Komnas HAM meminta kepada setiap pihak bersenjata, termasuk aparat penegak hukum, hindari kekerasan dan konflik bersenjata di Papua. TNI/Polri perlu mengambil langkah dengan mengedepankan norma dan prinsip HAM.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta aparat agar tak menggunakan kekuatan yang berlebih dalam menjaga keamanan di Papua. Hal ini terkait dengan eskalasi kekerasan di Papua yang meningkat belakangan ini setelah Gubernur Papua Lukas Enembe ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Semua elemen pun diharapkan tidak memperkeruh situasi di Papua sehingga aksi kekerasan tidak kian meluas ke berbagai wilayah.
Selama sepekan terakhir, aksi teror kelompok kriminal bersenjata (KKB) terus terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan. Aksi ini menyebabkan masyarakat setempat merasa trauma dan ketakutan untuk beraktivitas. Sebanyak 150 warga telah meninggalkan daerah tersebut untuk mengamankan diri di Jayapura, Papua.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (14/1/2023), mengatakan, ada indikasi eskalasi kekerasan meningkat di Papua, terutama setelah penangkapan Lukas Enembe. Karena itu, Komnas HAM meminta kepada semua pihak untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan konflik dan kekerasan di Papua semakin meluas.
”Komnas HAM mengecam tindakan perusakan fasilitas umum dan kami meminta semua pihak untuk tidak menyebar informasi provokatif yang bisa memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan,” ujar Atnike.
Gubernur Papua Lukas Enembe, yang jadi tersangka suap dan gratifikasi sejak September 2022, ditangkap KPK di sebuah rumah makan di Kota Jayapura, Papua, Selasa (10/1). Setelah penangkapan, kericuhan terjadi di Markas Brimob Polda Papua. Kericuhan terjadi karena diduga Lukas diamankan di Markas Brimob Polda Papua sebelum dibawa ke Bandara Sentani untuk diterbangkan ke Jakarta.
Komnas HAM pun meminta kepada setiap pihak bersenjata, termasuk aparat penegak hukum, untuk menghindari adanya kekerasan, apalagi konflik bersenjata. TNI/Polri perlu mengambil langkah penanganan situasi keamanan di Papua, dengan tetap mengedepankan norma dan prinsip HAM. Selain itu, perlu juga memberi rasa aman bagi para pengungsi untuk kembali ke rumahnya.
”Secara khusus, kami meminta aparat keamanan untuk tidak menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam penanganan aksi massa dan mengedepankan langkah humanis sesuai prinsip HAM,” tutur Atnike.
Menurut Atnike, mulai dari Kapolda Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih, hingga pemerintah daerah harus mampu menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan agar gangguan keamanan tidak kian meluas. Mereka bisa melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua. Komnas HAM juga akan terus memantau situasi HAM di Papua.
Pendekatan humanis
Secara terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Dave Laksono, mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima dari aparat penegak hukum, tidak dimungkiri bahwa gejolak keamanan di Papua sempat meningkat setelah penangkapan Lukas Enembe oleh KPK. Namun, itu tidak berlangsung lama.
”Sekarang polisi dan tentara sudah bersikap tegas menstabilkan keamanan di Papua,” ucap Dave.
Ia pun menyayangkan tindakan KKB yang kerap kali menimbulkan gangguan keamanan, bahkan korban jiwa di Papua. Mereka menembaki aparat penegak hukum, serta membakar dan merusak fasilitas umum. Akibatnya, masyarakat secara umum dirugikan. Dalam catatannya, pada 2022 tindakan separatis ini telah menewaskan 43 orang yang terdiri dari sipil, anak-anak, ibu hamil, dan anggota TNI/Polri.
Komisi I DPR pun meminta pemerintah untuk menindak tegas gerakan separatis tersebut karena mengganggu stabilitas keamanan. Khusus terhadap KKB, pemerintah perlu menerapkan pendekatan kesejahteraan yang mengedepankan kearifan dan perspektif lokal. Ini bertujuan untuk merangkul KKB dan mendorong percepatan pengentasan kemiskinan di kalangan masyarakat pengunungan dan terpencil di Papua.
”Jadi harus ada solusinya, yaitu pemerintah mendorong pembangunan, dan menenangkan masyarakat. Semua tetap harus dengan pendekatan humanis,” kata Dave.
Selain itu, Komisi I DPR juga meminta kepada pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan di Papua, termasuk mengevaluasi alokasi anggaran otonomi khusus dan alokasi anggaran lainnya yang kurang terserap dan tidak menyejahterakan rakyat Papua.