Isu keselamatan Transjakarta disorot Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono seiring banyaknya musibah Transjakarta dan belum optimalnya standardisasi pengemudi. Pada Januari-September 2022 terjadi 827 kecelakaan, dan selama 2021 tercatat 335 kecelakaan melibatkan Transjakarta. Pada Senin (7/11/2022), pengemudi Koridor VI rute Tosari-Pulogadung menerobos palang kereta (Kompas, 9/11/2022).

Ihwal kecelakaan beruntun Transjakarta bukan kali ini saja terjadi. Di awal-awal beroperasinya Transjakarta pada 2004, sejumlah kecelakaan terjadi, sebagian karena rendahnya kedisiplinan pengguna kendaraan bermotor, yang masuk ke jalur Transjakarta dan menimbulkan kecelakaan.

Namun, seiring waktu, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Transjakarta tidak sepenuhnya hilang. Musibah yang terjadi kemudian, selain akibat faktor eksternal, artinya bersumber dari kendaraan non-Transjakarta, juga sebagian karena bus Transjakarta sendiri. Yang terjadi Senin lalu adalah musibah akibat pengemudi yang tidak profesional.

Solusi terkait pencegahan kecelakaan yang melibatkan Transjakarta, dengan demikian, harus berasal dari dua sumber, yaitu eksternal Transjakarta dan internal Transjakarta. Dari penyebab eksternal, salah satu yang bisa ditempuh tak lain sterilisasi jalur Transjakarta.

Dari pengamatan sejauh ini, banyak sisi jalur Transjakarta yang belum steril. Celakanya, penegakan hukum terhadap para pelanggar belum optimal. Terkadang ada polisi dan satpol PP yang berjaga dan kemudian menjatuhkan sanksi kepada pelanggar, tetapi cukup sering tidak ada petugas.

Tak heran, mobil dan sepeda motor bisa melenggang di jalur, dan rentan menimbulkan kecelakaan. Andai tidak menimbulkan musibah pun, keberadaan kendaraan bermotor non-Transjakarta di jalur khusus tersebut berkonsekuensi penurunan kualitas Transjakarta karena rentan menimbulkan ketersendatan, sehingga bisa menunda jam kedatangan di halte. Penegakan hukum mutlak perlu.

Solusi dari internal Transjakarta, dalam hal ini pemenuhan kualitas Transjakarta, baik dari sisi infrastruktur, kualitas armada, maupun kualitas pelayanan, termasuk pengemudinya. Menurut data, dari sekitar 7.000 pengemudi, baru sekitar 2.000 pengemudi yang sudah mengikuti pelatihan sesuai standar.

Penegasan Heru Budi yang mengharuskan pembenahan total aspek keselamatan Transjakarta layak diapresiasi. Sejalan dengan itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah merekomendasikan perbaikan aspek keselamatan kepada Transjakarta, di antaranya dengan membentuk divisi keselamatan.

Dengan usia yang mendekati 20 tahun, sudah saatnya Transjakarta menargetkan nol kecelakaan (zero accident), dan konsisten mewujudkan target tersebut. Jakarta memerlukan potret transportasi publik bermutu yang sehari-hari bisa diandalkan masyarakat, dan salah satunya bisa direalisasikan melalui wajah baru Transjakarta.