KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyebut bakal ada dua bakal melakukan merger dalam rangka memenuhi ketentuan modal inti minumum Rp 3 triliun. Namun, hingga kini, nama bank yang memilih melakukan penggabungan dalam proses konsolidasi itu masih belum terungkat.
Tahun lalu, OJK telah memantau 37 bank yang modal intinya masih di bawah Rp 3 triliun, baik bank umum swasta nasional (BUSN) maupun bank pembangunan daerah (BPD). BUSN harus memenuhi ketentuan modal inti itu pada akhir 2022, sedangkan BPD masih punya waktu hingga akhir 2024.
Dari 37 bank yang dimaksud, 12 diantaranya merupakan BPD. Sehingga BUSN ada 25 bank. Dari pantauan KONTAN per Senin (16/1), sudah 14 bank dari jajaran bank swasta ini yang mengumumkan telah memenuhi ketentuan modal inti minimum lewat private placement dan rights issue.
OJK mengungkapkan, BUSN secara umum telah memenuhi modal inti per 31 Desember 2022, selain Bank Prima Master Bank. Sebagai sanksinya, izin usaha bank ini telah diturunkan dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) per 4 Januari 2023.
Sebagian dari 37 bank itu sudah melakukan tambahan setoran modal, pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB), penggabungan, pengambilalihan, maupun mengundang mitra strategis.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, bank-bank swasta secara action plan sudah memenuhi aturan modal inti minimum. Itu dilakukan melalui penambahan modal oleh pemegang saham, melalui rights issue, dan juga merger.
Namun, Dian tidak menyebutkan bank apa yang akan merger tersebut. Ia hanya memberikan kisi-kisi bahwa itu bersangkutan dengan bank yang sudah ada di bursa saham atau emiten.
"Terkait dengan merger, karena merupakan bagian dari corporate actian yang harus mengikuti prosedur administrasi, harus koordinasi dulu dengan pak Inarno (Direktur Utama BEI), belum bisa kami disebut secara eksplisit karena itu bisa berpengaruh pada harga saham dan lain sebagainya," kata Dian dalam konferensi pers pada 2 Januari 2023 lalu.
Hingga saat ini, OJK masih tetap belum buka suara terkait nama bank itu. Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan OJK tidak bisa menyebutkan namanya karena hal itu merupakan aksi korporasi yang hanya dapat dikonfirmasi oleh pihak bank terkait. "Kami tidak mau menganggu proses yang dikerjakan," ujarnya pada Kontan.co.id, Senin (16/1).
Dari 25 BUSN, 11 bank belum memberikan keterbukaan informasi telah memenuhi ketentuan modal inti minimum. Namun, enam diantaranya merupakan bank syariah yang merupakan anak usaha bank konvensional dan bagian dari kelompok usaha bank (KUB). Dalam aturan konsolidasi perbankan, anggota KUB yang bukan perusahaan induk cukup punya modal inti minimum Rp 1 triliun.
Mereka diantaranya PT Bank Victoria Syariah dengan modal inti Rp 265,7 miliar per September 2022, Bank BCA Syariah Rp 2,82 triliun, PT Bank Bukopin Syariah Rp 1,1 triliun, PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk Rp 2,2 triliun, Bank BJB Syariah Rp 1,2 triliun, dan Bank Mega Syariah Rp 2,01 triliun.
Adapun lima bank lainnya adalah PT Bank National Nobu Tbk (NOBU), Bank MNC Internasional Tbk (BABP), Bank of India Indonesia Tbk (BSWD), Bank SBI Indonesia, dan Bank Index Selindo.
Bank MNC sejak Desember 2022 telah memproses rights issue dengan menerbitkan saham baru sebanyak 9.434.687.046 bernilai nominal Rp 50 per saham atau 23,08% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga pelaksanaannya Rp 130 per saham dan dana yang dibidik Rp 1,22 triliun. Per September 2022, modal inti bank ini baru mencapai Rp 2,07 triliun.
Sementara Bank Nobu tercatat baru punya modal inti Rp 1,6 triliun per September 2022. Bank ini berencana rights issue pada kuartal I 2023 ini. Namun, dalam prospektusnya, perseroan hanya menawarkan sebanyak-banyaknya 681.819.174 saham baru dengan nominal Rp 100 per saham. Harga pelaksanaannya ditetapkan Rp 592 per saham sehingga dana yang berpotensi diraup hanya Rp 403,6 miliar.
PT Bank of India Indonesia Tbk yang modal intinya baru Rp 2 triliun per September 2022 akan melakukan rights issue di kuartal I ini. Bank berkode saham BSWD ini akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2.388.861.478 saham baru dengan nilai nominal Rp 200 per saham. Itu setara 50% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setor rights issue.
Harga pelaksanaan rights issue ditetapkan Rp 1.000 per saham, sehingga BSWD berpotensi meraup dana Rp 2,38 triliun. Setiap satu saham lama berhak memperoleh satu HMETD.
Bank of India (BOI) selaku pemegang saham pengendali menginjeksi modal ke BSWD Rp 1,3 triliun dan sudah itu disetor pada November 2022 lalu.
Dalam prospektus BSWD, BOI disebut hanya siap menyerap sebagian haknya, yakni sebanyak 1,3 miliar HMETD. Bank BUMN India itu menguasai 86,04% saham BSWD sehingga punya hak dapat 2.055.488.000 HMETD. Tidak ada pembeli siaga dalam aksi korporasi bank ini.
Bank SBI Indonesia tercatat memiliki modal inti Rp 2,12 triliun per September 2022. Bank ini juga dikendalikan investor asal India, yaitu State Bank of India (SBI), bank pelat merah yang 56,9% sahamnya dikuasai pemerintah India.
Sebelumnya, Corporate Secretary Division Head PT Bank SBI Indonesia Nana Nurhasanah menyatakan SBI sebagai pemegang saham pengendali berkomitmen untuk pemenuhan kewajiban modal inti. “Hal ini juga telah disampaikan oleh SBI kepada OJK pada 10 November 2022,” katanya.
Sementara Bank Index Selindo baru memiliki modal inti Rp 2,09 triliun per September 2022. Sejauh ini belum ada informasi yang bisa didapat KONTAN terkait bank ini. Namun, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada awal Desember 2022 telah sepakat bahwa para pemegang saham akan melakukan tambahan modal.
Pada April 2022, fintech Modalku telah mengakuisisi 10% saham Bank Index melalui Funding Asia Group Pte,Ltd. Bank Index dikendalikan oleh PT Kazanah Indexindo dengan kepemilikan 45,11%.
Pemilik saham non pengendali lainnya ada PT Creator Capital dengan porsi 12,91%, PT Asseta Selindo 15,04%, Trusty Cars Pte Ltd 5%, Kurniadi Setiawan 3,1% SBI Emerging Asia Financial Sector Fund 2,36%, Nederlandse Financierings-Maatschappij Voor Ontwikkelingslanden 1,78%, Alwi Setiawan 1,03%, PT Digi Asia Bios 3,67%.