SEIRING penurunan harga minyak dunia yang anjlok di kisaran US$75 per barel, pemerintah diminta menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi agar inflasi tahun berjalan tidak melonjak. Ini disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto.

Ia menyebut inflasi 2022 yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,5% secara tahunan, dinilai cukup mengkhawatirkan. Mulyanto pun mendorong pemerintah agar fokus mengendalikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Salah satunya dengan penurunan harga BBM pertalite dan solar. "Ini cara mujarab untuk mengendalikan inflasi," ucapnya dalam keterangan yang diterima wartawan, Rabu (11/1). Mulyanto menuturkan pemerintah telah mencermati keputusan operator swasta maupun Pertamina yang menurunkan harga BBM nonsubsidi lebih dari Rp. 1.500 per liter. Baca juga:  Bahkan BBM sejenis pertalite yang dijual oleh operator swasta seperti Revvo 90 serta BP 90 juga sudah menurun harganya. "Kalau pemerintah pro rakyat, maka saatnya pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi ini," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Rekan sejawatnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa penurunan harga minyak dunia tidak bisa secara langsung direspons untuk menurunkan harga BBM subsidi. Pasalnya, harga jual BBM tersebut masih lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya. Hal ini karena adanya subsidi dari pemerintah terhadap pertalite dan solar. Dalam catatan Kementerian BUMN, harga keekonomian pertalite sebesar Rp11.100 per liter. Dengan harga pertalite Rp10 ribu per liter, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp1.100 untuk satu liternya. "Meski harga minyak dunia turun, bukan berarti secara spontan harga pertalite bisa langsung turun. Harus dikaji dulu. Karena muatan subsidinya cukup besar," kata Eddy saat dihubungi wartawan. Ia menyebut naik turunnya harga BBM akan berpengaruh pada keberlangsungan harga bahan pokok dan harga lainnya. Apalagi, pertalite menjadi jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia di 2021, menurut laporan Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2021 yang dirilis Kementerian ESDM. Konsumsinya menembus 23,29 juta kiloliter (kl) di 2021. "Sehingga diperlukan kajian yang matang atas penurunan BBM subsidi. Seberapa besar dampak penurunan minyak dunia terhadap nilai keekonomian pertalite itu," ungkap Eddy. Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyampaikan, penentuan harga untuk BBM subsidi merupakan kewenangan regulator, yakni Kementerian ESDM dan kementerian terkait. "Namun, perlu diketahui bahwa dengan harga saat ini, masih ada unsur subsidi pada BBM solar maupun pertalite," ucapnya. Ia berujar penentuan harga BBM subsidi atas pertimbangan harga minyak mentah, publikasi mean of plats Singapore (MOPS) atau Argus, inflasi dan pergerakan kurs  rupiah. (Ins/OL-09)