Warga menggunakan hak pilihnya dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 8, Desa Pangongsean, Kacamatan Torjun, Kabupaten Sampang, Sabtu (27/10). Terkait permaasalahn DPT, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sampang untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dengan mendasarkan pada DPT yang diperbaiki.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Warga menggunakan hak pilihnya dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 8, Desa Pangongsean, Kacamatan Torjun, Kabupaten Sampang, Sabtu (27/10). Terkait permaasalahn DPT, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sampang untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dengan mendasarkan pada DPT yang diperbaiki.

Menjelang setahun sebelum pemilu serentak, jajak pendapat Kompas menangkap tingginya antusiasme publik menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024. Semangat partisipasi itu juga terbaca sebagai ekspresi tanggung jawab untuk turut menentukan masa depan bangsa.

Kesimpulan ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas yang digelar dua pekan lalu. Sebagian besar responden (84,7 persen) menyatakan akan menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara pemilu pada 14 Februari 2024. Tentu, ini menjadi sinyal tingginya antusiasme publik dalam berpartisipasi dengan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan, angka partisipasi pemilih cenderung lebih tinggi terjadi dalam pemilihan presiden secara langsung dibandingkan dengan pemilihan anggota legislatif. Namun, sejak digelar secara serentak, angka partisipasi pemilih relatif tidak jauh berbeda. Terakhir, saat pemilu serentak 2019, angka partisipasi pemilih mencapai 81,9 persen.

Penggunaan hak pilih dalam pemilu menjadi isu yang fundamental karena merupakan tolok ukur kualitas penyelenggaraan pemilu. Tinggi atau tidaknya angka partisipasi secara langsung menjadi cerminan kesadaran masyarakat dalam mengikuti pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Tidak heran jika kemudian dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, tahapan pemutakhiran data pemilih termasuk tahapan yang paling panjang. Setidaknya jika merujuk tahapan Pemilu 2024, tahapan pemutakhiran data pemilih ini sudah dimulai pada Oktober 2022 sampai 7 Februari 2024 atau sepekan sebelum pemungutan suara.

 

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/SVfdZaGzwIfiJcHmqgChZwjUnFQ=/1024x2883/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F01%2F29%2F450814d0-66ff-4ad6-9371-7a56fd57f2c5_png.png

Bagaimanapun, pemilu merupakan sarana menuju kedaulatan rakyat dengan memilih pemimpin dan figur yang dianggap layak menjabat, baik sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai wakil rakyat di parlemen. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengamanatkan, pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Hal itu berarti ada penghargaan dan jaminan yang tinggi atas hak pilih yang dimiliki.

Tanggung jawab

Fondasi terpenting dari membangun partisipasi pemilih di pemilu pada dasarnya berada pada kesadaran publik. Kesadaran itu berangkat dari pemahaman dan menjadi pembuktian dari tanggung jawab masyarakat untuk turut andil dalam kemaslahatan bersama.

Salah satu hal yang terus didorong dari penyelenggaraan pemilu tak lain menuntut sebesar-besarnya peran publik. Hak pilih yang tersemat sudah semestinya digunakan sebaik-baiknya, dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, karena menjadi bagian penting dari proses untuk menentukan kehidupan di masa mendatang.

Dalam hal ini, hasil jajak pendapat menangkap, publik telah cukup baik dalam memahami arti hak pilih di pemilu itu sendiri. Separuh lebih bagian responden mengartikan hak pilih sebagai bentuk tanggung jawab dalam menentukan arah dan nasib bangsa lima tahun ke depan. Sementara sekitar seperempat bagian responden lainnya lebih mengartikan sebagai bagian dari cara untuk bersuara dan menyatakan pendapat.

 

Petugas menunjukkan surat suara Pilpres 2014 yang ditemukan rusak saat penyortiran surat suara di Kantor KPUD Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2014)

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Petugas menunjukkan surat suara Pilpres 2014 yang ditemukan rusak saat penyortiran surat suara di Kantor KPUD Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2014)

Meskipun demikian, sekitar 19,8 persen responden berpandangan bahwa memilih di pemilu adalah hak yang bisa dipakai ataupun tidak. Semua perspektif yang terbentuk tentu bergantung pada masing-masing individu.

Meskipun demikian, pemahaman terhadap hak pilih yang tidak bersandar pada kesadaran dan tanggung jawab dapat menjadi ancaman bagi berjalannya penyelenggaraan pemilu dan demokrasi secara luas. Bahkan, meskipun jumlah minim, sebagian dari responden mengaku akan mengambil sikap untuk golput alias tidak menggunakan hak pilihnya di pemilu nanti.

