Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memaparkan kebijakan luar negeri RI 2023. Ada kritik, ada apresiasi. Penting memahami arah politik luar negeri tahun ini.
Sudah jadi tradisi rutin di awal setiap tahun, melalui forum pernyataan pers tahunan menteri luar negeri (PPTM), Menlu memaparkan capaian kebijakan luar negeri tahun sebelumnya dan rencana kebijakan luar negeri pada tahun berikutnya. Tradisi ini baik dan penting bagi publik dalam negeri ataupun publik dunia guna memahami arah diplomasi dan kebijakan luar negeri Republik Indonesia (RI) setahun ke depan.
Pada 2023, seperti dipaparkan Retno, salah satu fokus diplomasi Indonesia adalah keketuaan ASEAN. Selain itu, ada empat prioritas lain yang sebenarnya kontinuitas kebijakan luar negeri tahun sebelumnya, minus diplomasi kesehatan. Empat prioritas itu meliputi penguatan diplomasi kedaulatan, diplomasi pelindungan, memajukan kerja sama ekonomi, serta menjalankan diplomasi perdamaian dan kemanusiaan.
Terkait peran keketuaan ASEAN, target Indonesia cukup ambisius, yaitu menjadikan kawasan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan (epicentrum of growth). Di tengah situasi global yang diperkirakan Dana Moneter Internasional (IMF) mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 3,2 persen tahun lalu menjadi 2,7 persen, sementara di sebagian belahan dunia diprediksi resesi, target itu jelas menantang.
Dalam pidatonya, Menlu berupaya meniupkan optimisme dengan mengutip Bank Pembangunan Asia (ADB) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi ASEAN 2023 mencapai 4,7 persen. Di tengah situasi dunia yang tidak menentu, ditandai rivalitas kekuatan besar, ASEAN butuh cara pandang positif, kerja sama, dan optimisme. Begitulah Retno merumuskan cara Indonesia menjalankan keketuaan ASEAN.
Terlihat jelas titik tekan pada aspek pembangunan ekonomi dalam keketuaan Indonesia di ASEAN. ”Sejarah dan cerita tentang ASEAN selalu terkait ekonomi,” ujar Retno. Namun, untuk mencapai itu semua, dibutuhkan kondisi stabilitas kawasan tidak hanya di Asia Tenggara, tetapi juga di Indo-Pasifik. Kemampuan menyelesaikan isu Myanmar dan meredakan ketegangan antarkekuatan besar jadi syarat mutlak.
Beberapa pengamat menilai pernyataan Retno tak mengupas isu strategis kawasan, seperti Laut China Selatan, persaingan geopolitik Amerika Serikat (AS)-China, Selat Taiwan, dan Korea Utara. Ada pula apresiasi terhadap tekad dan komitmen Pemerintah RI ikut mengawal perdamaian dunia, antara lain diwujudkan lewat pencanangan pencalonan kembali Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2029-2030.
Pada level tertentu, meski dimaksudkan sebagai pernyataan pers, pidato Menlu dapat diposisikan sebagai bagian diplomasi dan pernyataan politik tentang posisi Indonesia dalam isu kawasan dan global. Boleh jadi karena itu, meski publik ingin tahu, pernyataan Menlu tak mengekspos detail isu-isu yang mungkin dipandang menjadi bagian dari strategi diplomasi.