Hingga saat ini pemerintah belum memberikan keterangan terkait dugaan kebocoran data dari aplikasi MyPertamina dan Peduli Lindungi. Komisi I DPR, menurut rencana, akan memanggil pengendali data untuk bahas hal ini.

JAKARTA, KOMPAS — Hingga kini pemerintah masih tak memberikan tanggapan soal dugaan kebocoran data pribadi dari aplikasi MyPertamina dan Peduli Lindungi. Kebocoran ini membuat masyarakat berada di posisi tak berdaya meski Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi telah hadir.

Kebocoran data yang terus berulang ini pun mendorong Komisi I DPR memanggil instansi pengendali data untuk menggali penyebab kebocoran data tersebut.

Sebanyak 44,2 juta data pribadi yang diduga dari aplikasi MyPertamina dan 3,25 miliar data dari aplikasi Peduli Lindungi dipasarkan Bjorka.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi yang dihubungi, Kamis (17/11/2022), tak bersedia menjelaskan kebocoran data ini. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan juga tak merespons permintaan konfirmasi Kompas. Rabu (16/11/2022), Badan Siber dan Sandi Negara yang dimintai konfirmasi juga tidak memberikan penjelasan.

Baca juga: Bjorka Masih Leluasa Beraksi

Ilustrasi. Rika Apriani melakukan transaksi elektronik melalui ponselnya di Serua, Depok, Jawa Barat, Minggu (11/9/2022). Data pribadi menjadi instrumen penting dalam semua lingkup dunia digital. Namun, sayangnya hingga kini sudah tidak terhitung jumlah data pribadi warga yang bocor dan diperjualbelikan. Kebocoran itu mulai dari 297 juta kebocoran data peserta BPJS Kesehatan; 26,7 juta data pengguna Indihome; 1,3 miliar data proses registrasi kartu SIM ponsel; hingga 105 juta data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ilustrasi. Rika Apriani melakukan transaksi elektronik melalui ponselnya di Serua, Depok, Jawa Barat, Minggu (11/9/2022). Data pribadi menjadi instrumen penting dalam semua lingkup dunia digital. Namun, sayangnya hingga kini sudah tidak terhitung jumlah data pribadi warga yang bocor dan diperjualbelikan. Kebocoran itu mulai dari 297 juta kebocoran data peserta BPJS Kesehatan; 26,7 juta data pengguna Indihome; 1,3 miliar data proses registrasi kartu SIM ponsel; hingga 105 juta data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum.

Mendesak pemerintah

Praktisi keamanan teknologi informasi Alfons Tanujaya menyampaikan, masyarakat tidak bisa berbuat apa pun ketika kebocoran data di peladen (server) yang dikelola pihak lain. ”Kecuali mendesak pemerintah (melindungi data mereka),” kata Alfons.

Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, Panitia Kerja (Panja) Kebocoran Data Komisi I DPR akan memanggil instansi pengendali data untuk dimintai klarifikasi terkait klaim kebocoran data tersebut. Terkait instansi mana yang nantinya akan dipanggil, Kharis mengatakan, pihaknya akan mempelajarinya lebih dulu. ”Rencananya kami akan panggil lembaga terkait untuk mengklarifikasi betulkah ada kebocoran dan mempertanyakan mengapa masih terjadi. Mestinya, kan, segera ada perbaikan sistem keamanan,” kata Kharis.

Kharis menambahkan, panja sedang menyusun waktu untuk pemanggilan tersebut. Meski demikian, dia memastikan pemanggilan oleh panja akan dilakukan paling lambat minggu depan. ”Sedang dipersiapkan. Menurut informasi sedang dipersiapkan. Menunggu persiapan pembentukan,” ucapnya.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, TB Hasanuddin, mengatakan, panja berusaha menjaring penjelasan mengapa kebocoran data masih terjadi, termasuk membahas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang sudah diterbitkan. Setelahnya, panja akan mengomunikasikan apa yang telah diperoleh kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara.

”Kalau perlu, kami undang seluruh instansi pengendali data secara bersamaan dalam rapat dengar pendapat untuk tukar pikiran dan sama-sama membahas soal UU PDP,” ujarnya.