Pada akhirnya, edukasi kepada publik mengenai pentingnya memahami hak pilih dan perannya dalam pemilu memang masih menjadi pekerjaan rumah. Sosialisasi dan edukasi, termasuk menyangkut hak pilih, sebetulnya sudah cukup masif dilakukan penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu. Peran-peran serupa selayaknya dapat lebih optimal diupayakan oleh elemen lain, seperti partai politik dan tokoh politik yang secara langsung banyak membangun interaksi dengan masyarakat secara luas.

Peran aktif

Pemahaman politik dan hak pilih yang mumpuni, ditambah dengan tingginya antusiasme untuk ikut dalam pemungutan suara akan menjadi perpaduan yang ideal untuk menghasilkan penyelenggaraan pemilu berkualitas. Sudah semestinya antusiasme untuk menggunakan hak pilih juga ditunjukkan dalam berbagai tindakan nyata, bahkan bukan hanya saat proses pemungutan suara, melainkan juga pada tahapan pemilu yang bergulir.

 

Warga mencelupkan jari seusai menggunakan hak pilih pada pemungutan suara ulang di TPS 71, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu (24/4/2019).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Warga mencelupkan jari seusai menggunakan hak pilih pada pemungutan suara ulang di TPS 71, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu (24/4/2019).

Salah satunya adalah upaya yang secara sadar ikut memastikan telah terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih. Hasil jajak pendapat justru mendapati, kurang dari seperlima bagian responden (16,5 persen) yang sudah melakukan pengecekan secara langsung status dirinya ada dalam daftar pemilih di kanal daring yang disediakan KPU. Akses tersebut telah disediakan oleh penyelenggara pemilu agar proses pendataan dapat dipantau dan dievaluasi bersama oleh khalayak secara mandiri.

KPU telah menyebarluaskan informasi mengenai adanya kanal pengecekan secara daring melalui media massa dan media sosial ataupun update info melalui situs resmi yang dimiliki KPU. Informasi mengenai status terdaftar tidaknya seseorang dalam daftar pemilih dapat diakses melalui tautan https://cekdptonline.kpu.go.id.

Sekitar separuh bagian responden menyatakan sudah terdaftar sebagai pemilih, tetapi belum memastikan pada kanal pengecekan yang disediakan KPU tersebut. Bahkan, tak kurang dari 39 persen responden lainnya justru sama sekali tak mengetahui apakah status dirinya telah terdaftar sebagai pemilih atau belum.

Terdapat sekitar 58,3 persen responden akan melakukan komparasi kelebihan dan kelemahan antarpartai, calon anggota legislatif, serta calon presiden

Melihat rendahnya orang yang tergerak untuk melakukan pengecekan menunjukkan proses sosialisasi terkait proses yang dapat dilakukan secara mandiri oleh masyarakat itu belum berjalan optimal. Padahal, pemeriksaan data secara mandiri oleh publik itu juga akan menjadi input yang baik bagi penyelenggara pemilu dalam menyusun dan memverifikasi data pemilih.

Jaga hak pilih

Kematangan dalam menjaga dan menggunakan hak pilih juga akan membentuk pemilih yang jauh lebih kritis. Pemilih akan lebih berhati-hati menggunakan hak yang dimiliki untuk menjatuhkan pilihan kepada partai ataupun figur yang tepat dan tidak lagi dilakukan dengan sikap pragmatis.

Jajak pendapat Kompas menangkap, sebagian besar responden akan berupaya mencari tahu dan mengukur kualitas kontestan sehingga mendapatkan keyakinan pada pilihan yang tepat. Dalam hal mengumpulkan informasi mengenai calon anggota legislatif ataupun partai politik, misalnya, sekitar 66,5 persen responden mengaku akan melakukan hal tersebut sebelum menggunakan hak pilih.

Kemudian, dalam proporsi yang sama, sekitar tiga perlima bagian responden juga menyatakan akan mempelajari visi, misi, program, sampai dengan janji kampanye yang ditawarkan oleh partai politik ataupun calon anggota legislatif atau pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Pada tahap yang lebih lanjut, bahkan terdapat sekitar 58,3 persen responden akan melakukan komparasi kelebihan dan kelemahan antarpartai, calon anggota legislatif, serta calon presiden.

 

Baliho politisi yang terpasang di sejumlah tempat di Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, Senin (9/8/2021).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Baliho politisi yang terpasang di sejumlah tempat di Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, Senin (9/8/2021).

Segenap inisiatif yang dilakukan pemilih itu tentu merupakan perwujudan atas pemaknaan hak pilih oleh setiap individu. Hak pilih yang melekat itu dilindungi dan tentulah tak dapat dipaksakan. Memaknai hak pilih sebagai bagian dari tanggung jawab menentukan nasib bangsa, yang tertangkap dari jajak pendapat ini, memberikan sinyal positif bahwa pemilu menjadi momentum bagi masyarakat untuk menaruh harapan besar akan terjadinya perubahan bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik lagi.