Revisi UU ITE sangat penting untuk memberikan rambu-rambu yang jelas bagi masyarakat dalam berkegiatan di ruang digital. Namun, DPR kemungkinan baru akan membahas revisi undang-undang itu awal tahun depan.

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE segera dibahas. Namun, revisi undang-undang tersebut oleh DPR diperkirakan baru akan dibahas pada masa persidangan DPR mendatang atau awal 2023. DPR berdalih tak mau buru-buru karena kini berusaha lebih hati-hati saat membahas UU. Namun, langkah DPR ini dinilai sebagai bentuk keengganan untuk merevisi UU ITE.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Selasa (22/11/2022), mengatakan, Komisi I DPR sudah ditugaskan untuk membahas revisi UU ITE. Nantinya Komisi I yang akan mengatur semuanya, termasuk jadwal pembahasan. Namun, dia berharap pembahasan akan dimulai paling lambat pada masa persidangan III 2022-2023 atau Januari 2023.

Revisi UU ITE baru diproses oleh DPR, Kamis (17/11/2022). Itu ditandai dengan dibacakannya surat dari Presiden Joko Widodo yang mengajukan pembahasan revisi UU ITE oleh Ketua DPR Puan Maharani dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta. Padahal, surpres tersebut sudah diajukan Presiden sejak 16 Desember 2021.

Menurut Dasco, DPR tidak kunjung membahas revisi UU ITE bukan karena tidak serius. Setiap pembahasan UU sekarang berkaca pada penetapan Undang-Undang Cipta Kerja yang menuai pro dan kontra. ”Untuk itu, komisi teknis mengatur jadwal pembahasan dengan hati-hati dan menunggu giliran pembahasan,” tutur Dasco saat dihubungi.

Baca juga: Hampir Setahun Berlalu, DPR Baru Proses Revisi UU ITE

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/MLtA8FWBjGOjbTqT7TXOWf2PlNo=/1024x2345/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F07%2F20210907-H25-ANU-kasus-UUITE-mumed-01_1631030594_jpg.jpg

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandena, pun memperkirakan pembahasan revisi UU ITE baru akan dilakukan pada masa persidangan DPR awal tahun depan. Namun, itu pun dengan catatan, Komisi I sudah merampungkan pembahasan RUU Penyiaran.

Pembahasan RUU Penyiaran, kata Yan, masih jauh dari kata selesai. Menurut Yan, pembahasannya bahkan bisa memakan waktu satu tahun atau lebih lantaran DPR ingin membenahi banyak hal melalui RUU Penyiaran.

”Mudah-mudahan kalau RUU Penyiaran selesai, revisi UU ITE bisa kami naikkan. Tergantung komunikasi antara pemerintah dan DPR. Tergantung kesepakatan dan urgensinya. Kalau sangat mendesak, maka kami prioritaskan,” ujar Yan Permenas seusai acara diskusi bertajuk ”Membaca Arah Revisi UU ITE, Akankah Ruang Multitafsir Dipersempit?”, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Kendati demikian, kata Yan, bukan berarti Komisi I tidak memprioritaskan pembahasan revisi UU ITE. Dia mengatakan, Komisi I tidak bisa membahas dua RUU sekaligus.

Baca juga: Pemidanaan Kasus Pencemaran Nama Baik Kian Masif, Masyarakat Sipil Desak Revisi UU ITE

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas (tengah), dalam acara diskusi bertajuk "Membaca Arah Revisi UU ITE, Akankah Ruang Multitafsir Dipersempit?", di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

REBIYYAH SALASAH

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas (tengah), dalam acara diskusi bertajuk "Membaca Arah Revisi UU ITE, Akankah Ruang Multitafsir Dipersempit?", di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Keengganan DPR

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai, DPR enggan merevisi UU ITE. Hal itu terlihat dari DPR yang membutuhkan waktu nyaris setahun untuk membacakan surpres revisi UU ITE pada rapat paripurna. Tampak pula dari pembahasan yang tak kunjung dilakukan.

Menurut Wahyudi, DPR seolah tidak memprioritaskan revisi UU ITE. Apabila revisi UU tersebut mendesak, DPR bisa saja membentuk panitia khusus untuk membahas revisi UU ITE. Apalagi jika DPR sudah tahu kalau Komisi I DPR tak memungkinkan untuk segera membahas revisi UU ITE karena ada tanggungan RUU Penyiaran.

Pembahasan oleh panitia khusus juga dinilainya lebih baik karena materi pasal yang hendak direvisi dalam UU ITE banyak berkaitan dengan persoalan hukum. Dengan dibahas oleh panitia khusus, Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum bisa terlibat.

”Usulan pemerintah yang dibawa ke DPR, kan, mayoritas berisi perubahan ketentuan pasal-pasal yang kualifikasinya pidana konvensional menggunakan teknologi internet. Dengan klausul demikian, sebaiknya DPR melibatkan Komisi III dan perlu dibentuk pansus,” tuturnya.

Baca juga: Surpres Telah Diserahkan, Pemerintah dan DPR Kompak Segera Tuntaskan Revisi Kedua UU ITE

Wahyudi Djafar

KOMPAS/SHARON PATRICIA

Wahyudi Djafar

Wahyudi juga menekankan pentingnya revisi menyeluruh, bukan hanya revisi terbatas. Sebab, revisi terbatas UU ITE pernah dilakukan pada 2016 dan tidak menyelesaikan persoalan. ”Isu terkait penggunaan sewenang-wenang Pasal 27 Ayat (3), misalnya, terus muncul meski 2016 sudah diamendemen. Artinya, UU ITE harus diperbaiki menyeluruh,” ucap Wahyudi.

Ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE merumuskan perbuatan yang dilarang: ”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pelanggaran atas ketentuan itu diancam sanksi pidana dalam Pasal 45 Ayat (1) UU ITE.

Usulan pemerintah

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan berharap pembahasan revisi UU ITE oleh DPR segera dilakukan. Menurut dia, revisi sangat penting untuk memberikan rambu-rambu yang jelas bagi masyarakat dalam berkegiatan di ruang digital.

Semuel menambahkan, ada sembilan usulan revisi dan tambahan dari pemerintah terkait UU ITE. Usulan itu meliputi perubahan materi muatan yang terkandung dalam Pasal 27 Ayat (1), (3), (4). Adapun pada Pasal 27 Ayat (2), ada penjelasannya yang diubah. Selanjutnya, perubahan materi muatan Pasal 28 dan penambahan ketentuan Pasal 28A. Serta perubahan materi muatan Pasal 36, Pasal 45, dan Pasal 45A.

Semuel Abrijani Pangerapan

KOMPAS/RINI KUSTIASIH

Semuel Abrijani Pangerapan

Pasal 27 mengatur tentang pelanggaran kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, serta pemerasan dan pengancaman. Pasal 28 mengatur tentang penyebaran berita bohong serta ujaran kebencian dan permusuhan. Adapun Pasal 36 mengatur perbuatan melawan hukum pada Pasal 27-34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

”Kami membuka diri jika ada pasal lain ingin diajukan. Untuk itu, penting bagi kami berdiskusi dengan DPR. Kami inginnya segera dibahas revisi UU ITE ini karena toh sudah dibacakan di paripurna. Komisi I akan membentuk panja (panitia kerja), pemerintah akan membentuk panja, lalu kami akan melakukan diskusi,” ucap Semuel yang hadir secara daring dalam diskusi di Kompleks Parlemen tersebut.