Kemajuan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) telah mencapai 80,40 persen. Layanan kereta cepat ini ditargetkan beroperasi pada pertengahan tahun 2023.

“Ini harus jadi dan tidak boleh mundur,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu (16/11/2022) di Bali. Laporan kemajuan proyek itu disampaikan langsung oleh Menko Marves di hadapan Presiden Joko Widodo dan Presiden China Xi Jinping.

Setelah menerima laporan, presiden dari kedua negara menyaksikan secara daring uji dinamis kereta inspeksi atau Comprehensive Inspection Train (CIT). Dioperasikan oleh dua masinis, yaitu Mu Zhen dan Supriadi, kereta inspeksi itu terlihat bergerak berlahan dari Stasiun Tegal Luar.

Jaringan rel KCJB nantinya membentang sepanjang 142,3 kilometer. Namun hingga pertengahan November ini, jaringan rel belum dibangun tuntas sehingga dalam uji coba kemarin kereta inspeksi itu belum dipacu hingga kecepatan puncak 350 kilometer per jam.

Pertanyaan sebagian orang terkait fitur keselamatan KCJB pun telah terjawab dalam tayangan uji teknis tersebut. Operasi KCJB nantinya didukung oleh sistem peringatan dini gempa. Diakui pula kalau proyek KCJB ini menghadapi tantangan struktur geologis yang sangat kompleks namun teknologi kereta cepat dari China ini sangat canggih. Tidak ada keraguan lagi terhadap keselamatan KCJB.

Teknologi kereta cepat China memang terbilang canggih. China juga sangat ekspansif dalam pembangunan sektor perkeretaapian ini. Hingga akhir 2021, jaringan rel kereta cepat di China telah nyaris mencapai 40.000 km. Ditargetkan pada tahun 2023, terbangun 70.000 km rel kereta cepat di China. Xi Jinping juga memperkenalkan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) yang diwujudkan dalam proyek-proyek infrastruktur transportasi.

Jaringan rel KCJB ini harus dipahami adalah tulang punggung transportasi antardua kota, Jakarta-Bandung. Pekerjaan tidak hanya tuntas pada pertengahan tahun 2023 mendatang. Karena yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya adalah, membangun transportasi umum baik di Jakarta maupun Bandung.

Ketika lokasi Halim terbilang di dalam Kota Jakarta maka tantangan di sisi Bandung adalah, proses transit di Padalarang dan perjalanan dari Stasiun Padalarang menuju Stasiun Bandung Kota. Jarak kedua stasiun itu terbilang dekat, hanya sekitar 18 kilometer. Walau demikian, yang dilayani adalah penumpang kelas menengah atas, yang berani membayar lebih untuk naik KCJB selama 36 menit.

Selama ini, kita telah terbukti mampu membangun. Di Jakarta, kita sudah membangun MRT dan LRT, di Palembang juga telah terbangun jaringan LRT. Persoalannya, bagaimana agar proyek infrastruktur transportasi yang telah dibangun itu mampu dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat.

Padalarang yang kemudian menjadi kunci sukses dari proyek KCJB ini. Pergerakan penumpang saat transit harus seamless, mengalir sehingga tidak membuat orang kapok naik KCJB. Kereta feeder, pengumpan, yang disiapkan juga harus nyaman untuk segmen masyarakat menengah atas.

Tanpa keseriusan dalam mendesain dan membangun Stasiun Padalarang, kita khawatir nantinya KCJB tidak digunakan secara maksimal. Terlebih lagi, infrastruktur jalan tol di segmen Jakarta-Bandung juga terus berbenah dengan pelebaran ruas Tol Jakarta-Cikampek, dan pembangunan tol Jakarta-Cikampek II Selatan.